Oleh: Prof. Musdah Mulia
Pembahasan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan di kantor AIPI, 13 Desember 2018. Hadir sebagai narsum: Dr. Ahmad Jayadi, Direktur Pesantren, Kemenag RI dan Prof. Anita Lie. Peserta sebanyak 20 orang: wakil dari Pesantren, pemerhati pesantren dan wakil berbagai kelompok agama serta anggota AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia).
Forum menyepakati sejumlah hal, antara lain sebagai berikut:
1. Apresiasi terhadap penggagas RUU dan menangkap spirit untuk pemberdayaan dan perlindungan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
2. RUU ini masih terlalu prematur utk disahkan. RUU terkesan dibuat secara tergesa-gesa seperti kejar tayang. RUU ini perlu koreksi total, menelisik kembali paradigma pembuatannya, filosofi pemikiran yang melandasinya, mencermati secara jernih realitas sosiologis masyarakat agama yang begitu beragam serta perlu juga menjaga sinkronisasinya dengan sejumlah UU terkait.
3. RUU ini diharapkan tidak mematikan semangat kemandirian yang sudah tertanam dalam lembaga pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Seringkali upaya pemberian bantuan dana mengubah sebuah lembaga menjadi tergantung dan tidak mandiri yang berujung pada hilangnya inovasi, kreativitas dan produktivitas.
4. RUU ini diharapkan tidak menghilangkan varian yang begitu banyak dalam pengelolaan pesantren dan pendidikan keagamaan. Keberagaman bentuk dan jenis pengelolaan justru melambangkan nilai kebhinekaan dalam realitas sosial.
5. RUU ini diharapkan tidak merugikan kelompok manapun dalam pengelolaan pendidikan. Demikian juga tidak membelenggu kebebasan intelektual para pelaku pendidikan di pesantren dan lainnya. Perlu pula diingat bahwa UU seharusnya dibangun dengan paradigma melindungi dan menyejahterakan segenap warga negara tanpa ada diskriminasi sedikit pun.
6. Selain itu, RUU ini sangat diharapkan dapat melindungi pesantren dan pendidikan keagamaan dari bahaya radikalisme dan kekerasan ekstremisme. Sebaliknya, memperkuat peran pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan menebar spirit nasionalisme, patriotisme dan pluralisme berbasis nilai-nilai Pancasila.
Karena kondisi pesantren yang demikian banyak varian dan bentuknya, agaknya lebih dibutuhkan RUU lex spesialis, khusus mengatur soal pesantren. Faktanya, terdapat 28.961 pesantren di seluruh tanah air dan mereka memiliki keunikan, keunggulan dan kompleksitasnya masing-masing. Menyeragamkan pengelolaan pesantren dengan satu standar yang seragam hanya akan berakhir dengan kemunduran pesantren itu sendiri.
Akhirnya, semoga pemerintah dan DPR mau bersikap lebih bijak dan ekstra hati-hati agar RUU ini tidak mencederai sesama warga bangsa. Kita butuh UU yang memperkuat persatuan dan kesatuan seluruh warga bangsa dalam semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika!