Oleh: Pdt. Wielsma Baramuli
Yesaya 49: 14 – 21
Ada satu nyanyian yang sering dinyanyikan pada saat-saat kehidupan ini sedang terguncang. Bait pertamanya saya kutip lengkap: _”Apapun juga menimpamu, Tuhan menjagamu.
Naungan kasih-Nya pelindungmu,
Tuhan menjagamu.
Refrein:
Tuhan menjagamu waktu tenang atau tegang,
Ia menjagamu,
Tuhan menjagamu.”
(Kidung Jemaat No. 438)
Pesan Nabi Yesaya beririsan dalam dengan nyanyian ini. Memang tidak gampang menghayati pesan Nabi Yesaya ini di saat kita dalam posisi sulit, tertekan, dan menderita. Namun harus dikatakan pesan Yesaya ini memberi perspektif iman terhadap gumul dan juang manusia. Minimal kita tahu DIA tetap menjaga kita.
Saya sendiri banyak belajar dari penderitaan saya. Mungkin ada yang lebih menderita dari saya, tetapi penderitaan yang saya alami sunguh-sungguh mengguncang iman saya. Apakah saya tidak beriman, tidak juga. Saya cuma sedang menderita saja. Saya juga ingin mengatakan bahwa empatik dari beberapa teman ikut menguatkan saya.
Bahkan ada teman pendeta yang bersih keras mendorong saya untuk terus melaksanakan tugas pelayanan firman dan sakramen. Terus menerus mengatakan pasti Kak Mima bisalah. Nanti kami fasilitasi supaya kendala-kendala teknis bisa diatasi. Karena ini pekerjaan Tuhan semua diaturNya sehingga tak ada satu jadwal pelayanan pun yang terlewatkan. Ini berpengaruh terhadap kesehatan. Makin banyak tugas yang tidak banyak menguras kekuatan fisik makin sehat kurasa.
Sudah 4 tahun tubuh ini didera oleh sakit tak terobati secara biasa, kata dokter, kecuali melakukan transplantasi hati. Ini bukan sebuah perkara gampang, paling tidak untuk saya yang lagi aktif membangun hidup ini. Saya sampai saat ini tak mengerti mengapa tanpa tanda-tanda yang signifikan tiba-tiba hal ini terjadi begitu saja. Apakah Tuhan meninggalkan saya, tidak! Sakit itu bagian yang inheren dari kefanaan kita. Ia tetap menjaga kita.
Ada dua peristiwa besar di Yerusalem yang pernah terjadi dan mempengaruhi pemahaman agamaniah Yesaya. Peristiwa pertama adalah pemindahan tabut Allah ke dalam kota Yerusalem oleh Daud yang menyebabkan Gunung Zion menjadi tempat bagi bait Allah Israel. Dari sudut pandang agama ini dipandang bahwa Allah telah memilih Gunung Zion sebagai tempat tinggalNya.
Peristiwa besar kedua adalah nubuat Nabi Natan yang mengatakan bahwa keturunan Daud akan memerintah seluruh Israel atas rahmat dan perkenan Allah (2 Samuel 7). Nubuat berarti bahwa Allah telah memilih Dinasti Daud untuk secara turun-temurun memerintah atas Israel. Allah yang telah memilih kita Ia akan menjaga kita. Begitu perspektif saya.
Tidak berarti kalau Allah menjaga kita, kita tidak akan tersentuh oleh masalah. Itulah kesia-siaan kita sebagai manusia, kata Pengkhotbah. Baik kamu orang beriman maupun tidak beriman sama-sama akan mati. Hal yang membedakan adalah orang beriman bisa menikmati hidup, sesia-sia apapun hidup itu.
Posisi ini pula yang sedang saya ambil dan jalani, bukan karena saya lebih beriman tetapi karena saya tidak berdaya mengubah apapun yang sedang menimpa saya. Mau ngotot seperti apapun kita hanya debu yang diberi kehidupan olehNya. Dalam pengalaman saya, tidak seperti pengalaman kebanyakan orang yang sering saya dengar, lebih banyak hal yang sebaliknya yang saya alami. Memohon supaya diberi kesembuhan, besoknya malah sakit. Memohon diberi kesejahteraan, besoknya malah yang diterima kepahitan.
Apakah saya berhenti untuk percaya kepadaNya? Tidak! Saya cuma agak lelah menghadapi gelombang hidup ini. Allah tidak pernah tidak peduli kepada kita. Penderitaan adalah vitamin untuk memperkuat iman kita. Saya tetap tenang karena Ia menjaga kita. Hanya Allah yang tak pernah ingkar janji dan melupakan manusia sebusuk apapun kelakuan manusia. Satu saat Ia akan menyatakan kuasaNya untuk membela mereka yang tertindas dan menderita.
Kepedulian Allah terhadap nasib manusia perlu diperteguh oleh gereja. Gereja harus terus menerus mengingat bahwa Allah mengasihi dan menjaga Indonesia yang warga memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Sebagaimana paham kita bahwa Indonesia ada karena “Anugerah Tuhan Yang Maha Esa” maka Ia pasti akan menjaga Indonesia. Barang siapa yang merusak kehidupan kebangsaan kita, ia akan berhadapan dengan Allah.
Tahun 2019 oleh banyak pengamat diprediksi sebagai tahun penuh ketegangan. Bahkan jauh-jauh hari sudah diciptakan kondisi yang bisa mengkondisikan kalau satu kelompok kalah suara dalam pemilu, itu adalah rekayasa dan wajar kalau terjadi semacam kekacauan sosial. Untuk kita menemukan banyak _hoax_ disemburkan untuk menciptakan prakondisi itu.
Apapun yang sedang terjadi sebagai lanjutan dari tahun 2018 dan yang akan terjadi di 2019, iman kita mengatakan “Tenanglah, Ia menjagamu”, Ia menjaga kita semua, Indonesia. Hal yang perlu kita lakukan sebagai Bangsa Indonesia adalah menguji setiap ide, pemikiran atau tawaran, atas nama apapun, terutama atas nama agama apakah itu membuat kita menjadi makin selaras dengan apa yang Tuhan inginkan atau makin jauh dari kehendak Tuhan.
Tanda-tanda bahwa kita sedang menjalani kehidupan yang selaras dengan kehendak Tuhan adalah dengan mengecek apakah dalam hidup kita makin mengasihi sesama manusia, makin peduli dengan penderitaan sesama, dan makin senstif terhadap gejala diskriminasi dan radikalisme. Kalau tanda-tanda itu tidak kita temukan dalam diri kita, maka kemungkinan besar kita sedang membelakangi Allah.
Para agamawan yang mendorong umat melakukan hal-hal yang ditentang oleh Allah akan menuai akibat dari perbuatan mereka yang mempermainkan agama untuk kepentingan mereka. Orang-orang penyesat seperti ini, dalam tradisi kuno, yang slogannya kembali populer di era Menteri Susi, patut ditenggelamkan.
Selamat Hari Minggu.
*Pdt. Wielsma D. K. Baramuli*