Jakarta, Suarakristen.com
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia ( ASPEK Indonesia) menolak Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang kini sedang menyasar jalan tol dengan full GTO per (31/10/2017). Kemungkinan jika sektor jalan tol berhasil akan diikuti oleh sektor-sektor lain seperti perbankan , ritel, logistik dll. Akibat dari sistem tersebut, akan mengancam keberlangsungan tenaga kerja di sektor tersebut.
ASPEK, mengadakan seminar nasional , dengan Tema ” Dampak Transaksi Non Tunai Terhadap Potensi PHK dan Kerugian Konsumen “, di Auditorium Adhitama Wisma Antara, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017). Pembicara Mira Sumirat Presiden ASPEK, Tulus Abadi Ketua YLKI, Bhima Yudistira Adhinegara Peneliti INDEF, Edi Prabowo, Ketua Fraksi Gerindra DPR RI, dan Ichsanuddin Noorsy pengamat Ekonomi dan Politik.
Mira Sumirat selaku Presiden Aspek mengatakan : “Gerakan nasional non tunai sangat merugikan pekerja jalan tol, karena menyebabkan banyaknya pekerja yang akan di PHK, mereka juga di paksa menjual kartu E – money. Sementara konsumen juga akan dirugikan karena tidak punya hak untuk memilih transaksi tunai atau non tunai. ASPEK Menolak transaksi non tunai tetapi tidak anti teknologi, karena teknologi diciptakan untuk mempermudah hidup bukan sebaliknya menghancurkan kehidupan para pekerja. Akibat para pekerja kehilangan lapangan pekerjaan akan berdampak turunnya kualitas hidup mereka dan keluarganya, akan banyak anak-anak putus sekolah karena orang tuanya sudah tidak sanggup membiayai.” tuturnya.
Tulus Abadi , ketua YLKI juga sependapat dengan Mira. Dengan tegas memaparkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat transaksi non tunai , selain PHK massal juga merugikan para konsumen, akibat proses isi ulang yang sulit, alasan saldo habis, atau hang, sulit bagi yang tidak punya ATM atau saat kehilangan kartu, saldo minimal yang tersisa, dikenakan biaya top up, jumlah kartu yang sangat variatif, respon mesin yang lambat dan sebagainya.
“Transaksi non tunai yang kesannya sangat dipaksakan melanggar konstitusi. Uang adalah simbol negara, menolak rupiah adalah pidana. Negara menghilangkan hak warga negaranya, karena sebenarnya ada hak warga negara untuk memilih produk. Konsumen hanya dijadikan objek,” pungkas Tulus. (fri)