Oleh: Lintong Manurung, Ketua Umum Komunitas Jabar Sejati.
Pidato politik Anies pada saat pelantikan menjadi Gubernur DKI Jakarta membuat setiap orang terperangah dan terkejut. Anies tokoh muda yang dikenal cerdas, Ph.D lulusan Northern Illinois University dan seorang non-pri Arab berani dan gegabah berbicara mengenai isu PRIBUMI yang harus jadi tuan rumah di Indonesia. Agenda dan posisi apa yang sedang dimainkan oleh Anies??Bukankah pidato politik tersebut akan merugikan dirinya sendiri, karena selanjutnya Anies akan dikenal sebagai tokoh muda yang tidak nasionalis, bahkan seorang yang rasis??
Posisi Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara dan etalase dari seluruh provinsi di Indonesia, sudah mulai digunakan menjadi corong dan Anies sudah mulai menabuh genderang perang untuk kepentingan partai dan kekuatan politik pendukung Anies. Konsekuensi dan harga yang memang harus dibayar oleh Anies atas dukungan habis-habisan yang tidak kenal lelah dari seluruh partai dan kelompok pendukung Anies selama pilgub DKI lalu.
Dilihat dari konten pidato politik Anies tersebut, masih merupakan bagian dari isu-isu politik sexy, yakni isu Asing dan Aseng yang dihembuskan oleh kelompok anti Jokowi untuk persiapan kampanye Pemilu Presiden – DPR Nasional tahun 2019 yang akan mengulangi dan melanjutkan sukses strategi Pilkada DKI dengan mempergunakan politik identitas yaitu isu pribumi diperhadapkan dengan isu asing dan aseng dan dilanjutkan dengan isu Islam diperhadapkan dengan kafir.
Statement Anies mengenai Pribumi vs Non Pribumi ini tentu jelas dapat kita maknai sebagai akibat ketimpangan antara penguasaan dan pemilikan asset nasional dari kelompok Tionghoa dengan kelompok Non Tionghoa, ditambah lagi dengan agresifitas China untuk menguasai ekonomi dunia, khususnya di Asia Pacifik, akan semakin menguatkan intensitas isu Aseng dan Asing ini.
Untuk meredam isu Asing dan Aseng ini, Pemerintah Jokowi harus bijak menyikapi dan pro aktif menyelesaikan permasalahan dan akibat yang timbul dari polemik-polemik yang muncul ditengah masyarakat menanggapi kebijakan reklamasi teluk Jakarta, proyek Meikarta, investasi China untuk pembangkit tenaga listrik, KA cepat dan infrastruktur lainnya.