Oleh : Sonny Kusuma,SH,MH,CP,Sp.
Pasca diberlakukannya surat Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 tentang : Peyumpahan Advokat, telah banyak Advokat baru yang disumpah oleh Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia berdasarkan usul Organisasi Advokat. Pertanyaannya adalah Organisasi Advokat mana yang bisa mengeluarkan rekomendasi/ usulan dalam proses penyumpahan Advokat ??
Kilas balik PERADI dan Organisasi Advokat.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam Perkara Nomor : 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 “…..organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri ( independent state organ ) yang juga melaksanakan fungsi negara,” maka sejak keluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut Organisasi PERADI merupakan satu-satunya organisasi Advokat yang menyelenggarakan baik Pengangkatan,sumpah,status ,penindakan dan pemberhentian Advokat.
Munas PERADI ke II Agustus 2015 di Makasar terjadi konflik kepengurusan sehingga tidak bisa dihindari lagi PERADI pecah menjadi tiga ( 3 ) kubu ,sehingga atas peristiwa tersebut keluarlah Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 tentang : Peyumpahan, isinya mencabut surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 serta Ketua Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumpah para Advokat yang telah memenuhi syarat, ketentuan bahwa usul penyumpahan tersebut harus diajukan oleh Pengurus PERADI sesuai dengan jiwa kesepakatan tanggal 24 Juni 2010. Ternyata kesepakatan tersebut tidak dapat diwujudkan sepenuhnya,bahkan PERADI yang dianggap sebagai wadah tunggal terpecah dengan masing-masing mengklaim sebagai pengurus yang sah.Disamping itu berbagai Pengurus Advokat dari organisasi-organisasi lainnya mengajukan permohonan penyumpahan.
Pada angka 6 surat Ketua Mahkamah Agung disebutkan “bahwa terhadap Advokat yang belum bersumpah atau berjanji Ketua Pengadilan Tinggi berwenang melakukan penyumpahan terhadap Advokat yang memenuhi syarat dalam pasal 2 dan 3 UU nomor 18 tahun 2003 atas permohonan dari beberapa organisasi Advokat yang mengatas namakan PERADI dan pengurus Organisasi Advokat lainnya hingga terbentuknya Undang-Undang Advokat yang baru “
Dari surat ketua Mahkamah Agung tersebut dapat disimpulkan bahwa Organisasi Advokat dimaksud yang bisa mengusulkan/rekomendasi penyumpahan Advokat baru kepada Pengadilan Tinggi adalah Organisasi Advokat Perhimpunan Advokat Indonesia( PERADI ) ,Kongres Advokat Indonesia ( KAI ) dan Organisasi Lainnya sesuai dengan Undang-Undang No: 18 tahun 2003 seperti: Ikatan Advokat Indonesia ( IKADIN ),Asosiasi Advokat Indonesia ( AAI ),Ikatan Penasihat Hukum Indonesia ( IPHI ),Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia ( HAPI ),Serikat Pengacara Indonesia ( SPI ),Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia ( AKHI ),Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal ( HKHPM ) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia ( APSI ).
Penyumpahan Advokat
UU Advokat memberikan kewenangan yang besar kepada Organisasi Advokat untuk melaksanakannya dan mengatur advokat, Karena besarnya kewenangan tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa baik buruknya profesi Advokat kedepan sangat tergantung dari organisasi advokat.
Sebagaimana UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 yang mengatur antara lain tentang Pengangkatan , sumpah,status ,penindakan dan pemberhentian Advokat dll, untuk dapat diangkat sebagai Advokat harus memenuhi persyaratan,salah satu persyaratan untuk dapat sebagai Advokat adalah Sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat ( PKPA ) yang dilaksanakan Organisasi Advokat dengan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi ( Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam perkara Nomor : 95/PUU-XIV/2016)
Semua Organisasi Advokat tersebut diatas bisa mengajukan usulan/rekomendasi penyumpahan pada Pangadilan tinggi setempat dengan persyaratan tertentu,namun sebelum melakukan penyumpahan selayaknya Mahkamah Agung RI cq Pengadilan Tinggi agar lebih selektif dalam mengeluarkan persetujuan penyumpahan Advokat ,hal ini dimaksud agar organisasi Advokat lebih tertib lagi melaksanakan roda organisasi ,juga jangan sampai terjadi pengangkatan advokat hanya menghimpun advokat serta mengisi pundi organisasi.
Selain calon Advokat yang memenuhi persyaratan penyumpahan sebagaimana pasal 2 dan 3 UU No: 18 Tahun 2003 tentang Advokat ,selayaknya Mahkamah Agung juga mempertimbangkan dengan meneliti organisasi advokat dimaksud apakah sudah memenuhi ketentuan Organisasi Advokat yang diatur dalam UU Nomor : 18 Tahun 2003 tentang : Advokat ,dengan kelengkapan semua organ struktur organisasi secara aktif spt : Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) ,Pengangkatan Advokat,Komisi Pengawas,Dewan Kehormatan, serta semua bagian struktur organisasi tersebut telah melaksanakan “fungsi aktif “ sesuai apa yang telah diamanatkan undang-undang Advokat .
