Elizabeth Frans, M.Th
Teori Evolusi sering diklaim sebagai sebuah fakta ilmiah yang tidak bisa dipungkiri sekalipun tidak ada bukti empiris bagaimana zat/materi tidak bernyawa (mati) menjelma dan berevolusi menjadi makhluk hidup yang sangat kompleks. Tidak ada bukti empiris yang menunjukkan darimana asal dan bagaimana sebuah benda mati sederhana yang tidak terorganisir bisa memberi struktur, desain, potensi dan perkembangan pada benda mati lainnya sehingga berevolusi menjadi benda hidup. Akhirnya, tidak ada bukti empiris yang bisa menunjukkan berjuta-juta, mungkin bermilyar-milyar, langkah-langkah evolusi bertahap yang diperlukan untuk bertransformasi dari gumpalan atom-atom yang tidak bernyawa (mati) menjadi manusia yang benar-benar berevolusi.
Memang ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan hal-hal ini. Tetapi tidak ada data empiris yang bisa membuktikan teori-teori tersebut.
Para Evolusionis sering berbicara tentang “kemampuan-kemampuan alam untuk mendesain dirinya sendiri”, seolah-olah alam mempunyai pikiran. Tetapi kenyataannya, alam bekerja dengan sebuah sistim yang sudah didisain secara canggih, terpola, interaktif dan logis. Alam bukanlah seorang pribadi/persona. Karena itu, dari materi/benda mati tidak mungkin berkembang sendiri “kehidupan, pikiran, gagasan, logika, rasionalitas, kreativitas, emosi dan moralitas” yang begitu kompleks dan canggih, kalau tidak ada Desainer Agung yang menciptakan dan “menghidupkannya”. Apa yang bisa menyebabkan materi/benda mati menjadi “manusia” yang hidup, yang bisa berpikir, menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi-teknologi canggih, bisa beregenerasi, yang mempunyai ratusan milyar sel-sel yang sudah mempunyai fungsi-fungsi tertentu?
Pertanyaannya bukanlah, “apakah umat manusia hanya merupakan sampah kimia di planet berukuran sedang ini?” seperti yang Stephen Hawking tanyakan. Pertanyaan utamanya adalah, “Dimana dan bagaimana “sampah kimia” itu menjelma di tempat pertama dan mengorganisir dirinya sendiri menjadi bentuk-bentuk kehidupan yang kompleks?
“Bagaimana mungkin dan bagaimana caranya milyaran species/jenis makhluk hidup di bumi berasal dari satu sel tunggal kecil yang terjadi secara spontan/kebetulan/begitu saja, tanpa sebab-musabab, kemudian bisa berkembang/berevolusi dengan sendirinya menjadi bermilyar species makhluk hidup? Bagaimana mungkin milyaran species makhluk hidup terjadi dan berkembang dari benda-benda mati?
Untuk menjawab persoalan asal usul kehidupan (makhluk hidup, khususnya manusia) secara logis, akademis dan obyektif, sebaiknya kita dan para evolusionis belajar dari para ahli pencipta robot humanoid (yang struktur tubuhnya mirip manusia) kontemporer. Robot humanoid canggih itu bernama “Roboy” dan merupakan kreasi dari ilmuwan-ilmuwan Universitas Zurich.
Dari hasil ribuan kali riset, pengembangan, eksperimen, sintesa dan rekayasa, para ilmuwan robot yang paling pintar dan canggih di dunia inipun mengakui bahwa tidaklah mungkin sebuah robot (dari yang paling sederhana, apalagi yang paling canggih) dapat berkembang/berevolusi apalagi “terjadi/tercipta” begitu saja/secara spontan/kebetulan kalau tidak ada pencipta dan desainernya! Para ahli robot kontemporer berkesimpulan, tidak mungkin robot dapat terjadi dan berevolusi sendiri dari sebuah (sel) kabel sederhana (atau apapun komponennya) kemudian mendesain, merekayasa dan me(re)produksi dirinya sendiri secara kreatif dan imajinatif menjadi sebuah robot canggih yang bisa berjalan, berpikir, berbicara, bekerja dan berkreasi, kalau tidak ada arsitek, desainer dan penciptanya yang pintar. Robot tidak mungkin muncul dan terjadi begitu saja melalui reaksi kimia dan elektrik (bahkan dalam ruang laboratorium yang paling canggih), kalau tidak ada ahli robot yang mendesain, menciptakan dan menghidupkannya! Dari konsepsi, desain sampai ke manufaktur dan pemasangannya, setiap proyek penciptaan robot pasti memerlukan puluhan insinyur, ilmuwan dan rekanan yang berkompeten untuk mengerjakannya. Sebuah patung yang didesain seperti robot dan dikuburkan dalam catatan fosilpun dipastikan tidak dapat berevolusi/berkembang menjadi makhluk hidup secara kebetulan/spontan!
Sebagai perbandingan dan dalam kaitan/analoginya dengan eksistensi manusia (sebagai Pencipta robot) sebagai makhluk paling rasional di bumi ini, yang dapat berpikir, berperasan, berencana, berbicara, menciptakan musik/pesawat terbang, bercinta, berhitung dan bereproduksi,- kita dapat menyimpulkan dengan logis bahwa struktur, desain dan fungsi-fungsi organ tubuh manusia secara keseluruhan (yang jauh lebih kompleks dan canggih dari robot), tidak mungkin berkembang dan berevolusi dan terjadi begitu saja secara kebetulan/spontan, kalau tidak ada Penciptanya.
Jadi, secara ilmiah, akademis dan rasional kita menyimpulkan bahwa argumentasi Teori Evolusi tentang asal usul kehidupan (manusia khususnya) yang berasal dari benda mati dan terjadi secara kebetulan/spontan tanpa ada Penciptanya, adalah sangat letoy, impoten, lemah, tidak rasional, bertentangan dengan akal sehat dan hukum dasar fisika!
Alkitab menyatakan, “Orang bebal berkata dalam hatinya: “Tidak ada Allah”” (Mazmur 14:1; 53:1). Alkitab juga menegaskan bahwa orang tidak dapat berdalih untuk tidak percaya pada Allah Pencipta, “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Roma 1:20). Menurut Alkitab setiap orang yang menyangkal keberadaan Tuhan adalah orang bebal, tidak tahu diri, naïf dan picik. Amin!
(Elizabeth Frans, M.Th. dari berbagai sumber)