Jakarta, Suarakristen.com
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menerima kunjungan Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo, dan jajarannya dalam rangka silahturahmi dengan para pemimpin gereja-gereja di Indonesia, berlangsung di Grha Oikoumene, Jumat (24/8). Ini merupakan kunjungan kedua yang dilakukan Presiden Jokowi ke PGI, kunjungan pertama berlangsung pada 2014 setelah beliau terpilih sebagai Presiden ke-7 Republik Indonesia.
Ketum PGI, Pdt. Henriette T. Hutabarat-Lebang, dan Sekum PGI, Pdt. Gomar Gultom, bersama jajaran dan utusan gereja-gereja menyambut baik kunjungan silahturahmi Presiden Jokowi ke Grha Oikoumene. Pdt. Gomar Gultom menyampaikan bahwa PGI berusaha menjadi tuan rumah yang baik terkait kunjungan tersebut, termasuk di dalamnya menyampaikan sejumlah masukan konstruktif dari gereja-gereja kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Penyambutan kunjungan silaturahmi Presiden Jokowi dan jajarannya didahului pertemuan para pemimpin gereja di Grha oikoumene untuk menggumuli tantangan yang tengah dihadapi gereja-gereja dan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Sejumlah catatan yang muncul dari pergumulan tersebut diteruskan PGI ke Presiden Jokowi sebagai masukan gereja-gereja bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam mengelola kemajemukan, kekayaan alam dan hak-hak dasar manusia agar membawa kebaikan bagi setiap orang di bumi Indonesia.
Pdt. Henriette T. Hutabarat-Lebang, dalam sambutannya, mengapresiasi upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil, mendorong pengadaan sertifikat tanah rakyat, pembangunan infrastruktur di daerah-daerah pinggiran dan ambil bagian mengatasi masalah korupsi, narkoba, serta penyalahgunaan kemajuan tehnologi informasi.
Namun, Pdt. Henriette juga menyampaikan sejumlah catatan mengenai masalah HAM masih belum tuntas dan perlu mendapat perhatian pemerintah, termasuk di Papua. Persoalan lain yang juga mendapat sorotan Pdt. Henriette adalah masalah perdagangan manusia, eksploitasi perempuan dan anak, kebebasan beragama yang masih jauh dari harapan mengingat politisasi agama semakin meningkat, munculnya sejumlah fatwa agama yang tidak menciptakan kesejukan dan marginalisasi kelompok-kelompok minoritas dengan dalil penodaan agama, seperti yang terjadi pada ibu Meiliana di Medan belum lama ini.
Pada kesempatan ini, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa tidak semua hal dapat dilakukan pemerintah sekaligus. Karena itu, pemerintah pada tahap awal berusaha memberi perhatian pada pembangunan infrastruktur untuk menerobos keterpisahan saudara-saudara sebangsa yang selama ini hidup terisoliasi karena tidak tersedia insfrastruktur yang memadai, termasuk dampaknya pada hasil bumi yang tidak bisa dijual ke luar. Setelah pembangunan infrastruktur, perhatian pemerintah akan diberikan pada upaya penegakan HAM, radikalisme dan intoleransi.
Sebagaimana diketahui, PGI dalam beberapa tahun terakhir bergumul dengan persoalan kemanusiaan, masalah lingkungan hidup, bencana alam, kekerasan dan intoleransi yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Ini sejalan dengan empat masalah besar yang digumuli PGI sejak Sidang Raya 2014 di Nias, yakni: kemiskinan, ketidakadilan, radikalisme dan kerusakan lingkungan yang berakar pada Keserakahan dan nafsu manusia untuk memperoleh keuntungan dengan meminggirkan sesama dan mengeksploitasi sumber daya alam tanpa batas. Karna itu, PGI selama beberapa tahun ini berusaha memberikan masukan kepada Pemerintah Republik Indonesia, termasuk mengambil langkah-langkah nyata di sejumlah wilayah untuk merespons pergumulan bangsa yang adalah bagian dari gerakan oikoumene.
Tokoh-tokoh Kristen Protestan yang tampak hadir dalam silaturahmi ini antara lain Pdt. Dr. Nus Reimas, Pdt. Dr. S.A.E. Nababan, Pdt. Dr. Jacob Nahuway (Ketua Umum PGPI), Pdt. Dr. Natan Setiabudi, Pdt. Dr. Freddy Soenyoto, Pdt. Dr. Japarlin Marbun, Pdt. Suyapto T, Pdt. Ferry Simanjuntak, Pdt. Manuel Raintung dan ratusan pucuk pimpinan Gereja lainnya.
Berikut informasi singkat urutan waktu silaturahmi Presiden Jokowi dengan para tokoh Kristen Protestan di kantor PGI:
1. Presiden bersama Mensesneg dan Menseskab tiba di PGI pukul 16.30 disambut oleh Ketum PGI dan Sekum PGI
2. Ketum PGI dan Sekum PGI langsung mengajak Presiden ke Ruang Rapat 1 di lantai 2 di mana Pak Bambang Wijaya (Ketua), Pdt Krise Gosal ((Wasekum), Ivan Rinaldi (Bendahara), Arie Moningka (Wabendra) dan Pdt Andrikus Mofu (Ketua Sinode GKI di Tanah Papua) sudah menanti.
3. Pertemuan tertutup Presiden dan kedua Menteri bersama MPH di ruang rapat 1 ini berlangsung sekitar 45 menit dari 15 menit yang direncanakan. Pada pertemuan ini kami membicarakan beberapa hal, antara lain: kegalauan umat atas politisasi agama, soal fatwa, penegakan HAM, kebebasan beragama dan masalah Papua. Pada kesempatan itu juga kami menyampaikan hasil-hasil KGM Papua yang diselenggarakan oleh PGI di Sorong, Maret lalu.
