Nasib Pelaku UMKM pada Gelombang Kedua Pandemi Covid -19

0
691

Nasib Pelaku UMKM pada Gelombang Kedua Pandemi Covid -19

 

Penulis :
Baster D. Kareng (Kader GMKI Cabang Ternate)

 

Mungkin kita terlalu lelah melihat jumlah angka yang terpampan rapi di media sosial sebagai jumlah orang yang terpapar virus Covid-19 varian baru. Setiap harinya, jumlah orang yang terpapar virus Covid-19 varian baru meningkat masif dan butuh perawatan intensif. Situasi ini membuat masyarakat mengalami ketakutan yang berlebihan (fobia), mengganggu psikologis dan menurunkan imunitas tubuh.

Kita tidak perlu takut dengan informasi yang ada di media sosial namun kita harus tetap mematuhi protokol kesehatan salah satunya dengan cara mengurangi mobilitas serta aktivitas selama pandemi.

​Mengurangin mobilitas dan aktivitas selama pandemi sangat efektif untuk memutuskan mata rantai penularan Covid-19, namun memiliki dampak ekonomi bagi masyarakat, khususnya bagi pelaku UMKM.

Thaha (2020) dalam penelitiannya menunjukan bahwa pelaku UMKM pada sektor makanan dan minuman yang terkena dampak pandemi covid-19 sebanyak 163.713 pelaku usaha. Penelitian ini dilengkapi data laporan pelaku UMKM yang mengalami penurunan penjualan. Penurunan penjualan UMKM berdampak pada perekonomian nasional karena UMKM sangatlah strategis hingga menyentuh masyarakat kelas bawah.

Sama halnya dengan Amri (2020) yang melaporkan bahwa jumlah UMKM yang mampu menyerap sebasar 97% tenaga kerja dan 89% dari sektor mikro, mencapai 62,9 juta. Keberhasilan lain UMKM adalah mampu menyumbangkan 60% pada produk domestic bruto nasional.

Berangkat dari itu, Soetjipto (2020) dalam data penelitianya menunjukan bahwa yang mengalami dampak penurunan penjualan sebesar 75%, pelaku UMKM yang mampu bertahan 1-3 bulan sebesar 51%, yang menginginkan dana darurat sebesar 67%, dan pelaku UMKM yang yakin menghadapi pandemi hanya sebesar 13%.

Selanjutnya, yang menyebabkan omzet pelaku UMKM menurun, yaitu karena menurunya daya beli konsumen 63%, konsumen takut membeli karena adanya aturan yang membatasi 46%, dan adanya aturan operasi toko 42%, pelaku UMKM memilih menghentikan produksi 33%, menghabiskan stok barang yang dikembalikan 19%, malakukan produksi ketika ada pemesanan 8%, dan membuka dagangan dengan protokol kesehatan 27% (Soetjipto,2020).

Baca juga  Corporate Forum for CSR Development (CFCD) Menyelenggarakan Kembali Anugerah Indonesian CSR Award (ICA) dan Indonesian SDGs Award (ISDA) 2024.

​Hal serupa juga disampaikan oleh Pak Yanto (pelaku UMKM), bahwa selama pandemi pendapatan mereka menurun, karena adanya aturan pembatasan waktu operasional usaha. Yang biasanya dalam sehari bisa beroperasi selama 12 jam, kini dibatasi hanya 8 jam untuk beroperasi.

Berhubungan dengan itu, ibu Johana yang juga pelaku UMKM, menambahkan bahwa penyebab menurunnya pendapatan di masa pandemi adalah sepinya pengunjung. Sehingga selama pandemi para pelaku UMKM juga memanfaatkan media sosial untuk melakukan pemasaran dan pelayanan bagi konsumen menggunakan sistem pesanan.

Merinci dari data penelitian tersebut, dapat dilihat adanya persoalan bagi pelaku UMKM di masa pandemi. “Kebijakan mengurangin mobilitas dan aktivitas merupakan suatu masalah yang menyebabkan pasar konvensional sepi”.

Melihat situasi ini, pelaku UMKM harus mengubah strategi dalam memasarkan produk pada pandemi. “Memanfaatkan pasar digital (digital marketing) dianggap paling efektif untuk menjangkau pasar dari berbagai kelas masyarakat.” Strategi ini dapat hemat biaya operasional, biaya produksi dan biaya distribusi. Berbeda halnya dengan pasar konvesional yang membutuhkan biaya produksi dan distribusi. Selain itu, pelaku UMKM tidak terbebani dengan biaya tempat berjualan sehingga dapat memasarkan produk dengan maksimal melalui media online.

Namun masih banyak hambatan, mayoritas pelaku UMKM belum menguasai teknologi marketing digital. Dalam situasi saat ini, pemerintah mendorong pelatihan digital marketing untuk pelaku UMKM. Pelatihan ini sangat membantu agar pelaku UMKM menjaga omset hasil penjualan. Pemerintah juga mendorong agar masyarakat yang memiliki ekonomi menegah keatas untuk membeli kebutuhan sehari hari pada UMKM sehingga tetap ada perputaran uang di masyarakat. “Kita ciptakan gotong royong pada saat Pandemi”

Untuk menjaga omset, pelaku UMKM ikut serta memproduksi barang yang dibutuhkan pada masa pandemi misalnya hand sanitizer, masker, obat obatan, serta alat kesehatan.

Baca juga  CPOPC Ministerial Meeting ke 12 Perkuat Kerja Sama dan Promosi Keberlanjutan Industri Sawit

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here