Polemik Ijazah Jokowi: Bentuk Strategi Politik dan Tanggung Jawab Akademik UGM

0
401

Polemik Ijazah Jokowi: Bentuk Strategi Politik dan Tanggung Jawab Akademik UGM

Oleh: Jeannie Latumahina

Belakangan ini isu keaslian ijazah Presiden Joko Widodo sudah lama, santer menjadi perbincangan publik. Menariknya, kontroversi ijazah ini tak kunjung mereda meski Jokowi sudah tidak lagi menjabat sejak Oktober 2024. Bahkan, polemik ini semakin menguat di media sosial dan berbagai platform pemberitaan. Jika kita cermati, tidak menutup kemungkinan bahwa isu ini dengan sengaja diulur-ulur Jokowi sebagai bagian dari strategi politiknya yang cukup jitu. Sebagaimana yang beberapa kali dilakukan Jokowi dalam karir politiknya.

Kita ketahui karier politik Jokowi dimulai dari tingkat lokal, ketika ia terpilih sebagai Wali Kota Surakarta (Solo) pada 2005. Selama dua periode memimpin, Jokowi dikenal berhasil melakukan berbagai inovasi yang mengubah wajah Solo, seperti pengembangan transportasi umum Batik Solo Trans dan penataan kawasan kota. Pada 2012, Jokowi melanjutkan kariernya sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga 2014, sebelum akhirnya terpilih sebagai Presiden Indonesia. Dan sekarang meski sudah lengser dari jabatan presiden pada 2024, Jokowi tetap terus aktif di panggung dunia politik.

Saat ini, tampaknya Jokowi sedang mematangkan gagasan untuk mendirikan sebuah partai politik gaya baru yang dikenal dengan nama “Partai Super Terbuka” atau “Partai Super Tbk”. Dimana partai ini akan dirancang sebagai partai milik bersama seluruh anggotanya, dengan mekanisme pemilihan ketua secara terbuka oleh anggota. Gagasan ini masih dalam tahap pematangan dan belum menjadi partai resmi, namun mendapat perhatian masyarakat luas.

Dalam konteks ini, maka isu keaslian ijazah yang terus diperdebatkan justru dimanfaatkan menjadi alat yang cukup efektif untuk bisa menjaga agar sorotan publik tetap tertuju padanya. Dengan begitu, nama Jokowi tetap hidup dan relevan di tengah persaingan politik yang semakin sengit.

Baca juga  Ambisi iklim Indonesia Melaju dengan Peluncuran Inisiatif Konservasi dan Keberlanjutan Hutan serta Lahan Gambut

Demikian juga sikap Jokowi yang memilih untuk tidak membuka dokumen asli secara bebas, tapi tetap siap menghadapi proses hukum, adalah langkah yang cukup cerdas. Dengan pernyataannya menegaskan akan kesiapannya untuk menunjukkan ijazah asli di pengadilan jika diperlukan, namun Jokowi tetap menolak memperlihatkannya secara terbuka demi menjaga privasi dan menghindari politisasi berlebihan. Dengan mengalihkan penyelesaian isu ke ranah hukum, Jokowi dapat menghindari debat publik yang kerap berujung polarisasi dan kericuhan. Ini sekaligus menjaga kredibilitasnya tanpa harus terpapar langsung pada tekanan massa atau media yang kadang kurang objektif.

Menjaga dokumen asli dari akses publik yang terlalu luas juga masuk akal. Ini penting untuk mencegah potensi penyalahgunaan dokumen, seperti pemalsuan atau manipulasi data yang bisa merugikan secara pribadi maupun politik. Jadi, mengulur waktu bukan soal mengalihkan perhatian dari isu pemerintahan, melainkan menjaga posisi dan relevansi politik di era pascapresiden.

Tak heran jika sejumlah analis menilai Jokowi justru memanfaatkan polemik ini untuk keuntungan politiknya. Dengan terus mengangkat isu keabsahan ijazah, namanya tetap menjadi perbincangan hangat di publik dan media. Polemik ini jadi semacam “alat politik” yang membuatnya tetap relevan dan sulit dilupakan. Bahkan, isu ini bisa menjadi cara untuk mengkonsolidasikan dukungan sekaligus menyingkirkan lawan politik yang menggunakan isu serupa sebagai senjata.

Di tengah gelombang polemik, Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai Perguruan Tinggi Negeri dan juga institusi penerbit ijazah Jokowi berada pada peran yang krusial. UGM telah berulang kali memberikan klarifikasi resmi yang menegaskan keaslian ijazah tersebut. Jokowi tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan angkatan 1980 dan menyelesaikan studinya hingga diwisuda pada November 1985. UGM juga telah menyerahkan dokumen lengkap mulai dari pendaftaran, transkrip nilai, hingga ijazah asli kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden pada 2014 dan 2019.

Baca juga  Suara Orang Muda Tolak Jadi Target Industri Rokok Menggema Hingga Internasional

Sikap UGM bagaimanapun harus tetap konsisten dengan menjunjung prinsip transparansi dan profesionalisme. Nama baik UGM, civitas akademika, dan para alumninya harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Selain daripada itu UGM perlu terus membuka ruang dialog konstruktif dengan publik dan pihak-pihak yang mempertanyakan, namun tetap menjaga integritas akademik dan independensi institusi. Serta seharusnya menolak politisasi isu akademik dan menegaskan bahwa tuduhan palsu terhadap ijazah adalah fitnah yang merugikan reputasi kampus dan civitas akademika.

Polemik keaslian ijazah ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan bagian dari manuver politik yang lebih luas dan kompleks. Dan Jokowi berusaha mengelola isu ini dengan hati-hati agar bisa selalu mempertahankan citra positif, menghindari polarisasi yang merugikan, dan menjaga dokumen pribadinya tetap aman dari potensi penyalahgunaan.

Sementara itu disisi lain UGM juga harus menjadi benteng kredibilitas akademik dan memberikan klarifikasi tegas demi melindungi nama baiknya dan civitas akademika.

Di era informasi yang serba cepat dan penuh disinformasi, tanggung jawab institusi pendidikan tinggi seperti UGM sangatlah besar. Memberikan klarifikasi lengkap dan edukasi publik tentang proses akademik serta verifikasi ijazah bukan hanya soal membela nama baik kampus, tapi juga menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan nasional. Selanjutnya adalah semakin baik UGM menggandeng media kredibel dan tokoh akademik untuk menyampaikan fakta secara objektif serta membuka forum diskusi terbuka adalah langkah strategis untuk menciptakan iklim diskusi yang sehat dan berimbang.

Bagaimanapun juga polemik ini harus menjadi pelajaran bersama bahwa isu akademik seharusnya tidak boleh dipolitisasi. Kejujuran dan transparansi harus dijunjung tinggi, bukan hanya demi nama baik individu maupun institusi, tapi juga demi menjaga integritas demokrasi dan kepercayaan publik.

Baca juga  Program MBG Kembali Bermasalah, Koalisi Pemuda Desak Evaluasi Serius

Sabtu, 19 April 2025