Oleh: P. Ardiyanto
Perubahan paradigma (cara pandang) manajemen terhadap lingkungan bisnis dan sistem manajemen harus diawali dengan perubahan cara pandang terhadap sumber daya manusia dalam suatu perusahaan. Dalam menghadapi lingkungan bisnis yang semakin turbulen dengan perubahan-perubahan berbasis teknologi, maka satu hal yang harus disadari adalah:
√ Mengatasi berbagai masalah seperti yang saya ungkapkan pada Bagian 1.
√ Tugas utama dari CEO, para eksekutif dan manajemen harus lebih fokus pada pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia. Para karyawan harus dibentuk sebagai *knowledge workers* yang menguasai teknologi yang diperlukan dalam berbagai operasi perusahaan sehingga produktivitas kerja dapat terus ditingkatkan.
Kekuatan SDM ini adalah merupakan salah satu *keunggulan persaingan/competitive advantage* yang sulit ditiru oleh para pesaing.
Direksi harus melakukan *trend watching* untuk secara intensif memantau perkembangan teknologi yang mengubah design bisnis secara drastik. Fakta menunjukkan bahwa banyak perusahaan-perusahaan raksasa seperti Kodak dan Nokia yang jadi korban perkembangan teknologi akibat mereka lengah.
Di negara kita selama setengah dekade terakhir, tidak kurang dari raja taksi Blue Bird yang terhuyung-huyung akibat munculnya online taxi; perusahaan-perusahaan ritel raksasa seperti Matahari, Ramayana, Hypermart, dll sudah mulai menutup beberapa gerainya akibat tersaingi oleh e-business entitas seperti Tokopedia, Buka Lapak, dll yang semakin menjamur. Tokopedia yang ditukangi oleh Jack Ma, boss Alibaba di Cina bahkan sudah berhasil mengantongi omzet yang spektakuler (pada tahun 2016 saja, mencapai 1 T/bulan dengan jumlah pengiriman lebih dari 4 juta). Menurut Siti Fauziah, Lead Cimmunication dari Tokopedia, penurunan daya beli masyarakat tidak berimbas pada penjualan.
Perkembangan teknologi juga mengancam di PHK nya SDM secara besar-besaran.
Pada tahun 1971, saya berkesempatan untuk meninjau proyek water salination (penyaringan air laut menjadi air tawar) dan lembaga pengamatan cuaca terutama Tsunami di Jepang. Di kedua organisasi tersebut, jarang saya temui karyawan (sesuai penjelasan guide terkait, jumlah karyawan tidak lebih dari 7 orang). Setelah 46 tahun, saya yakin akan lebih banyak lagi fungsi SDM yang bisa digantikan oleh komputer dan robot.
Saya mendengar bahwa sedang terjadi rasionalisasi besar-besaran di bidang perbankan di seluruh dunia.
√ Pola pikir (mindset) para top executive terutama CHRO (Direktur HRD) harus fokus pada pemberdayaan SDM yang mampu menguasai sistem kerja berbasis teknologi, dan mendorong mereka untuk memiliki multi talent.
√ Terutama CEO dan CHRO harus lebih memperhatikan kebutuhan dan kepentingan para karyawan terutama karyawan kunci (high perfirmer). Kebutuhan untuk bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat, memberi peluang kepada mereka untuk melakukan rileksasi yang seimbang dengan tugas-tugas mereka di perusahaan.
Perusahaan perlu memiliki *outing activities program* seperti olah raga, darmawisata, makan bersama di luar kantor, dll. Keseluruhan program di atas, dirangkum dalam *QWL (Quality of Working Life)*
Any mistakes should be welcome, bukan ditabukan dan diancam dengan sanksi, tapi mereka harus dibina agar dapat meningkatkan potensi dan kinerjanya. Setiap atasan harus punya kemampuan agar anak buahnya dapat mengeluarkan/mendayagunakan potensinya yang masih terpendam (unleashing the potentials within)
√ CHRO dan jajaran manajemen di bawahnya punya tanggungjawab untuk merancang strategi HRD yang dapat menunjang strategi korporat dan strategi-strategi fungsional lainnya.
Bersambung
Jakarta, Selasa-26/9, ‘017
?????