*Masa kecil Ludwig Ingwer Nommensen*
Nommensen berasal dari Pulau Noordstrand di Schleswig, yang pada waktu itu merupakan wilayah Denmark. Keluarganya hidup dalam kemiskinan dan penderitaan, sehingga sejak kecil, Nommensen terbiasa hidup dalam kondisi yang demikian. Maka dari itu, sejak kecil, ia sudah mencari nafkah untuk membantu orangtuanya. Ketika berumur 7 tahun, Nommensen memilih menggembalakan angsa dari pada duduk di bangku sekolah. Pada umur 8 tahun, ia mulai mencari nafkah untuk membantu orang tuanya dengan cara menggembalakan domba. Pada usia 9 tahun, ia belajar menjadi tukang atap. Lalu, pada usia 10 tahun, ia bekerja pada seorang petani yang kaya sambil belajar mengerjakan tanah. Ia juga bekerja menuntun kuda yang menarik bajak untuk membajak tanah petani kaya tersebut. Pada tahun 1846, saat berusia 12 tahun, Nommensen mengalami kecelakaan. Sewaktu ia bermain kejar kejaran dengan temannya, ia ditabrak kereta kuda yang menggilas kakinya sampai patah dan keadaan yang demikian memaksanya berbaring di tempat tidur berbulan-bulan lamanya. Waktu itu, dalam doanya, Nommensen meminta kesembuhan dan berjanji, jika ia disembuhkan, maka ia akan memberitakan injil kepada orang kafir. Setelah kakinya sembuh, Nommensen kembali menjadi buruh tani untuk membantu keluarganya setelah kematian ayahnya.
Pada usia 20 tahun, Nommensen berangkat ke Barmen (sekarang Wuppertal) untuk melamar menjadi penginjil. Selama 4 tahun ia belajar di seminari zending Lutheran Rheinische Missionsgesellschaft (RMG). Sesudah lulus, ia kemudian ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun 1861.
*Berikut ini sejarah singkat Ingwer Ludwig Nommensen :*
*_Tahun 1854,_* _Ibu Nommensen merestui anaknya, satu-satunya lelaki di antara empat orang bersaudara, menjadi seorang missionaris._
*_Tahun 1857,_* _Masuk sekolah pendeta di RMG Barmen setelah menunggu sekian lama._
*_Tahun 1858,_* _Januari Ibunya meninggal dunia di Nordstrand._
*_Tahun 1861,_* _Oktober. Ditahbiskan sebagai pendeta dan langsung diberangkatkan oleh missi Barmen menjadi missionaris ke tanah Batak. Tetapi selama beberapa waktu dia masih belajar bahasa Batak dan budaya Batak dari Dr. Van Der Tuuk di Belanda. Sumber lain mengatakan ia juga belajar untuk lebih mendalami tentang Batak di Batavia._
*_Tahun 1861,_* _Desember. Berangkat dari Amsterdam menuju Sumatera dengan kapal Pertinar. Pelayaran itu memakan waktu selama 142 hari._
*_Tahun 1862,_* _14 Mei. Mendarat di Padang. Selanjutnya dia tinggal di Barus. (Kapal Pertinar kemudian tenggelam dalam lanjutan pelayaran ke arah timur di sekitar Laut Banda dekat Irian Barat)._
*_Tahun 1862,_* _November. Bersama beberapa orang Batak, mengadakan perjalanan ke pedalaman Sumatera melalui Barus dan Tukka. Dari Barus, Nommensen pergi ke Prausorat dan kemudian tinggal dengan Van Asselt di Sarulla._
*_Tahun 1863,_* _November. Pertama kali mengunjungi Lembah Silindung._
*_Tahun 1864,_* _Mei. Setelah berkordinasi dengan pihak penguasa (Belanda) memulai misinya ke Silindung._
*_Tahun 1864,_* _Juli. Membangun rumahnya di Saitnihuta._
*_Tahun 1864,_* _30 Juli. Menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi, Lobupining. Raja Panggalamei beserta rombongannya 80 orang membunuh Pendeta Hendry Lyman dan Samuel Munson (missionaris yang diutus oleh Zending Gereja Baptis dari Amerika) di Sisangkak._
