Oleh: Jeannie Latumahina
Upaya mendudukan tragedi 30 September pada tempatnya dilakukan sejak berakhirnya rezim Orde Baru, semenjak pemerintahan Presiden Habibie.
Mulai dari penghentian pemutaran G30S/PKI dan juga buku pelajaran sekolah yang terkait peristiwa tersebut, juga Tim Khusus atas penunjukan Presiden Habibie.
Juga penghapusan Tap MPRS yang terkait peristiwa tersebut, oleh Presiden Abdulrahman Wahid.
Semua ini tentu terkait akan upaya pelurusan sejarah yang menyangkut tragedi kemanusiaan dengan korban ratusan ribu jiwa rakyat, yang semenjak 53 tahun menjadi pekerjaan rumah atas terjadinya tragedi tersebut.
Selama itu pula tragedi kemanusiaan tersebut telah menjadi komoditas kepentingan politik hingga sekarang.
Bahkan pemerintah Amerika juga telah membuka dokumen rahasia yang terkait kasus tersebut dalam hal peran serta intelijennya, dimana situasi dunia sedang dalam kondisi perang dingin.
Demikian pula upaya rekonsiliasi antara komponen anak bangsa, juga entah ratusan kali diupayakan untuk terjadinya rekonsiliasi menyeluruh.
Baik kepada keluarga Bung Karno, para ulama dari NU dan Muhammadiyah, dan juga TNI dalam hal ini AL dan AU. Masih terbentur pada kelompok oknum militer yang terkait peristiwa tersebut.
Organisasi Partai Politik PKI juga sudah menjadi parpol terlarang, namun upaya rekonsiliasi masih seperti membentur tombok batu karang, oleh sebab masih adanya oknum pelaku sejarah yang berkelit pada kebijakan politik saat itu.
Bahkan upaya untuk melakukan revisi terhadap film PKI propaganda Orba juga mengalami hambatan, baik secara politik maupun kendala teknis.
Lalu apakah bangsa Indonesia akan terus membawa peristiwa tragedi kemanusiaan ini hingga akhir jaman?
Penyelesaian dan upaya rekonsiliasi peristiwa 30 September, mungkin bisa disejajarkan dengan kondisi tragedi kemanusiaan oleh Nazi, Hitler di negara Jerman yang memerlukan waktu sedemikian lamanya.
Namun tentu bangsa Indonesia tidak boleh menyerah dengan masih terkendalanya segala upaya rekonsiliasi nasional atas tragedi tersebut.
Bagaimana juga segala tindakan untuk selalu mempolitisir peritiwa berdarah tersebut menjadi komoditas politik terutama menjelang perhelatan besar Pemungutan Suara harus dapat dihindarkan.
Baik oleh lembaga terkait pelaksanaan Pemungutan Suara, maupun seluruh peserta partai politik dalam kampanye oleh Tim Sukses harus menghindarkannya sebagai instrumen pemenangan.
Masih terlalu mahal kesatuan bangsa Republik Indonesia jika dikoyak oleh kepentingan instan nafsu berkuasa.
Sebagai rakyat bangsa Indonesia, tentu tidak akan tinggal diam dan terus bersama berjuang untuk masa depan mewujudkan Indonesia Raya sebagaimana yang termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD’45.
Merdeka!!
Kediri 30 September 2018