KUNCI KEMENANGAN ADALAH KESETIAAN
Oleh: Pdt. Marihot Siahaan
KUNCI kemenangan orang beriman adalah kesetiaan. Bukan keberhasilan, kemakmuran, kejayaan, keberuntungan, kegembiraan, kesembuhan dan lain – lain yang sejenis dengan semua itu. Kesetiaan yang dimaksud adalah kesetiaan dalam iman, pengharapan serta kepatuhan kepada Allah dalam Yesus Kristus sampai akhir hidup dalam segala keadaan.
BANYAK orang Kristen zaman sekarang membuat kesuksesan, kejayaan dan yang lainnya menjadi yang terutama dan segalanya dalam hidupnya, dengan alasan karena kita adalah umat Tuhan (baca: *anak Raja*). Pandangan ini salah besar, walaupun kini sadar atau tidak, pandangan seperti itu lebih disukai dan disebarluaskan oleh banyak *warga gereja* dan para *”hamba Tuhan”.* Akibatnya banyak orang Kristen yang tersesat karena kehilangan yang paling utama dalam hidupnya, yakni *”kesetiaan”*.
Sekali lagi, kesetian dalam iman dan pengharapan kepada Allah serta kepatuhan melakukan kehendakNya. Apakah kehendak Allah?
PerintahNya. Apakah itu perintahNya? Mengasihi dan menegakkan kebenaran walaupun harus menderita dan mati. Ini yang disebut setia sampai akhir atau setia sampai mati.
Apakah orang yang setia tidak layak memiliki keberhasilan dan kejayaan? Sangat layak. Karena segala sesuatu adalah milik Tuhan. Jika Tuhan kehendaki, Ia akan memberikan yang terbaik bagi setiap umatNya. Sebab tiada yang mustahil bagiNya. Tetapi tidak ada jamiman bahwa orang – orang *“sukses”* selalu setia kepada Tuhan. Lagi pula keberhasilan duniawi hanyalah sebagian dari banyak berkat Tuhan yang diberikan kepada manusia. Dan dalam kenyataan banyak orang yang getol mengejar ”sukses” dalam bidang tertentu, tetapi tidak mendapatkannya. Ada juga yang memutuskan untuk tidak mengejarnya. Mereka yang disebut terakhir ini tidak berarti tidak layak beroleh kemenangan. Di dalam Tuhan mereka juga layak memiliki kemenangan jika mereka setia kepadaNya.
DALAM sejarah umat Allah sebagaimana dikisahkan Alkitab, kesetiaan sering tampak jelas justru dalam situasi keterpurukan dan kelemahan “jasmani” dan “duniawi” yang dialami orang percaya. Ingatlah misalnya kisah Elia, Ayub, Daniel dan Paulus. Bahkan banyak yang karena kesetiaan kepada Kristus, hidupnya berakhir dengan kematian. Ingatlah kisah Stefanus dan banyak martir lainnya. Para martir itu, karena iman dan pengharapan mereka kepada Allah, mereka taat dan patuh melakukan kehendakNya serta menyaksikan Injil kebenaran.
MENYAKSIKAN Injil dalam Alkitab bukan hal yang mudah. Menyaksikan Injil membutuhkan iman, pengetahuan dan keberanian menghadapi para pendakwa di pengadilan dan di tengah masyarakat. Para saksi juga harus mempunyai kesediaan berkorban dan menghadapi banyak ancaman, bahkan harus rela mati. Mereka yang mati karena bersaksi demi Injil Kritus inilah yang disebut “martir” (mati martir). Dan bagi Tuhan mereka adalah para pemenang.
HAL itulah yang sangat jelas kita temukan pada bagian Nyanyian Bala Sorga yang mengatakan, *“Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.” (Wahyu 12: 11)* Mereka menang melawan dan mengalahkan Iblis dengan tidak mau terperdaya dan tunduk padanya. Sebaliknya mereka rela berkorban dan mati demi membela dan mempertahankan iman mereka kepada Yesus Kristus. Kekuatan mereka terletak pada kesetiaan mereka kepada Allah dalam Yesus Kristus, yang telah mati, bangkit dan naik ke sorga.
KESAKSIAN para martir itu sangat berbeda arti atau malah bertentangan dengan kesaksian yang pada umumnya dikenal orang Kristen sekarang ini. Misalnya, ada orang yang ingin menceritakan berkat Tuhan karena baru mendirikan rumah, membeli mobil, naik jabatan, dapat gelar dan lain – lain. Ada juga pribadi atau kumpulan yang mau menyampaikan kesaksian dalam pengertian menyanyikan lagu pujian. Bahkan ada orang mempergunakan media kesaksian sebagai kesempatan untuk menonjolkan kehebatan dan kebenarannya untuk merendahkan orang lain. Ketiga hal itu sangat berbeda dari kesaksian para martir. Kesaksian para martir adalah keberanian mengaku Yesus adalah Juruselamat, keputusan mengikut Yesus, menyangkal diri dan memikul salib dengan tidak ingkar.
DI tengah – tengah kita selalu saja ada yang kaya dan miskin, lapar dan kenyang, sakit dan sehat, sembuh dan tidak , berhasil dan gagal, mempunyai gelar dan tidak, mempunyai jabatan dan tidak. Semua itu tidak menjadi jaminan menjadi pemenang di mata Tuhan. Sebab ada yang karena berhasil jadi lupa Tuhan. Sebaliknya ada karena gagal jadi lupa Tuhan. Ada yang karena berhasil ingat Tuhan. Sebaliknya ada karena gagal ingat Tuhan. Jadi keadaan tertentu tidaklah penentu. Tetapi bagi Tuhan, pemenang adalah mereka yang setia dalam segala keadaan sampai akhir hidupnya. Bagaimanapun keadaannya, ia tetap setia dalam iman dan pengharapan dan senantiasa hidup dalam kasih dan kebenaran. Karena ia tahu bahwa suka – duka bisa Tuhan pakai untuk memperkuat imannya.
KEMENANGAN di sini adalah kemenangan yang sempurna, yaitu buah akhir dari keselamatan. Dalam bahasa kitab Wahyu mahkota kemenagan dan buah keselamatan itu disebut *“buah” pohon kehidupan.* Perhatikanlah apa kata firman Tuhan, *”Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat – jemaat. Barangsiapa yang menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah.” (Wahyu 2: 7)* Atau makhota kehidupan seperti dikatakan dalam *Wahyu 2: 10C, “Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidpan.”*
Oleh karena itu gereja dan para hamba Tuhan tidak boleh terbuai karena kesuksesan, kejayaan, kemakmuran, harta, popularitas, jabatan, kekuasaan, kesembuhan dan lain – lain yang semarga dengan itu semua, lalu berkata, *”Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun – tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang – senanglah” (Lukas 12: 19)* Demikian juga, tidak boleh lari dari atau terpuruk dalam penderitaan, kemiskinan, kekurangan dan kelemahan lalu berkata, *”Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!”(Ayub 2:9)* Melainkan tetaplah setia menjadi saksi Kristus untuk memberitakan Injil dengan setia sebagaimana Yesus amanatkan, *”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa jadi muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28: 19 – 20)* Amin dan Syalom. (Pdt. Marihot Siahaan)