PDT. WEINATA SAIRIN: *BERPIDATO : MEMOTIVASI RAKYAT MEWUJUDKAN KEBENARAN.*

0
929

_”Sit tibi credibilis sermo consuetaque verbo. Sebaiknya pidatomu dapat dipercaya dan pakailah bahasa sehari-hari”._

Aktivitas berpidato dalam bentuknya yang amat sederhana, sudah mulai kita lakukan sejak kita masih kanak-kanak, tatkala kita masih duduk di bangku sekolah dasar. Sebagai ketua kelas di sekolah, pada saat-saat tertentu kita di minta menyampaikan pidato sambutan, mewakili kawan-kawan, pada saat ada kawan atau bapak/ibu guru berulang tahun. Sesudah melewati tahap pendidikan itu, kita masih terus berpidato, sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kehidupan kita, apalagi jika kita suatu saat dipercaya untuk mengemban tugas sebagai pemimpin. Kita bisa saja kemudian berpidato entah sebagai Ketua RT, Ketua RW, Lurah, Camat, Bupati,Gubernur, Ketua DPR, Direktur perusahaan BUMN, Kepala Kantor, Menteri, Ketua Timses, Aktivis parpol, ya dalam kapasitas apapun.

Pada tahap awal, ketika masih di SD -SMA bpk ibu guru memberikan saran, nasihat, dan panduan bagaimana cara berpidato yang baik dan benar. Bagaimana isi dan bahasa sebuah pidato yang baik yang mengena dan relevan dengan audiens. Pada tahap berikut dengan membaca atau mengikuti pelatihan, short course, maka ilmu dan cara berpidato telah kita kuasai dengan baik.

Pidato memiliki fungsi yang amat penting dan strategis dalam sebuah organisasi. Cara membawakan pidato, isi pidato, siapa dan dimana pidato itu dilakukan, dalam konteks apa pidato itu diucapkan akan sangat berdampak bagi kehidupan yang lebih luas. Pada waktu Bung Karno berpidato di PBB tanggal 30 September 1960 dan dengan keras ia mengeritik kegagalan PBB dalam menjaga serta menciptakan perdamaian dunia, banyak orang terkejut dan memuji keberanian Bung Karno. Bung Karno saat itu mengusulkan agar markas PBB dipindahkan dari New York ke Asia, Afrika atau Geneva. Bahkan ia mengusulkan agar rumusan Pancasila dimasukkan dalam Piagam PBB. Bung Karno adalah seorang _orator_; melalui pidatonya ia selalu mengobarkan semangat nasionalisme. Pidato-pidato kenegaraan dalam rangka hut kemerdekaan di era Bung Karno selalu disambut antusias oleh seluruh rakyat yang mengikuti pidato itu lewat “siaran sentral” dari RRI Jakarta di zaman itu. Intonasi, aksentuasi dan _pronunciation_. Bung Karno pada saat berpidato sangat bagus dan menjadi bagian dari daya tarik  masyarakat terhadap pidato Bung Karno.

Konon kepala negara  memiliki “orang kepercayaan” khusus yang diberi tanggungjawab untuk menyusun pidato-pidato resmi kepala negara pada berbagai event. Nama Prof Yusril IM pernah disrbut-sebut sebagai penulis pidato Pak Harto di zamannya termasuk pidato Pak Harto pada waktu mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998.

Dalam level organisasi dilingkup civil society dikenal juga aktivitas berpidato, dalam berbagai varian. Orang biasanya ‘menyederhanakan’ istilah pidato dengan ‘kata sambutan’. Pada organisasi di tingkat lokal, regional atau nasional biasanya para pejabat organisasi atau tamu yang adalah juga pejabat menyampaikan pidato/kata sambutan dalam acara yang dilakukan oleh organisasi itu. Sayang sekali sering terjadi kata sambutan itu hanya sekadar basa-basi formalistik dan tidak meninggalkan _message_.

Misalnya pada acara pernikahan anggota organisasi itu, pejabat dalam sambutannya hanya menceritakan masa muda pengantin, perjuangan dalam menghadapi perkawinan lalu ditutup dengan ucapan selamat atas pernikahan itu. Tak ada message tak ada penguatan dan harapan. Alur sambutan juga tidak runtut, tak ada sistematika dan kehilangan peluang untuk memberikan _empowering_ bagi sebuah rumah tangga di zaman now.

Sejatinya menurut mereka yang mendalami ilmu public speaking dan biasa bergelut dengan urusan pidato/kata sambutan, secara baku ada 3 unsur utama dalam pidato/kata sambutan yaitu Pendahuluan, Isi, Penutup. Dalam sambutan saat perkawinan misalnya pada Pendahuluan kita harus menyatakan syukur kepada Tuhan atas karuniaNya yang memungkinkan terjadinya acara ini dan khususnya syukur atas pernikahan kedua mempelai. Pada bagian Isi kita ingatkan pentingnya perkawinan dari segi agama yaitu anugerah Tuhan dan dorongan utk terus berkomitmen  memelihara ikatan perkawinan hingga akhir hayat. Pada bagian Penutup kita mengharapkan agar kedua mempelai tetap aktif dalam organisasi, dan Ucapan Selamat. Dalam bahasa yang teratur, lima menit pidato ini bisa disampaikan dengan baik tanpa harus _ngelantur_ ke hal-hal yang tidak perlu. Sangat tidak etis jika seorang yang sedang berpidato dihentikan dengan kode/isyarat, suara, atau mendatangi orang itu ke mimbar. Biarkan ia selesaikan pidato itu dengan baik, dan MC akan mengelola waktu dengan kata-kata yang bijaksana.

Pepatah yang dikutip diawal bagian ini mengingatkan agar pidato itu dapat dipercaya dan juga pengingatan untuk menggunakan bahasa sehari-hari. Pidato dan atau janji politik yang kemungkinan besar tidak seluruhnya mengakar pada kenyataan praktis sehingga diterima audiens dan pasar dengan sikap ragu dan tidak percaya. Dalam pidato dibidang apapun, untuk segmen manapun seharusnya kita mengucapkan fakta dan kebenaran bukan hujatan dan pembunuhan karakter. Dalam pidato bisa saja kita mengutip isi buku dari Havel, Moltman, Habermas, Bonhoffer, atau Salman Rusdhie sekalipun tapi jangan salah dalam mengimplementasikannya bagi negeri kita. Mari berpidato yang mendidik publik kearah yang baik dan memotivasi mereka untuk makin mencintai NKRI yabg ber Pancasila dan UUD NRI 1945.

Selamat berjuang. God bless.

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here