Komunisme Memang Gagal

0
1402

Komunisme Memang Gagal

 

OLEH:  FRANZ MAGNIS-SUSENO

 

Apa Indonesia mau diambil alih komunis? Apakah Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah di depan pintu (ante portas)?

Dalam psikologi, ribut-ribut hal-hal yang tak nyata disebut histeri. Ribut-ribut PKI akhir-akhir ini, jangan-jangan efek psikologis sampingan virus korona. Tetapi ribut-ribut itu sudah mulai sebelum virus itu.

Komunisme

Mari kita melihat realitas. Pada 60 tahun lalu, Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan salah satu kekuatan politik dan sosial paling gagah di Indonesia. Banyak alasan untuk mencurigai (penulis sendiri juga mencurigainya) bahwa PKI bertujuan membuat Indonesia menjadi negara komunis.

Namun, sesudah Gerakan 30 September/G30S (1965)—yang oleh kebanyakan ahli dianggap digerakkan oleh pimpinan PKI—gagal, PKI dihancurkan, dilarang pada 12 Maret 1966, dan dilarang secara konstitusional oleh MPRS dalam TAP XXV/1966.

PKI terakhir kedengaran tahun 1968. Percobaan sisa-sisa PKI untuk membangun basis perlawanan di daerah Blitar Selatan itu dihancurkan oleh TNI. Sesudah itu, tak pernah ada tanda kehidupan PKI lagi.

Memang, dalam 40 tahun terakhir ada banyak kejadian: pembajakan pesawat terbang, percobaan peledakan Candi Borobudur, sekian kerusuhan dan peristiwa kekerasan, sekian tindakan terorisme dengan ratusan orang yang menjadi korban.

Kita tahu persis, dari sudut mana ancaman-ancaman itu. Tak satu pun dihubungkan dengan PKI oleh aparat keamanan kita yang cukup tepercaya.

PKI pernah dengan bangga menjadi bagian dari komunisme internasional. Sama seperti partai-partai komunis lain, PKI hidup dari semangat persatuan komunisme internasional. Komunisme internasional dipimpin oleh Uni Soviet dan kemudian juga oleh Republik Rakyat China (RRC).

Komunisme mencapai kekuasaan paling luas tahun 1975 dengan kemenangan komunis dalam Perang Vietnam. Hampir sepertiga dunia di bawah kekuasaan komunis. Tetapi di tahun itu pun keruntuhan komunisme menjadi kentara.

Baca juga  Dihadiri Wamenhan Rakortas Bulog Transformasi Kelembagaan

Uni Soviet dan RRC bermusuhan keras. Partai-partai komunis di Eropa Barat melemah menjadi Euro-komunisme. Kuba menjadi the odd man out di Amerika Latin.

Kemenangan terakhir suatu gerakan yang berhaluan kiri dicapai tahun 1979 oleh kaum Sandinista di Nikaragua. Sesudah itu, tak ada gerakan revolusioner-pemberontak satu pun yang berlatar belakang kiri-komunis. Semua gerakan revolusioner baru, dan ada banyak, bersifat etnik atau agamis, atau dua-duanya.

Komunisme memang gagal. Gagal secara fenomenal. Terutama komunisme Soviet. Komunisme Soviet gagal membangun suatu sistem ekonomis yang bisa memenuhi harapan rakyatnya dan karena itu kehilangan daya tarik. Tahun 1989 secara mengejutkan kekuasaan Soviet di Eropa Timur runtuh dan dua tahun kemudian Uni Soviet sendiri runtuh.

Selesai, habislah apa yang dimulai dengan Revolusi Oktober 1917 oleh Lenin. Di China dan Vietnam, partai komunis memang berhasil mempertahankan kekuasaan mutlak, tetapi hanya karena mereka melepaskan sosialisme dan menggantikannya dengan semacam kapitalisme negara. Ide komunisme sendiri mati dan dengan kematian komunisme internasional, partai-partai komunis di seluruh dunia juga kolaps.