*_Tahun 1864,_* _25 September. Konflik yang menyebabkan Nommensen akan dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita di Onan Sitahuru. Ribuan orang datang. Nommensen akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Nommensen tegar menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting beliung dan hujan deras membubarkan pesta besar tersebut. Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri yang sangat kejam dan buas. Nommensen pantas dijuluki “Apostel di tanah Batak” (Rasul di tanah Batak)._
*_Tahun 1865,_* _27 Agustus. Pembaptisan pertama di Silindung terhadap 4 pasang suami-istri beserta 5 orang anak-anaknya. Di antara keluarga yang dibaptis pertama adalah Si Jamalayu yang diberi nama Johannes dengan istrinya yang dibawa dari Sipirok sebagai pembantu Nommensen diberi nama Katharina._
*_Tahun 1866,_* _16 Maret. Nommensen diberkati menjadi suami-isteri dengan tunangannya Karoline di Sibolga. Karoline datang dari Jerman beserta rombongan Pdt. Johansen yang dikirim kongsi Barmen untuk membantu Nommensen di Silindung._
*_Tahun 1871,_* _Nommensen mengalami penyakit disentri dan dibawa oleh Johansen berobat ke Sidimpuan._
*_Tahun 1864,_* _Karoline melahirkan anak pertama diberi nama Benoni, namun beberapa hari kemudian meninggal dunia._
*_Tahun 1872,_* _Pargodungan Saitnihuta yang disebut Huta Dame pindah ke Pearaja. Setelah Gereja baru hampir selesai dibangun, putri pertama Nommensen yang bernama Anna meningal dunia. Keluarga Nommensen telah kehilangan dua anak pertama, sungguh suatu ujian berat bagi missionaris dalam memulai misinya._
*_Tahun 1873,_* _Sikola Mardalan-dalan (Sekolah dengan tempat tidak tetap) diciptakan Nommensen agar orang Batak bisa secepatnya menjadi guru. Siswa mendatangi Nommensen di Pearaja, Johansen di Pansurnapitu dan Mohri di Sipoholon dimana para missionaris tersebut bertugas. Atau, missionaris mendatangi siswanya di tempat tertentu._
*_Tahun 1875,_* _Missionaris Nommensen, bersama Johansen dan Simoneit bekunjung ke Toba._
*_Tahun 1876,_* _Selesai menterjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Batak Toba. Diceritakan pula bahwa telah dibaptis lebih dari 7000 orang di Silindung._
*_Tahun 1877,_* _Nommensen dan Johansen mendirikan Sekolah Guru Zending di Pansurnapitu. Tempat berdirinya sekolah tersebut adalah tempat yang dulunya dikenal sebagai Pasombaonan (tempat angker), yang sekarang tempat berdirinya STM Pansurnapitu dan Gereja HKBP Pansurnapitu._
*_Tahun 1877,_* _Raja Sisingamangaraja ke-XII mengancam akan membumihanguskan kegiatan missionaris, ancaman ini tidak menjadi kenyataan. Silindung masuk kolonisasi Belanda._
*_Tahun 1880,_* _Nommensen beserta istri dan anak-anaknya pergi ke Eropa._
*_Tahun 1881,_* _Menjelang natal, Nommensen kembali ke Pearaja. Dia kembali sendirian, isterinya tinggal di Jerman karena masih perlu perawatan. Anak-anaknya juga tinggal di sana agar bisa sekolah dengan baik._
*_Tahun 1881,_* _Kongsi Barmen menetapkan Nommensen menjadi Ephorus (Pemimpin tertinggi) pertama HKBP, dia digelari ‘Ompu’._
*_Tahun 1887,_* _Karoline isteri Nommensen, meninggal di Jerman, sebulan kemudian baru Nommensen mengetahuinya._
*_Tahun 1890,_* _Nommensen memulai misinya ke Toba, dia pindah ke Sigumpar._