4. Seusai partemuan itu, Presiden dicegat oleh karyawan PGI yang berada di Lantai 2 meminta foto bersama dengan Presiden, sebelum menuju Auditorium di Lantai 5, di mana para Pimpinan gereja telah menanti.
5. Sekitar 250 pimpinan gereja yang datang dari berbagai daerah menyambut gempita kehadiran Presiden. Juga hadir pimpinan lembaga gereja aras nasional seperti PGPI, PGLII, PBI, GMAHK dll, para mantan anggota MPH-PGI, pimpinan lembaga keumatan seperti GMKI, GAMKI dll, pimpinan lembaga mitra PGI dll. Juga hadir 22 peserta POK angkatan IV yang sedang berlangsung di Pondok Remaja PGI Cipayung.
6. Sesudah menyanyikan Indonesia Raya, Ketum PGI menyampaikan sambutan. Mengawali sambutannya, Ketum menyatakan rasa syukurnya karena Presiden berkenan memgunjungi PGI dan bersedia berdiskusi dengan para Pimpinan gereja. Ini adalah kunjungan pertama presiden ke kantor PGI.
Setelah menyampaikan apresiasi atas capaian kerja kabinet di bawah pimpinan Prrsiden Jokowi, Ketum PGI menyampaikan komitmen gereja-gereja di Indonesia, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, ikut membangun bangsa sebagai bagian dari panggilan iman. Umat Kristen sejak awal ikut berjuang bagi kemerdekaan, ikut membentuk republik ini dan ikut membangun demi kesejahteraam bersama.
Ketum juga menyampaikan empat masalah yang digumuli oleh Sidang Raya dan menjadi concern PGI selama ini, yakni kemiskinan, ketidak-adilan, makin maraknya radikalisme dan kerusakan lingkungan. Menurutnya, akar dari semua ini adalah kerakusan. Dan gereja-gereja mengkampanyekan spiritualitas keugaharian sebagai kontras terhadap kerakusan tersebut.
Ketum PGI juga menyampaikan keprihatinan gereja-gereja dengan berbagai perkembangan yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Menurutnya masih ada berbagai pelanggaran HAM yang belum terselesaikan termasuk di Papua; masalah penegakan hukum yang adil masih menjadi pergumulan; perdagangan manusia semakin marak serta eksploitasi anak dan perempuan yang meningkat; kebebasan beragama belum sepenuhnya terwujud; radikalisme dan politisasi agama semakin marak yang dapat memecahbelah bangsa. “Kami berharap bahwa fatwa agama yang diterbitkan menciptakan kesejukan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, dan tidak justru menimbulkan keresahan bahkan menegasikan kelompok-kelompok yang dimarginalkan, misalnya lewat UU 1/PNPS/1965 yang sering digunakan untuk mengkriminalisasi kelompok marginal, seperti kasus yang dialami oleh Ibu Meiliana.” Ketum juga menyinggung soal penyediaan lapangan kerja dan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia.
7. Kemudian Presiden menyampaikan paparannya yang didukung oleh slide presentation. Pada intinya Presiden memaparkan capaian-capaian pembangunan selama hampir lima tahun terakhir ini, di mana beliau menolak untuk memusatkan pembangunan di Jawa. Menurutnya Indonesia bukan hanya pulau Jawa, meski bagian besar penduduknya memang berada di pulau Jawa. Secara politik dan ekonomi, memusatkan pembangunan di Jawa akan lebih menguntungkan. “Tapi saya tidak lakukan itu, karena itu tidak adil” kata beliau. Beliau juga mengungkapkan besar dan luasnya Indonesia membutuhkan pembangunan infrastruktur yang memungkinkan keterhubungan satu sama lain daerah menjadi mudah, efektif dan efisian. Hal ini akan menghindari biaya tinggi yang pada gilirannya menguntungkan rakyat semua. Di sisi lain, beliau juga mengungkapkan sulitnya membangun Indonesia kalau semua hal dikerjakan sekaligus. “Saya perlu fokus untuk sektor tertentu, agar kita selesaikan satu per satu”.
Salah satu masalah yang kita hadapi saat ini, menurut beliau adalah penyalahgunaan medsos. Kita diperhadapkan pada daya rusak hoax yang begitu besar. Dan olehnya beliau mengajak para pendeta untuk lebih serius mencerdaskan umat dalam menggunakan medsos.
Menanggapi paparan Ketum PGI, Presiden menyatakan, memang belum semuanya sempurna, dan olehnya kita masih harus bekerja keras.
8. Oleh sempitnya waktu, hanya dua orang yang sempat mengajukan tanggapan: Pdt Hizkia Hia (ONKP) yang menyampaikan perlunya perhatian Presiden akan masalah ekonomi mikro, dan Pdt Paulus Ajong (PGIW Kalbar) yang mengusulkan perlunya BPIP dihadirkan sampai ke aras propinsi dan daerah, serta apresiasi atas pemerataan pembangunan terutama di daerah perbatasan yang selama ini diabaikan. Paulus Ajong juga menyampaikan harapan agar ada warga Kalimantan yang diikutkan dalam kabinet mendatang.
9. Acara ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Pdt Dr SAE Nababan dan dilanjutkan dengan foto bersama.
10. Keluar dari Grha Oikoumene sebelum masuk ke mobil, Presiden didampingi Ketum dan Sekum PGI mengadakan jumpa pers di hadapan puluhan wartawan.
Sumber: pgi.or.id dll.