Oleh: Yerry Tawalujan
Periode pertama kepresidenan Jokowi ditandai dengan masifnya pembangunan infrastruktur. Rakyat disuguhkan dengan jalan tol, MRT, bendungan, pelabuhan, bandar udara dan berbagai fasilitas infrastruktur yang terbangun merata baik di kota dan di desa.
Tak heran jika tingkat kepuasan rakyat atas kinerja Jokowi menurut survey litbang Kompas mencapai angka 72,2 persen (23/4/2018)
Dengan tingkat kepuasan rakyat setinggi itu, wajar kalau banyak pihak menduga Jokowi akan melenggang mulus melanjutkan masa kepresidenannya sampai periode kedua.
Pertanyaannya, siapa yang paling pantas untuk disandingkan dengan Jokowi sebagai wakil Presiden?
Jika dilihat dari segi penguatan kepada kaum agama, maka calon wapres yang paling pas adalah dari kalangan santri. Nasionalis-agamis.
Dari segi penguatan keamanan, figur berlatar belakang tentara akan masuk sebagai nominator utama cawapres.
Dari segi penguatan ekonomi, khususnya ekonomi mikro, dibutuhkan wapres yang profesional di dunia usaha yang kesehariannya biasa bergelut dengan ekonomi riil.
Dari ketiga faktor itu; agama, keamanan dan penguatan ekonomi riil, faktor mana yang paling dibutuhkan rakyat?
Apakah faktor penguatan agama? Tentu agama itu sangat penting, tapi apakah penguatan agama yang paling dibutuhkan mayoritas rakyat Indonesia saat ini? Rasa-rasanya koq tidak.
Lalu, apakah faktor keamanan? Sama seperti faktor agama, keamanan juga penting untuk memberi perasaan tenang dan nyaman bagi masyarakat. Tapi apakah faktor keamanan yang paling dibutuhkan masyarakat saat ini? Rasa-rasanya juga tidak.
Kalau begitu, maka yang paling dibutuhkan rakyat zaman now adalah faktor penguatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi riil yang langsung dirasakan dampaknya oleh rakyat menengah kebawah.
Setelah pembangunan infrastruktur di periode pertama, periode berikutnya perlu ditindak lanjut dengan penguatan ekonomi riil. Ekonomi berbasis rakyat. Pemberdayaan ekonomi, pembenahan ekonomi mikro dan penciptaan lapangan kerja. Itu yang paling dibutuhkan rakyat sekarang ini.
Untuk penguatan ekonomi riil yang berdampak langsung ke masyarakat, Jokowi membutuhkan pelaku ekonomi. Praktisi, bukan sekedar akademisi.
Kita sudah cukup memiliki akademisi sebagai menteri keuangan. Sri Mulyani bahkan telah dinobatkan sebagai menteri terbaik di dunia lalu menyusul menteri terbaik se-Asia. Tapi belum selesai “pesta perayaan” menteri terbaik itu, Rupiah terjun bebas mendekati angka psikologis Rp. 14.000 per 1 US dollar.
Pelemahan drastis Rupiah bisa membahayakan kepemimpinan Jokowi. Ingat di 1997-1998 salah satu pemicu tumbangnya rezim orde baru adalah terjun bebasnya rupiah.
Pelemahan rupiah memiliki faktor _multiplier effect_. Berdampak ke banyak hal. Kemampuan membayar bunga utang luar negeri melemah. Harga barang konsumsi, apalagi yang ada komponen impor, melonjak tajam. Daya beli masyarakat menurun. Pertumbuhan ekonomi stagnan bahkan negatif. Ketidak percayaan dunia usaha terhadap rupiah meningkat. Bisa berlanjut ke _rush money_, penarikan uang besar-besaran seperti yang terjadi di 1998.
Dalam situasi seperti itu Jokowi sangat memerlukan HT, Hary Tanoesoedibjo sebagai pelaku usaha yang piawai berurusan dengan mikro ekonomi.
Kecerdasan ekonomi HT telah terbukti di krisis moneter 1997-1998. Selagi mayoritas perusahaan bangkrut dan gulung tikar, HT lewat PT Bhakti Investama justru berkibar. Krisis ekonomi seolah disulap HT menjadi peluang bagi pengembangan usahanya.
*Tanoeconomics* yang sedang dikembangkan HT, yang fokusnya pada penguatan ekonomi kerakyatan, membangkitkan semangat wira usaha _(entrepreneurship)_, pemberdayaan SDM dan peningkatan kualitas pekerja, penciptaan lapangan kerja dan pembukaan daerah-daerah baru sebagai sentra industri akan sangat memperkuat visi Nawacita-nya Jokowi.
HT juga dekat dengan kaum Nahdliyin dan Muhammadiyah. Dibuktikan dengan masuknya HT dalam daftar 5 Cawapres terbaik versi NU.