*_Tahun 1891,_* _Mei. Christian, anak Nommensen, mati terbunuh di Pinang Sori oleh 5 orang kuli Cina di area perkebunan._
*_Tahun 1892,_* _Bersama Pdt Johansen yang juga sudah menduda pergi ke Jerman untuk berlibur, menjenguk anak-anaknya, dan mencari pasangan baru untuk masing-masing misionaris yang telah menduda. Nommensen mendapatkan jodohnya anak tuan Harder yang bernama Christine, Johansen mendapatkan jodohnya anak tuan Heinrich yang bernama Dora. Mereka kembali ke tanah Batak dengan masing-masing pasangan barunya._
*_Tahun 1900,_* _Permulaan Zending Batak._
*_Tahun 1903,_* _Permulaan misi Zending ke Medan._
*_Tahun 1904,_* _Fakultas Theologi Universitas Bonn, Jerman, menganugerahkan gelar Doktor Honouris Causa di bidang theologi kepada Nommensen. Dalam pengukuhan tersebut, ratu Wilhelmina dari Belanda ikut diundang sebagai tamu._
*_Tahun 1905,_* _Berkunjung ke Eropa bersama Reitze, dia mengunjungi misi Zending di Belanda dan berkunjung kepada ratu Wilhelmina._
*_Tahun 1909,_* _Christine Harder, isteri Nomensen meninggal dunia, setelah melahirkan 3 orang anak. Dia dimakamkan di Sigumpar. Dua anak perempuannya tinggal di Jerman dan belum menikah sewaktu Nommensen meningal pada umur 84 tahun._
*_Tahun 1911,_* _Pesta Jubileum 50 tahun HKBP. Pesta besar di Onan Sitahuru dihadiri puluhan ribu orang, di tempat dimana 47 tahun sebelumnya Nommensen mau dibunuh dan dipersembahkan kepada Sombaon Siatas Barita. Ratu Wilhelmina dari Belanda menganugerahkan bintang jasa ‘Order Of Orange Nassau’ kepada Nommensen, sebuah bintang jasa yang hanya diberikan kepada orang yang dianggap luar biasa jasanya di bidang kemanusiaan._
*_Tahun 1912,_* _Berlibur ke Eropa, kembali ke tanah Batak bersama tuan Pilgram yang telah lama bertugas di Balige._
*_Tahun 1916,_* _Nathanael anak Nommensen, mati tertembak di arena Perang Dunia ke I di Perancis._
*_Tahun 1918,_* _23 Mei. Pukul 6 pagi hari Kamis, Nommensen pergi menghadap Tuhan di sorga. Dia menutup mata untuk selama-lamanya setelah berdoa ‘Tuhan kedalam tangan-Mu kuserahkan rohku, amin’._
_Pada Jumat sore, 24 Mei 1918. Nommensen dikubur di Sigumpar. Puluhan ribu orang datang melayatnya untuk mengucapkan salam perpisahan. Ada orang berkata “Inilah kumpulan manusia yang paling banyak yang pernah terjadi di tanah Batak.”._
Selama di tanah Batak, Nommensen telah mendirikan 510 sekolah dengan murid 32.700 orang menterjemahkan Perjanjian Baru dalam bahasa Batak tahun 1876. Dalam pekerjaan pekabaran Injil, ia menyadari perlunya mengikutsertakan orang Batak pribumi. Maka untuk kebutuhan guru-guru sekolah, ia membuka pendidikan guru. Karena kecakapan dan jasa-jasanya dalam penginjilan, maka pimpinan RMG mangangkatnya menjadi Ephorus pada tahun 1881 dan pada ulang tahunnya ke 70, Universitas Bonn memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Nommensen. Walaupun bukan merupakan missionaris pertama untuk tanah Batak tetapi Nommensen adalah missionaris yang memerang peranan paling penting dalam pengabaran Injil disana.Orang Batak memberikan gelar “Ompungta”; bapak kita-tidak gentar walau diracuni, ditangkap dan hendak dipersembahkan kepada dewa, dituduh mata-mata Belanda sehingga layak mendapatkan julukan “Rasul orang Batak”.*Sejarah hidup DR. Ludwig Ingwer Nommensen*
