Jakarta, Suarakristen.com – Pada hari Selasa – Kamis, 8 – 10 Mei 2018 telah terjadi bentrokan antara tahanan teroris dan pihak kepolisian di Rutan Mako Brimob. Peristiwa ini telah menelan korban jiwa, lima orang polisi gugur saat bertugas dan satu orang narapidana meninggal. Menyikapi peristiwa ini, Pengurus Pusat GMKI menyampaikan beberapa hal, antara lain:
1. GMKI merasakan dukacita yang mendalam dan turut berbelasungkawa atas gugurnya lima anggota kepolisian dalam bentrokan dengan napi teroris di Rutan Mako Brimob. Lima putra terbaik kepolisian yang gugur dengan cara yang sadis menjadi pengingat bagi rakyat Indonesia bahwa terorisme dan radikalisme adalah musuh yang tidak bisa ditolerir dan harus kita lawan bersama.
2. GMKI mengharapkan adanya evaluasi terhadap upaya deradikalisasi para narapidana teroris. Bentrokan di Rutan Mako Brimob, terkhusus penganiayaan yang tidak manusiawi terhadap para polisi yang disandera, menunjukkan bahwa masih banyak tahanan yang berpaham radikal dan mereka akan sangat berbahaya jika menyelesaikan masa tahanan dan kembali hidup bebas di tengah masyarakat.
3. GMKI akan selalu mendukung Pemerintah, Polri, dan TNI dalam upaya menghadapi terorisme dan radikalisme serta mengapresiasi pihak kepolisian yang tidak terpancing walaupun lima anggotanya diketahui gugur dengan cara yang sangat sadis. Penanganan konflik dengan cara _soft approach_ ini adalah langkah reformasi kepolisian dan akan sangat baik jika dapat dilakukan oleh seluruh aparat kepolisian/TNI di semua daerah di Indonesia saat menghadapi potensi konflik apapun di daerah, khususnya konflik agraria, dan lainnya.
4. GMKI mendesak semua pihak dan semua lapisan masyarakat, terkhusus para pemimpin publik, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan para politisi untuk tidak memutar-balik fakta yang terjadi di Rutan Mako Brimob demi kepentingan kelompok masing-masing, serta tidak lagi melakukan politisasi terhadap persoalan SARA dan tidak menyampaikan ujaran kebencian baik di forum tertutup maupun terbuka, baik di ruang publik ataupun di tempat ibadah. Politisasi persoalan SARA dan ujaran kebencian menjadi benih radikalisme yang dapat meningkatkan potensi terorisme dan perpecahan di tengah masyarakat Indonesia yang heterogen.
5. GMKI meminta segenap masyarakat terkhusus generasi muda untuk semakin intens menjalin hubungan yang harmonis lintas organisasi, suku, agama, dan golongan, sehingga generasi muda dapat menjadi contoh bagaimana kita harus selalu berupaya merajut dan mengikat tali persaudaraan kita sebagai satu bangsa yang hidup senasib dan sepenanggungan.
6. Secara khusus GMKI mendesak seluruh organisasi mahasiswa, pemerintah pusat melalui Kemenristekdikti dan Kemendikbud, pimpinan perguruan tinggi, serta pimpinan lembaga agama untuk melakukan Pertemuan Nasional membahas langkah pencegahan terhadap penyebaran paham-paham radikal di dalam kehidupan sekolah dan kampus. Pernyataan Kepala BIN yakni adanya 39% mahasiswa yang terpapar paham-paham radikal harus segera diantisipasi karena kondisi ini sangat memengaruhi masa depan bangsa dan negara Indonesia.
Menutup pernyataan sikap ini, GMKI kembali mengingatkan bahwa terorisme dan radikalisme adalah wabah yang sangat berbahaya dan harus dilawan dengan cara yang sistematis, komprehensif, dan berkesinambungan. Perlu adanya integrasi kebijakan dan kerjasama di antara lembaga negara dan non negara dalam merencanakan langkah-langkah kongkrit menghadapi gerakan radikalisme dan terorisme.
Saat ini adalah masa yang sangat penting bagi kelanjutan peradaban Indonesia; apakah Indonesia akan terpecah-belah karena paham radikalisme, ujaran kebencian, dan politisasi SARA; atau rakyat Indonesia dapat tetap bersatu dengan berlandaskan pada Pancasila dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Maka teriakan dan tindakan lantang harus selalu dinyatakan. Rakyat Indonesia tidak takut dengan terorisme! Rakyat Indonesia akan melawan radikalisme, terorisme, politisasi isu SARA, dan ujaran kebencian!
Jakarta, 11 Mei 2018
*Pengurus Pusat GMKI*
Sahat Martin Philip Sinurat/ Ketua Umum
Alan Christian Singkali/ Sekretaris Umum