Lebih fokus lagi apakah bidang pengawasan dan penindakan terhadap seorang Advokat telah dilaksanakan oleh Organisasi Advokat,,??jika belum maka bisa dikatakan sebagai organisasi advokat yang berfungsi sebagaimana mestinya,hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Mahkamah Agung Cq Pengadilan Tinggi dalam melaksanakan penyumpahan Advokat.
Sebagai perbandingan di negara Malaysia untuk menjadi Advokat diseleksi oleh suatu badan yang terdiri dari Ketua Mahkamah Agung,Ketua Perhimpunan Advokat dan Rektor Perguruan Tinggi Negeri disebut dengan “ Qualifying Board “ hal ini bukan berarti harus mengikuti cara Malaysia menjadi Advokat,paling tidak bisa menggambarkan betapa ketatnya seleksi untuk menjadi Advokat.
Pengawasan Organisasi ( Advokat ) oleh Mahkamah Agung .
Selain Organisasi Advokat dan masyarakat,Mahkamah Agung juga mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka pengawasan, yang bertujuan agar Advokat dan organisasi Advokat dalam menjalankan fungsinya dengan benar sesuai Undang-Undang ,dalam hal ini Mahkamah Agung RI juga diberikan kewenangan untuk mengawasi Advokat sebagaimana Undang-Undang Nomor : 5 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang : Mahkamah Agung.
Pasal 36 “ Mahkamah Agung dan Pemerintah melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum dan Notaris”.
UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat juga mengatur kewenangan Mahkamah Agung disebutkan :
Pasal 29
Ayat 2) Setiap Organisasi Advokat harus memiliki buku daftar anggota
3) salinan buku daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
4) Setiap 1 (satu) tahun organisasi Advokat melaporkan pertambahan dan/perubahan jumlah anggotanya kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
Penyampaian informasi tentang data dan administrasi Advokat kepada Mahkamah Agung dan instansi lainnya merupakan salah satu bentuk pengawasan sangat penting,disamping itu Mahkamah Agung juga mengetahui Advokat yang telah berhenti atau diberhentikan oleh Organisasi Advokat tidak bisa lagi melakukan Praktek beracara di dalam maupun diluar pengadilan.
Menurut pengamatan penulis sekarang ini masih ada Advokat yang telah di berhentikan tetap dari Profesi Advokat masih bisa beracara di pengadilan,walaupun Organisasi Advokat telah membuat surat salinan keputusan dan menyampaikan kepada Mahkamah Agung RI.Pada hal inilah pengawasan dan penindakan sangat di perlukan , jika dibiarkan terus berpraktek maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat merugikan masyarakat pencari keadilan dan juga mencoreng citra profesi Advokat itu sendiri.
Pengawasan sehari-hari seorang Advokat dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk oleh Organisasi Advokat.selain itu juga peran aktif masyarakat diharapkan bisa memberikan pengawasan terhadap Advokat .
Dalam pengukuhan Profesor Kehormatan Civitas Akademika Universitas Jayabaya Prof.Dr Otto Hasibuan,SH,MM mengatakan “ Peran Organisasi Advokat menjadi sangat penting.Organisasi Advokat menjadi satu-satunya penghubung antara tanggung jawab Advokat dengan masyarakat dengan pencari keadilan.Karena Organisasi Advokat menjadi satu-satunya wadah bagi masyarakat ( pencari keadilan ) untuk mengontrol apakah Advokat menjalankan profesinya itu dengan benar atau menyimpang”.
Oleh karenanya sebelum terbentuknya UU Advokat yang baru ,diharapkan Mahkamah Agung menjalankan amanat dari Pasal 36 UU Nomor : 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung serta UU No: 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Peran serta secara aktif Mahkamah Agung dalam hal pengawasan Organisasi Advokat dapat dilakukan dengan cara “memverifikasi Organisasi Advokat “ yang tujuan akhirnya adalah bisa diharapkan meningkatkan kualitas profesi Advokat .Dengan demikian Mahkamah Agung RI turut andil juga dalam mewujudkan Advokat sebagai profesi yang terhormat “ Officium Nobile” yang mengedepankan hukum dan keadilan,dengan tidak melepaskan fungsi Advokat yang bebas,mandiri dan bertanggung jawab.
Penulis
SONNY KUSUMA,SH.MH.CP,Sp.
( HP : 082123020076 )
Pendiri Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia ( HAPI )
Sekretaris Dewan Kehormatan PERADI DKI Jakarta.
Daftar Pustaka :
– Otto Hasibuan ,Prof.Dr,SH,MM“ Mewujudkan Cita-Cita Advokat demi tercapainya RULE OF LAW,Jakarta 2014.
– Putusan MK 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006.
– Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam perkara Nomor :95/PUU-XIV/2016
– surat Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015.
– Kode Etik Advokat Indonesia ( KEAI )
– Undang-Undang Nomor : 5 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985.
– UU Nomor : 18 Tahun 2003 tentang : Advokat