*Masa kecil Ludwig Ingwer Nommensen*
Nommensen berasal dari Pulau Noordstrand di Schleswig, yang pada waktu itu merupakan wilayah Denmark. Keluarganya hidup dalam kemiskinan dan penderitaan, sehingga sejak kecil, Nommensen terbiasa hidup dalam kondisi yang demikian. Maka dari itu, sejak kecil, ia sudah mencari nafkah untuk membantu orangtuanya. Ketika berumur 7 tahun, Nommensen memilih menggembalakan angsa dari pada duduk di bangku sekolah. Pada umur 8 tahun, ia mulai mencari nafkah untuk membantu orang tuanya dengan cara menggembalakan domba. Pada usia 9 tahun, ia belajar menjadi tukang atap. Lalu, pada usia 10 tahun, ia bekerja pada seorang petani yang kaya sambil belajar mengerjakan tanah. Ia juga bekerja menuntun kuda yang menarik bajak untuk membajak tanah petani kaya tersebut. Pada tahun 1846, saat berusia 12 tahun, Nommensen mengalami kecelakaan. Sewaktu ia bermain kejar kejaran dengan temannya, ia ditabrak kereta kuda yang menggilas kakinya sampai patah dan keadaan yang demikian memaksanya berbaring di tempat tidur berbulan-bulan lamanya. Waktu itu, dalam doanya, Nommensen meminta kesembuhan dan berjanji, jika ia disembuhkan, maka ia akan memberitakan injil kepada orang kafir. Setelah kakinya sembuh, Nommensen kembali menjadi buruh tani untuk membantu keluarganya setelah kematian ayahnya.
Pada usia 20 tahun, Nommensen berangkat ke Barmen (sekarang Wuppertal) untuk melamar menjadi penginjil. Selama 4 tahun ia belajar di seminari zending Lutheran Rheinische Missionsgesellschaft (RMG). Sesudah lulus, ia kemudian ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun 1861.
*Berikut ini sejarah singkat Ingwer Ludwig Nommensen :*
*_Tahun 1854,_* _Ibu Nommensen merestui anaknya, satu-satunya lelaki di antara empat orang bersaudara, menjadi seorang missionaris._
*_Tahun 1857,_* _Masuk sekolah pendeta di RMG Barmen setelah menunggu sekian lama._
*_Tahun 1858,_* _Januari Ibunya meninggal dunia di Nordstrand._
*_Tahun 1861,_* _Oktober. Ditahbiskan sebagai pendeta dan langsung diberangkatkan oleh missi Barmen menjadi missionaris ke tanah Batak. Tetapi selama beberapa waktu dia masih belajar bahasa Batak dan budaya Batak dari Dr. Van Der Tuuk di Belanda. Sumber lain mengatakan ia juga belajar untuk lebih mendalami tentang Batak di Batavia._
*_Tahun 1861,_* _Desember. Berangkat dari Amsterdam menuju Sumatera dengan kapal Pertinar. Pelayaran itu memakan waktu selama 142 hari._
*_Tahun 1862,_* _14 Mei. Mendarat di Padang. Selanjutnya dia tinggal di Barus. (Kapal Pertinar kemudian tenggelam dalam lanjutan pelayaran ke arah timur di sekitar Laut Banda dekat Irian Barat)._
*_Tahun 1862,_* _November. Bersama beberapa orang Batak, mengadakan perjalanan ke pedalaman Sumatera melalui Barus dan Tukka. Dari Barus, Nommensen pergi ke Prausorat dan kemudian tinggal dengan Van Asselt di Sarulla._
*_Tahun 1863,_* _November. Pertama kali mengunjungi Lembah Silindung._
*_Tahun 1864,_* _Mei. Setelah berkordinasi dengan pihak penguasa (Belanda) memulai misinya ke Silindung._
*_Tahun 1864,_* _Juli. Membangun rumahnya di Saitnihuta._
*_Tahun 1864,_* _30 Juli. Menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi, Lobupining. Raja Panggalamei beserta rombongannya 80 orang membunuh Pendeta Hendry Lyman dan Samuel Munson (missionaris yang diutus oleh Zending Gereja Baptis dari Amerika) di Sisangkak._
