Sensus Penduduk: Pertarungan Terakhir Trump di Mahkamah Agung
Suarakristen.com
Sejauh ini langkah tim kampnye dan hukum sang petahana Presiden Donald Trump menggugat sejumlah pelanggaran Pemilu di pengadilan federal ditolak.
Tapi, dalam hal ini tim hukum Trump tak habis akal untuk membawa kejahatan dalam Pemilu AS ke Supreme Court.
Peneliti Politik Amerika Jerry Massie menilai kendati menang secara legal, sejak awal agak sulit lantaran sudah di blok oleh pemerintah fedaral yang dikendalikan oleh partai Demokrat apalagi didukung oleh ratusan media mainstream di Amerika dan dunia.
“Sebut saja, Michigan, Pennyslavania, Wisconsin, Nevada, gubernurnya berasal dari partai Demokrat. Selain ada dewan kanvas, pengamat pemilu maka Menteri Luar Negeri punya peran besar dalam pemilu tersebut,” kata Jerry.
Lanjut kata dia, pertikaian blockbuster terakhir di Mahkamah Agung atas kebijakan imigrasinya yang memecah belah, dan yang satu ini masuk ke jantung bagaimana kekuasaan politik AS dialokasikan.
Menurut Jerry, pemerintah akan berupaya mengeluarkan pemilih imigran tidak berdokumen dari penghitungan sensus yang digunakan untuk membagi kursi kongres dan dana federal. Paling tidak ini akan menguntungkan Trump sendiri.
Bisa saja ujar jebolan American Global University ini akan ada pengurangan kursi di sejumlah negara bagian. Misalkan Texas yang bertahun-tahun didominasi oleh Partai Republik yang berjumlah 38 bisa saja berubah begitu pula basis Demokrat di California dengan 55 electoral College, begitu pula New York markas imigran ilegal yang jumlah Electoral College-nya 29,” ujarnya.
Dan ini akan mengubah kebijakan praktik selama lebih dari dua abad di negara yang selalu menghitung penduduk bukan warga negara, bahkan mereka yang berada di AS secara ilegal.
Sejauh dilansir bloomberg, pemerintah berlomba untuk menyelesaikan penghitungan, dan menyerahkan laporan ke Kongres, sebelum Joe Biden dilantik untuk menggantikan Trump pada 20 Januari.kritikus mengatakan Trump mencoba memanipulasi angka dengan mengorbankan daerah-daerah yang condong ke Demokrat dengan populasi imigran tinggi.
“Kasus ini tentang persyaratan konstitusional dasar tentang bagaimana perwakilan politik dibagi di negara ini,” kata Dale Ho, seorang pengacara Persatuan Kebebasan Sipil Amerika yang akan membantah rencana Trump pada hari Senin.
“Selama 230 tahun, ini telah menjadi basis orang yang tinggal di setiap negara bagian, dan apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah adalah penyimpangan radikal dari itu.”
Sesi 80 menit pada hari Senin adalah argumen Mahkamah Agung terbesar Trump yang tersisa dalam sebuah kepresidenan yang ditentukan oleh polarisasi pertempuran hukum atas imigrasi.
Sejak 2018, pengadilan telah menguatkan pembatasan Trump atas perjalanan dari beberapa negara yang mayoritas penduduknya Muslim, memblokir penambahan pertanyaan kewarganegaraannya ke dalam sensus dan menghentikannya untuk membatalkan program deportasi yang ditangguhkan DACA. hakim juga membiarkan Trump memaksa pelamar suaka untuk menunggu di Meksiko dan membebaskannya untuk menggunakan dana Pentagon yang dialihkan untuk membangun pagar di sepanjang perbatasan Meksiko.
Pengadilan menempatkan kasus sensus terbaru di jalur cepat, membuat keputusan mungkin pada akhir tahun. Tetapi tantangan itu hanyalah salah satu dari beberapa rintangan yang harus diatasi Trump untuk mencapai tujuannya.
Minggu depan kata Jerry akan disidang di Mahkamah Agung. Trump bisa lega lantaran jumlah hakim Agung Amerika berjumlah 9 orang dan mayoritas hakim konservatif 6-3 yang dia bantu ciptakan.
Presiden mempertahankan memorandum 21 Juli sehingga membuat kebijakan administrasi untuk mengecualikan imigran tidak berdokumen dari hitungan.
memo tersebut memberitahu Sekretaris Perdagangan untuk mengirimkan kepada presiden penghitungan yang mengecualikan kelompok itu, bersama dengan satu set angka terpisah yang menunjukkan total populasi.
Undang-undang federal saat ini mewajibkan sekretaris perdagangan untuk mengirimkan angka sensus kepada presiden paling lambat 31 Desember, dan presiden untuk mengirimkan nomor kepada Kongres untuk mengalokasikan kursi DPR paling lambat 10 Januari.
Tiga pengadilan yang lebih rendah di seluruh negeri mengatakan kebijakan Trump melanggar Konstitusi atau undang-undang federal. Dalam kasus langsung di hadapan hakim, panel tiga hakim di New York mengatakan rencana itu bertentangan dengan Undang-undang sensus, yang mewajibkan sekretaris Perdagangan untuk menunjukkan “tabulasi total populasi menurut negara bagian” dan mengatakan presiden harus memberi Kongres “jumlah keseluruhan orang di setiap negara bagian”.
Kebijaksanaan Presiden
Pemerintahan Trump berpendapat undang-undang itu memberi ruang bagi presiden untuk mengecualikan orang-orang yang berada di negara itu secara ilegal. Pengacara tertinggi Mahkamah Agung administrasi, bertindak sebagai Pengacara Jenderal Jeffrey Wall, berpendapat dalam surat-surat pengadilan bahwa frasa “orang-orang di setiap negara bagian” berarti “penduduk,” sebuah istilah yang penerapannya membutuhkan penggunaan keputusan.
“Presiden tidak perlu memperlakukan semua orang asing ilegal sebagai ‘penghuni’ negara bagian dan dengan demikian membiarkan pembangkangan mereka terhadap hukum federal mendistorsi alokasi perwakilan rakyat,” kata Wall.
Pendukung upaya presiden mengatakan pendekatannya sudah lama tertunda.
“Yang dipertaruhkan adalah apakah rakyat Amerika diwakili di Kongres atau apakah orang lain yang bukan bagian dari rakyat Amerika juga diwakili di Kongres,” kata Christopher Hajec, direktur litigasi di Institut Hukum Reformasi Imigrasi.
pemerintah juga harus membela diri dari anggapan bahwa rencana tersebut inkonstitusional. Dalam kasus terpisah di California, pengadilan mengatakan Trump melanggar ketentuan konstitusional yang mengharuskan kursi kongres dibagi sesuai dengan “jumlah keseluruhan orang di setiap negara bagian.”
Kendati ini ucap Jerry, ditantang oleh negara bagian yang dipimpin oleh New York dan kelompok advokasi yang diwakili oleh ACLU tapi ini tak akan menghalangi langkah Presiden Donald Trump.