Kembali ke Indonesia

Kalau sejak 1968 tak ada peristiwa apa pun di mana PKI masih kelihatan, komunisme internasional juga sudah mati, dan tak ada orang yang tertarik pada ide-ide kuno dari seratus tahun lalu, lantas apa dasar omongan bahwa ada yang mau mengembalikan PKI?

Mencabut TAP MPRS Nomor XXV/1966? Pada 20 tahun lalu, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memikirkan untuk mencabut TAP MPRS Nomor XXV/1966. Bukan karena ia mau mengembalikan PKI, melainkan karena dua pertimbangan. Pertama, PKI memang sudah habis dan bagaimanapun tidak bisa muncul lagi. Kedua, Gus Dur mau menghilangkan stigma ”komunis” dari jutaan saudara dan saudari sebangsa yang masih juga diasingkan.

Baca juga  Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bogor Gelar Seminar PPL (Program Profesi Lanjutan), Tema “Strategi Menghadapi SP2DK dan Pemeriksaan Pajak”

Menurut saya, gagasan Gus Dur itu memang kurang tepat. Betul, stigma itu barangkali sekarang pun masih ada. Seharusnya kita bersama-sama mengakhirinya.

Akan tetapi, TAP MPRS Nomor XXV/1966 ini mempunyai kekuatan simbolis penting. Pertama, dengan menetapkan bahwa bagi PKI tidak ada tempat lagi di Indonesia, TAP itu mengakhiri suatu keterpecahan bangsa, yang meledak dalam Gerakan 30 September. Kedua, ideologi PKI adalah Marxisme-Leninisme, dan salah satu unsur Marxisme-Leninisme adalah ateisme.

TAP MPRS Nomor XXV/1966 ini menegaskan sesuatu yang memang perlu ditegaskan: di Indonesia tidak ada tempat bagi suatu ideologi dan gerakan politik yang mendasarkan diri pada ateisme. Karena itu, TAP MPRS Nomor XXV/1966 adalah monumen sejarah Indonesia yang, kalaupun PKI tidak ada lagi, sebaiknya tidak dicabut.

Maka, kalau PKI sudah mati 50 tahun, kalau komunisme internasional sudah hilang dari peta bumi, kalau bahkan negara-negara yang masih dipimpin oleh partai komunis seperti China dan Vietnam sudah tidak tertarik menyebarkan komunisme, kenapa di Indonesia ada yang ribut-ribut komunis?

Omongan yang tidak bertanggung jawab, yang mau memanfaatkan perasaan ngeri subkutan yang masih ada dalam masyarakat berkat indoktrinasi Orde Baru itu harus berhenti. Mereka yang masih mengangin-anginkan ancaman PKI harus bersedia dituduh tidak bonafide. Bukan komunis yang mengancam negara, melainkan mereka-mereka yang tidak bonafide itu.

Presiden Jokowi di tengah krisis korona pun menghadapi dilema: utamakan pencegahan kematian karena Covid-19 atau kehancuran ekonomi yang bagi 30 persen masyarakat berekonomi lemah bisa mematikan?

Dibandingkan para pemimpin dunia lain—di Amerika Serikat (AS), Inggris, Brasil, India, Italia, Jerman, Swedia—Jokowi sepertinya cukup berhasil. Saya, kok, merasa bersyukur bahwa dalam situasi yang secara potensial katastrofial ini kepemimpinan negara terletak di tangan orang seperti dia.

Baca juga  Pram Doel Raih 50,07% di Pilkada Jakarta, Relawan Pendekar Ucapkan Selamat dan Siap Kawal Proses Rekapitulasi

Memanfaatkan krisis nasional-internasional ini untuk mencoba menggoyangkan Presiden Jokowi dengan fitnah PKI-PKI-an: maaf, itu busuk!

Franz Magnis-Suseno
Rohaniwan dan Guru Besar Purnawaktu Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara

Sumber:
https://www.kompas.id/baca/opini/2020/07/10/komunisme-memang-gagal/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here