*_Tahun 1864,_* _25 September. Konflik yang menyebabkan Nommensen akan dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita di Onan Sitahuru. Ribuan orang datang. Nommensen akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Nommensen tegar menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting beliung dan hujan deras membubarkan pesta besar tersebut. Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri yang sangat kejam dan buas. Nommensen pantas dijuluki “Apostel di tanah Batak” (Rasul di tanah Batak)._
*_Tahun 1865,_* _27 Agustus. Pembaptisan pertama di Silindung terhadap 4 pasang suami-istri beserta 5 orang anak-anaknya. Di antara keluarga yang dibaptis pertama adalah Si Jamalayu yang diberi nama Johannes dengan istrinya yang dibawa dari Sipirok sebagai pembantu Nommensen diberi nama Katharina._
*_Tahun 1866,_* _16 Maret. Nommensen diberkati menjadi suami-isteri dengan tunangannya Karoline di Sibolga. Karoline datang dari Jerman beserta rombongan Pdt. Johansen yang dikirim kongsi Barmen untuk membantu Nommensen di Silindung._
*_Tahun 1871,_* _Nommensen mengalami penyakit disentri dan dibawa oleh Johansen berobat ke Sidimpuan._
*_Tahun 1864,_* _Karoline melahirkan anak pertama diberi nama Benoni, namun beberapa hari kemudian meninggal dunia._
*_Tahun 1872,_* _Pargodungan Saitnihuta yang disebut Huta Dame pindah ke Pearaja. Setelah Gereja baru hampir selesai dibangun, putri pertama Nommensen yang bernama Anna meningal dunia. Keluarga Nommensen telah kehilangan dua anak pertama, sungguh suatu ujian berat bagi missionaris dalam memulai misinya._
*_Tahun 1873,_* _Sikola Mardalan-dalan (Sekolah dengan tempat tidak tetap) diciptakan Nommensen agar orang Batak bisa secepatnya menjadi guru. Siswa mendatangi Nommensen di Pearaja, Johansen di Pansurnapitu dan Mohri di Sipoholon dimana para missionaris tersebut bertugas. Atau, missionaris mendatangi siswanya di tempat tertentu._
*_Tahun 1875,_* _Missionaris Nommensen, bersama Johansen dan Simoneit bekunjung ke Toba._
*_Tahun 1876,_* _Selesai menterjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Batak Toba. Diceritakan pula bahwa telah dibaptis lebih dari 7000 orang di Silindung._
*_Tahun 1877,_* _Nommensen dan Johansen mendirikan Sekolah Guru Zending di Pansurnapitu. Tempat berdirinya sekolah tersebut adalah tempat yang dulunya dikenal sebagai Pasombaonan (tempat angker), yang sekarang tempat berdirinya STM Pansurnapitu dan Gereja HKBP Pansurnapitu._
*_Tahun 1877,_* _Raja Sisingamangaraja ke-XII mengancam akan membumihanguskan kegiatan missionaris, ancaman ini tidak menjadi kenyataan. Silindung masuk kolonisasi Belanda._
*_Tahun 1880,_* _Nommensen beserta istri dan anak-anaknya pergi ke Eropa._
*_Tahun 1881,_* _Menjelang natal, Nommensen kembali ke Pearaja. Dia kembali sendirian, isterinya tinggal di Jerman karena masih perlu perawatan. Anak-anaknya juga tinggal di sana agar bisa sekolah dengan baik._
*_Tahun 1881,_* _Kongsi Barmen menetapkan Nommensen menjadi Ephorus (Pemimpin tertinggi) pertama HKBP, dia digelari ‘Ompu’._
*_Tahun 1887,_* _Karoline isteri Nommensen, meninggal di Jerman, sebulan kemudian baru Nommensen mengetahuinya._
