Oleh: Sigit Triyono (Sekum LAI)
www.alkitab.or.id IG:lembagaalkitabindonesia
Gara-gara status facebook seorang Pendeta yang menceriterakan film “A Man Called Ahok” saya jadi teringat PR yang belum selesai. Hasil wawancara saya dengan Pak Ahok bulan lalu di Mako Brimob belum final saya olah menjadi salah satu artikel sebuah buku kesaksian. Saya jadi ingin menonton film tersebut untuk mendapat tambahan informasi tentang Pak Ahok.
Saya berkenalan dengan Pak Ahok sejak 2010 dimana saat itu dia masih sebagai anggota DPR-RI. Saat itu saya dan kawan-kawan di GKI Kwitang Jakarta sedang menyiapkan buku “Berpihak kepada yang tersisih dan terpinggirkan – Mengenang Pdt Dr Daud Palilu” dan menetapkan Pak Ahok sebagai salah satu kontributor tulisan, karena kepedulian dan konsistensinya berjuang untuk rakyat.
Dalam acara peluncuran buku di atas pada 2011 Pak Ahok bilang: “Saya tidak mau basis pemilih saya sebagai politisi hanya mengandalkan anggota Gereja. Saya mau melayani semua, jadi saya harus didukung oleh semua.”
Buat saya pernyataan itu suatu ekspresi kejujuran dan keberanian. Betapa tidak, biasanya kebanyakan politisi Kristen justru bicara yang menekankan aspek primordialisme untuk mendongkrak popularitasnya.
Kemarin sore (20/11/2018) mumpung sedang libur, saya mencari bioskop yang memutar film “A Man Called Ahok” dan dapat giliran nonton pukul 21.15 WIB. Bagi saya, sesudah menonton film tersebut, manfaat yang didapat adalah bisa menjadi penguat atas banyak informasi yang saya dapat langsung dari Pak Ahok maupun dari tulisannya.
Saya semakin paham bahwa “obsesi” dia masuk ke dunia politik adalah sebuah “panggilan jiwa” yang tak tertahankan demi rakyat. Idiomnya “BTP – Bersih, Transparan dan Profesional” adalah suatu tekad perjuangan demi keadilan dan kesejahteraan bersama.
Dalam film di atas tidak ada sama sekali disinggung soal Alkitab. Bahkan tak tampak simbol-simbol keKristenan sama sekali. Tapi nilai-nilai yang tersurat dalam dialog maupun yang tersirat dalam visual sungguh sangat Alkitabiah, khususnya tentang kasih yang tulus kepada orang kecil.
Saat saya jumpa bulan lalu, secara mendalam Pak Ahok mengungkapkan intensitas dia membaca Alkitab. Sebelum dipenjara, dia setidaknya sudah 25 kali selesai membaca Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu. Tiap lima tahun dia ganti Alkitab baru karena yang lama sudah habis dicorat-coret.
Terlepas dari ketidaksempurnaan Pak Ahok sebagai manusia biasa, namun dia sudah terbukti berjuang secara total untuk kebaikan negeri ini. Pelajaran dan didikan dari Papanya sangat mendominasi semangat perjuangannya. Kekuatan utamanya diakui datang dari Tuhan yang diungkapkan melalui pembacaan Alkitab secara konsisten.
Apabila Alkitab menjadi pedoman hidup bagi umat Tuhan, maka kekuatan itu sungguh nyata dan terus memberi pengharapan.
*#SalamAlkitabUntukSemua*