Pancasila Benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia
Yogyakarta, Suarakristen.com
Sebuah Seminar Nasional, bertemakan “Pancasila Benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), berlangsung di Yogyakarta, Selasa, 5 November 2019. Para Pembicara yang diundang untuk menyampaikan pemikiran dan melakukan dialog, yaitu : (1). Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, MA (ulama dan cendekiawan Indonesia) ; (2). Prof. Dr. dr. Sutaryo (Guru Besar UGM) ; (3). Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia) ; (4). Dr. Heri Santosa, SS, M.Hum (mantan Kepala Pusat Studi Pancasila UGM). Kegiatan seminar diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Pahlawan, Hari Sumpah Pemuda, dan Dies Natalis UJB.
Firman Jaya Daeli (mantan Tim Perumus UU Kejaksaan RI ; dan mantan Komisi Politik Dan Hukum DPR-RI), bertemu dan berdiskusi secara khusus dan santai dengan Pimpinan Kejaksaan Tinggi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pertemuan diskusi ini mengenai sejumlah hal bersama dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DIY Masyhudi, Wakil Kajati DIY Oktavianus, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY Jefferdian. Pertemuan berlangsung setelah Firman Jaya Daeli selesai menjadi Pembicara Seminar Nasional di Yogyakarta.
“Pancasila Benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Oleh : Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia)
Pemikiran strategis mengenai Pancasila Benteng NKRI pada dasarnya diletakkan dan dibentangkan dari sejumlah materi studi kajian tematik. Atmosfir Indonesia Raya dan jiwa roh semangat Indonesia Pusaka pada dasarnya memliki satu tarikan nafas panjang yang berurat dan berakar lama dan kuat dalam pengalaman perjuangan dan pergerakan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Urat perjuangan dan akar pergerakan ini, minimal terdiri dari beberapa perspektif :
(1). Urat dan akar historis.
Kesejarahan Indonesia ditandai dan dimaknai dengan perjuangan dan pergerakan rakyat Indonesia di berbagai wilayah dan kawasan. Perjuangan dan pergerakan ini terwujud dalam sejumlah bentuk, jenis, tingkatan, metodologi, dan lain-lain. Perjuangan dan perjuangan ini juga diinisiasi, disertai, diwarnai dengan keterlibatan amat banyak rakyat dan pemimpin secara masif dan bergotong royong, yang berasal dari berbagai latarbelakang. Kesejarahan ini berlangsung dinamis, heroik, lama, dan panjang, sampai pada periode pra kemerdekaan, kemerdekaan, dan pasca kemerdekaan Indonesia.
(2). Urat dan akar sosiologis.
Elemen sosiologi kemasyarakatan dan kebangsaan Indonesia terdiri dari berbagai suku, etnis, bahasa, adat istiadat, agama dan kepercayaan, seni dan budaya, ras, golongan, profesi, dan lain-lain. Juga terdiri dari berbagai daerah-daerah, pulau-pulau dan kepulauan, pesisir pantai dan sungai, pegunungan, pebukitan, pedalaman, kawasan terluar, terdepan, dan lain-lain. Elemen sosiologis ini adalah kenyataan sosial dan budaya Indonesia.
(3). Urat dan akar politis.
Anatomi dan konfigurasi kepemimpinan dan keanggotaan masyarakat Indonesia dalam setiap momen politik perjuangan dan pergerakan Keindonesiaan, sejatinya dan sesungguhnya adalah kalangan rakyat dan pemimpin bangsa yang bersumber dari berbagai latarbelakang. Wajah anatomi dan konfigurasi ini dapat ditelusuri dari sejumlah penyelenggaraan agenda kebangsaan. Agenda ini, misalnya antara lain : Kebangkitan Nasional, Perhimpunan Indonesia, Sumpah Pemuda, BPUPKI, PPKI, Kemerdekaan dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan lain-lain.
(4). Urat dan akar ideologis.
Ideologi, dasar, dan falsafah dari pemerdekaan, pembentukan, dan perjalanan NKRI adalah : Pancasila. Perihal ini yang senantiasa dan seterusnya mendasari, menaknai, dan membentengi Indonesia Raya dan Indonesia Pusaka. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Indonesia yang telah berurat kuat dan berakar lama di Indonesia secara ideologis berfungsi untuk selalu tampil dan senantiasa hadir dalam setiap detik hati dan detak jantung NKRI.
(5). Urat dan akar yuridis.
Pendekatan yuridis dalam konteks ini diletakkan dengan etos dan semangat konstitusi UUD 1945. NKRI diatur dan dimajukan dengan landasan konstitusi. Konstruksi dan substansi konstitusi UUD 1945 pada dasarnya memiliki dan mengandungi energi dan etos sosial kemanusiaan, multi kebudayaan, dan patriotisme kebangsaan. UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis dan tertinggi yang bersifat tegas dan jelas namun kandungannya memiliki jiwa roh semangat kemanusiaan, kebudayaan, dan kebangsaan.
Intisari dari muatan kelima pemikiran dan pengalaman ini menunjukkan dan memastikan bahwa DNA urat Indonesia Raya dan kimiawi akar Indonesia Pusaka adalah adanya keragaman dan tumbuhnya kemajemukan Indonesia. Keragaman dan kemajemukan ini memiliki sifat-sifat keadaban utama dan keluhuran dasar, yaitu antara lain : toleran (toleransi), humanis (kemanusiaan), solider (bersatu dan kesetiakawanan), dialogis (bermusyawarah), egaliter sosial (setara saling menguati dan memaknai).
Keragaman dan kemajemukan ini bersifat non diskriminatif dan non kekerasan. Keragaman ini ditumbuhkan dan kemajemukan ini juga dikembangkan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika karena Indonesia berbasis dan bertumpu pada keragaman dan kebhinnekaan. Bhinneka Tunggal Ika adalah wajahnya dan darahnya Indonesia karena kebhinnekaan menyehati dan menguati Indonesia.
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan format dan menjadi model yang relevan, kuat, dan efektif untuk mengatasi, mewadahi, dan memaknai Bhinneka Tunggal Ika dari kenyataan masyarakat dan bangsa Indonesia. Format negara kesatuan menjadi aktual, potensial, dan maksimal untuk mengukuhkan keragaman dan menyegarkan kemajemukan Indonesia.
Model negara kesatuan secara serius dapat menyatukan dan menguatkan kedaulatan bangsa yang memaknai kualitas otonomi daerah ; serta memaknai dinamika global dan perkembangan regional. Konstitusionalitas NKRI pada dasarnya berkedudukan dan bekerja untuk menjamin dan melindungi Bhinneka Tunggal Ika. Sekaligus juga berfungsi untuk memungkinkan dan mengkondisikan Indonesia membangun relasi strategis dan operasional dengan dunia internasional.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak berdiri dan tidak berjalan sendiri tanpa ikatan nilai-nilai dasar ideologis. NKRI berdiri dan berjalan dengan sebuah ikatan kuat nilai-nilai sebagai ideologi, dasar, dan falsafah pegangan dan penuntun. Ikatan nilai-nilai ini adalah Pancasila. NKRI bertumbuh dan bergerak dengan berdasarkan ideologi, dasar, dan falsafah Pancasila. NKRI tidak boleh memiliki dan mendasari diri pada ideologi bangsa dan dasar negara selain Pancasila sendiri dan semata. NKRI sudah berdiri kukuh kuat dan berjalan tegak lurus justru karena dengan keberadaan dan kemantapan ideologi, dasar, falsafah, dan faham Pancasila sebagai bintang penuntun dan lampu penerang jalan Pemajuan Indonesia.
