BATU MENJADI BAJU

0
674

BATU MENJADI BAJU

Oleh: Jansen Sinamo

Pada Maret 1965 Bung Karno menginspirasi sejumlah insinyur di Istana Bogor untuk bisa membuat baju dari batu.

Di lab Teknik Kimia ITB Bandung, tantangan Bung Karno itu diwujudkan oleh sekelompok insinyur kimia: Ir Wibowo Suryo dkk.

Batu gamping dibikin nenjadi kalsium karbida; karbida direaksikan dengan air dan menghasilkan asetilena; kemudian dipolimerisasi serta dibentuk nenjadi serat dengan bantuan spineret; untuk kemudian ditenun menjadi tekstil.

Woala, Indonesia berhasil membuat baju dari batu.

Sayang zaman berjungkir balik sesudahnya sehingga inovasi itupun redup.
***

Pada awal 1980an, Ir Subagjo merasa mendapat tantangan yang sama besar dengan yang diberikan Bung Karno itu kepadanya sebagai insinyur kimia: yakni membuat katalis untuk keperluan industri kimia: pupuk, plastik, minyak, dsb.

Katalis adalah zat khusus yang mempercepat berbagai reaksi kimia dalam sebuah reaktor untuk menghasilkan zat yang diunginkan sang insinyur.

Puluhan tahun Pak Subagjo dan timnya coba terus membuat katalis, bekerja sama dengan pabrik pupuk dan kilang minyak; namun tidak berhasil pada skala industri. Para petinggi industri juga lebih suka menggunakan katalis impor: dari Jepang, Amerika, dan sebagainya. Tak ada merah putih di dada mereka, keluh Pak Subagjo.

Memasuki tahun 2000an, tim katalis ITB ini makin menyadari vitalnya ketersediaan katalis untuk mengubah minyak sawit, minyak nabati umumnya, yang semakin melimpah produksinya, menjadi minyak bakar dalam orde puluhan juta ton: solar, bensin, dan avtur. Mereka makin bertekad membuat Katalis Merah Putih, sebutan khas buatan anak bangsa.

Pada pertemuan Presiden Jokowi dengan Prof Subagjo Mei 2019 dalam sebuah qcara, Presiden memerintahkan agar dibangun pabrik khusus untuk memproduksi semua jenis katalis yang dibutuhkan Indonesia, khususnya untuk mengubah minyak sawit mentah (CPO) menjadi bahan bakar.

Baca juga  Gebrakan Bikers For Christ Indonesia (BFCI) Gandeng FORMAS & GPdPI Peringati Jasa Pahlawan.

Produksi CPO Indonesia yang kini mencapai 46 juta ton setahun, rencananya akan diubah menjadi B100, sesudah sebelumnya sukses membuat B10, B20, dan B30; bahan bakar sawit, di semua kilang Pertamina.

Kebetulan beberapa tahun belakangan ini CPO Indonesia dituduh sebagai “minyak berdosa” di pasar Eropa dan didiskriminasi.

Tapi ini malah menjadi momentum bagus bagi Indonesia untuk tidak lagi menjual CPO ke pasar Uni Eropa, tapi mengolahnya menjadi bbs (bahan bakar sawit) yang lebih bernilai ekonomis tinggi.

Begitulah, justru di era pandemi ini ekonomi sawit semakin menguntungkan bagi masyarakat pegiat sawit, industri terkait, dan negara beruntung ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here