*_Tahun 1890,_* _Nommensen memulai misinya ke Toba, dia pindah ke Sigumpar._
*_Tahun 1891,_* _Mei. Christian, anak Nommensen, mati terbunuh di Pinang Sori oleh 5 orang kuli Cina di area perkebunan._
*_Tahun 1892,_* _Bersama Pdt Johansen yang juga sudah menduda pergi ke Jerman untuk berlibur, menjenguk anak-anaknya, dan mencari pasangan baru untuk masing-masing misionaris yang telah menduda. Nommensen mendapatkan jodohnya anak tuan Harder yang bernama Christine, Johansen mendapatkan jodohnya anak tuan Heinrich yang bernama Dora. Mereka kembali ke tanah Batak dengan masing-masing pasangan barunya._
*_Tahun 1900,_* _Permulaan Zending Batak._
*_Tahun 1903,_* _Permulaan misi Zending ke Medan._
*_Tahun 1904,_* _Fakultas Theologi Universitas Bonn, Jerman, menganugerahkan gelar Doktor Honouris Causa di bidang theologi kepada Nommensen. Dalam pengukuhan tersebut, ratu Wilhelmina dari Belanda ikut diundang sebagai tamu._
*_Tahun 1905,_* _Berkunjung ke Eropa bersama Reitze, dia mengunjungi misi Zending di Belanda dan berkunjung kepada ratu Wilhelmina._
*_Tahun 1909,_* _Christine Harder, isteri Nomensen meninggal dunia, setelah melahirkan 3 orang anak. Dia dimakamkan di Sigumpar. Dua anak perempuannya tinggal di Jerman dan belum menikah sewaktu Nommensen meningal pada umur 84 tahun._
*_Tahun 1911,_* _Pesta Jubileum 50 tahun HKBP. Pesta besar di Onan Sitahuru dihadiri puluhan ribu orang, di tempat dimana 47 tahun sebelumnya Nommensen mau dibunuh dan dipersembahkan kepada Sombaon Siatas Barita. Ratu Wilhelmina dari Belanda menganugerahkan bintang jasa ‘Order Of Orange Nassau’ kepada Nommensen, sebuah bintang jasa yang hanya diberikan kepada orang yang dianggap luar biasa jasanya di bidang kemanusiaan._
*_Tahun 1912,_* _Berlibur ke Eropa, kembali ke tanah Batak bersama tuan Pilgram yang telah lama bertugas di Balige._
*_Tahun 1916,_* _Nathanael anak Nommensen, mati tertembak di arena Perang Dunia ke I di Perancis._
*_Tahun 1918,_* _23 Mei. Pukul 6 pagi hari Kamis, Nommensen pergi menghadap Tuhan di sorga. Dia menutup mata untuk selama-lamanya setelah berdoa ‘Tuhan kedalam tangan-Mu kuserahkan rohku, amin’._
_Pada Jumat sore, 24 Mei 1918. Nommensen dikubur di Sigumpar. Puluhan ribu orang datang melayatnya untuk mengucapkan salam perpisahan. Ada orang berkata “Inilah kumpulan manusia yang paling banyak yang pernah terjadi di tanah Batak.”._
Selama di tanah Batak, Nommensen telah mendirikan 510 sekolah dengan murid 32.700 orang menterjemahkan Perjanjian Baru dalam bahasa Batak tahun 1876. Dalam pekerjaan pekabaran Injil, ia menyadari perlunya mengikutsertakan orang Batak pribumi. Maka untuk kebutuhan guru-guru sekolah, ia membuka pendidikan guru. Karena kecakapan dan jasa-jasanya dalam penginjilan, maka pimpinan RMG mangangkatnya menjadi Ephorus pada tahun 1881 dan pada ulang tahunnya ke 70, Universitas Bonn memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Nommensen. Walaupun bukan merupakan missionaris pertama untuk tanah Batak tetapi Nommensen adalah missionaris yang memerang peranan paling penting dalam pengabaran Injil disana.Orang Batak memberikan gelar “Ompungta”; bapak kita-tidak gentar walau diracuni, ditangkap dan hendak dipersembahkan kepada dewa, dituduh mata-mata Belanda sehingga layak mendapatkan julukan “Rasul orang Batak”.