Ekspektasi Tinggi Terhadap LAI

0
1415

Oleh Sigit Triyono (Sekum LAI)

www.alkitab.or.id IG: lembagaalkitabindonesia

Selasa malam (21 Agutus 2018) saya menjadi pembicara di sebuah forum diskusi yang pesertanya kaum Bapak Kristiani di sebuah permukiman Kota Bekasi. Forum diskusi  ini bernama Persekutuan Doa Kaum Bapak (PDKB) yang keberadaannya sama sekali tidak berhubungan dengan partai politik di masa lalu (meski memiliki singkatan yang sama).

Kegiatan PDKB berfokus pada diskusi bulanan dengan topik-topik yang berhubungan dengan iman Kristiani dan dengan semangat oikoumene, karena anggotanya berasal dari latar belakang gereja yang beraneka ragam. Berdasarkan kesepakatan dengan pengurus PDKB, selasa malam itu saya membawakan topik “Bible Life Cycle” yang tentu berhubungan dengan keberadaan layanan Lembaga Alkitab Indonesia.

Sesuai dengan siklus yang menjadi pedoman kerja lembaga-lembaga Alkitab yang tergabung dalam Perserikatan Lembaga-lembaga Alkitab Dunia (“United Bible Societies”), ada enam tahapan aktivitas yang tidak terputus: (1) Penerjemahan Alkitab, (2) Penerbitan Alkitab, (3) Penyebaran Alkitab, (4) Upaya menjadikan Alkitab sebagai pedoman hidup umat, (5) Advokasi berbasis Alkitab, dan (6) Pelayanan serta kesaksian Alkitab.

Lembaga Alkitab Indonesia yang sudah berusia 64 tahun di Indonesia menjalankan keenam tahapan aktivitas di atas yang selalu bermitra dengan gereja-gereja interdenominasi dan interkonfesi di Indonesia. Seluruh sinode Gereja Kristen di Indonesia (yang menurut data Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Departemen Agama RI ada 323 Sinode Gereja), bersama dengan umat Katolik di Indonesia semuanya menggunakan Alkitab terbitan LAI. Umat Katolik di Indonesia menggunakan Alkitab terbitan LAI oleh karena sejak 1968 proses penerjemahan Alkitab di Indonesia dilakukan bersama-sama oleh seluruh ahli penerjemahan Alkitab Gereja Kristen Protestan dan Gereja Katolik.

Dari tanya jawab, diskusi dan ramah tamah yang berlangsung sampai pukul 23.50 WIB tampak pemahaman mayoritas peserta diskusi terhadap LAI masih sangat terbatas. Bahkan ada satu Bapak yang setengah bergurau mengungkapkan kalimat demikian: “Saya pikir selama ini LAI itu punya HKBP.” Saya menjawab bahwa LAI adalah milik semua Gereja di Indonesia, karena semua produk LAI ditujukan untuk membantu seluruh Gereja. Setelah berdiskusi soal penerjemahan, Bapak ini juga menyadari bahwa HKBP selama ini memakai terbitan Alkitab terjemahan bahasa Batak Toba yang sudah berusia sangat tua. Ini berarti HKBP membutuhkan revisi terjemahan Alkitab agar bahasanya dapat lebih dipahami oleh generasi muda.

Baca juga  Piala Menhan RI 2024: Tim Beregu Putra Tenis Lapangan TNI AU Sukses Raih Juara III

Sejalan perubahan jaman, terjemahan Alkitab memang membutuhkan revisi secara periodik dari waktu ke waktu. Lazimnya setiap 30-50 tahun terjemahan Alkitab diterbitkan, sudah banyak perubahan yang menuntut adanya revisi terjemahan Alkitab.  Ada beberapa alasan mengapa terjemahan Alkitab perlu direvisi, sebagai contoh Alkitab TB (Terjemahan Baru) yang terbit tahun 1974 perlu direvisi. karena: (1) Adanya perkembangan dalam bahasa Indonesia. Ada kata-kata yang sudah usang, berubah arti, kata-kata baru. (2) Adanya perkembangan penelitian teks sumber (Ibrani, Aram, Yunani). Ada penemuan-penemuan baru yang memberikan penguatan kepada metode terjemahan Alkitab. (3) Adanya perkembangan ilmu tafsir (“exegese”), dan (4) Adanya perkembangan ilmu penerjemahan (“science of translating”).

Setelah diskusi dan dialog intensif peserta diskusi banyak memberikan masukan dan mengungkapkan ekspektasi yang tinggi terhadap LAI. Misalnya tentang pentingnya LAI mengkomunikasikan lebih gencar kepada gereja-gereja agar lebih banyak umat yang paham tentang berbagai program LAI. Juga masukan tentang pentingnya lebih menjabarkan informasi tentang berbagai pembiayaan yang dibutuhkan agar semakin banyak pihak yang terpanggil mendoakan, mewartakan dan mendonasikan berkat-berkatnya.

Karena Bapak-bapak ini memiliki profesi yang bermacam-macam maka masukan-masukannya untuk LAI sangatlah komprehensif. Mereka juga mengungkapkan ekspektasinya terhadap LAI yang cukup tinggi mengingat keseharian mereka terbiasa dengan standar profesionalisme yang tinggi. Sangat bersyukur dalam 64 tahun pelayanan LAI di Indoesia semua prinsip profesionalisme sudah diterapkan dengan prima. Salah satu tandanya adalah LAI sudah memiliki sertifikat ISO 9000 : 2001, ISO 9001 : 2008 dan sedang berproses dengan ISO 9001 : 2015.

Dengan pemahaman yang lengkap terhadap “Bible Life Cycle” dan keberadaan LAI, para anggota PDKB yang memiliki jaringan sangat luas ini berpotensi untuk menggerakkan jaringannya dalam mendukung mewujudkan Alkitab Untuk Semua. Ekspektasi tinggi dibayar dengan dukungan yang tinggi terhadap LAI, sangatlah impas.

Baca juga  Gereja & Masyarakat Marjinal

*#SalamAlkitabUntukSemua*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here