Jakarta, Suarakristen.com – “Karena narasi yang dibutuhkan, kami tidak memaksa calon presiden yang diusung Partai Golkar. Tetapi, kami mengapresiasi jika ketua umum Partai Golkar menjadi pendamping calon presiden yang diusung Partai Golkar yang memiliki nomor urut 4 dalam Pemilihan Umum tahun 2019,” demikian ditandaskan Bobby Adityo Rizaldi SE MBA CAFE dalam Diskusi Politik bertema “Evaluasi Pilkada Serentak 2018 dan Peta Politik Pilpres 2019; Siapa Pendamping dan Lawan Jokowi?” oleh mahasiswa Konsentrasi Komunikasi Politik Pasca sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta.
Ditambahkan, Bobby Adhityo, dalam satu bulan ke depan, Partai Golkar kecil kemungkinannya mengalihkan dukungan untuk posisi calon presiden 2019. “Partai Golkar tetap memperhitungkan survei-survei. Yang diwaspadai adalah slogan ‘ganti Presiden 2019′. Setelah Pilkada 2018, ada peningkatan elektabilitas capres Ir H Joko Widodo yang saat ini sedang menjabat. Capres di luar itu cenderung stagnan. Berdasarkan data-data, perlu mobilisasi dan membangun narasi yang kuat agar Jokowi dapat melanjutkan kepemimpinan negara di periode kedua pada 2019-2024. Kami tetap mempelajari meskipun elektabilitas Jokowi meningkat,’ tegas Anggota Komusi I DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar ini.
Menurut nya, justru posisi calon wakil presiden yang perlu didalami. Ada beberapa selentingan bahwa mayoritas harus diakomodir? Mayoritas yang bagaimana? Beberapa negara seperti Perancis, tentang mayoritas ini juga terabaikan meskipun di Amerika Serikat memenangi Pilpres. Politik identitas tidak salah.
“Kami membangun platform bagaimana menampung gagasan-gagasan yang berkembang menjelang Pilpres 2019. Dari konstelasi capres adalah yang memiliki casing yang sama, seperti berasal dari lingkungan masyarakat biasa. Dari platform cawapres adalah yang mampu memberikan solusi ekonomi,” urai Bobby Adhityo.
Pelaksanaan Pilkada serentak 2018 menyisakan beberapa temuan, di antaranya Daftar Pemilih Tetap (DPT), adanya calon tunggal, calon kepala daerah yang menjadi tersangka, tindak pidana, indikasi mahar politik atau money politic, serta pelanggaran netralitas ASN. Masalah ini juga menjadi persoalan untuk ke depannya agar tidak terjadi kembali, terutama dalam pemilihan presiden pada 2019. Saat ini, KPU berupaya mengumpulkan Daftar Pemilih yang nantinya akan ditetapkan pada bulan Agustus 2018 mendatang. Penetapan daftar pemilih nantinya akan menentukan seberapa banyak jumlah masyarakat yang akan memberikan hak suaranya pada pemilihan presiden 2019.