Pancasila secara utuh terpadu dan dengan menyatu terintegral, sejatinya menjadi dasar panduan mutlak bagi keseluruhan kehadiran dan kehidupan Indonesia Merah Putih. Perjalanan dan pengukuhan NKRI tidak boleh hanya dengan penyebutan dan penulisan frasa dan diksi NKRI saja. Frasa sejati dan diksi permanen dari penyebutan dan penulisan NKRI harus seutuhnya dan wajib selengkapnya dengan sebuah rangkaian kalimat ideologis konstitusional, yaitu : NKRI dengan ideologi, dasar, dan falsafah Pancasila. “Negara Pancasila”. NKRI mesti selalu dengan pernyataan dan pembumian Pancasila sebagai idteel reologi bangsa, dasar negara, dan falsafah masyarakat Indonesia.
Peneguhan, pengukuhan, dan penguatan NKRI harus terus menerus dibangkitkan dan digelorakan. Agenda ini diperuntukkan agar semakin memaknai upaya mengatasi, mewadahi, mengapresiasi, dan melindungi semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Format negara kesatuan (NKRI) bertambah segar dan bertumbuh subur menyehatkan keragaman dan menyegarkan kemajemukan apabila dibentengi secara ideologis melalui Pembumian Pancasila. Ketika dan sepanjang Pancasila dibumikan untuk membentengi NKRI maka jiwa roh semangat keberlanjutan dan kemajuan NKRI akan menemukan kekuatan ideologis konstitusional dan kewibawaan politis kuktural.
Terminologi perihal Pancasila yang difungsikan menjadi benteng NKRI pada hakekatnya mengandung makna yang luas dan dalam. Pancasila dalam konteks pergumulan ini ; dan juga dalam kerangka tantangan ini, berposisi dan berstatus untuk memayungi, menerangi, menyinari, memberi isi dan makna terhadap Indonesia Maju dalam wadah NKRI. Indonesia Maju berbasis dan berorientasi pada NKRI yang berdaulat dan berkeadilan menuju dan mencapai kesejahteraan dan kemakmuran Indonesia Raya.
Ideologi, dasar, dan falsafah Pancasila juga adalah benteng pelindung, penuntun, pemandu, dan pengarah terhadap sejumlah agenda kebijakan dan kegiatan aksi mendasar. Benteng ideologis terhadap pembumian nilai-nilai : kemanusiaan, kebajikan, dan keadaban ; persatuan, persekutuan, persaudaraan ; kebangsaan, kerakyatan, dan kebersamaan ; keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran. Konstruksi dan substansi Pancasila (Nilai-Niai melalui Sila-Sila) sudah ada secara tertulis jelas dan tegas di dalam Pembukaan UUD 1946. Isi materi Pancasila ini dijiwai oleh Pancasila 1 Juni 1945 di mana tanggal 1 Juni sudah ditetapkan oleh Negara melalui Keputusan Presiden RI Jokowi sebagai Hari Lahir Pancasila. Nilai-Nilai Pancasila 1 Juni 1945 digali oleh Bung Karno (Sang Proklamator Indonesia dan Presiden Pertama Indonedia) adalah merupakan nilai-nilai yang lahir tumbuh subur dari rahim Ibu Pertiwi Indonesia Pusaka dan berkembang kuat dinamis dalam kehidupan dan kebudayaan masyarakat bangsa Indonesia. Konstruksi dan substansi ideologis ini disampaikan Bung Karno dalam Pidato di sidang resmi pada tanggal 1 Juni 1945.
Visi, Misi, Program Indonesia Maju dari Pemerintahan Kenegaraan RI (Presiden RI Jokowi Dan Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin) semakin bekerja cepat dan cerdas untuk menjabarkan, membumikan, dan mengeksekusi Nilai-Nilai Pancasila dan Doktrin NKRI (Pancasila Benteng NKRI) menjadi berisi, berarti, dan bermakna. Kekuatan-kekuatan Pancasila senantiasa bergerak dan bekerja melalui pembumian Nilai-Nilai (Sila-Sila) Pancasila yang berguna dan berfungsi sebagai Benteng NKRI berdasarkan UUD 1945 dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.