‘Pantang Plastik’ Menjadi Akhlak Pribadi dan Akhlak Komunal yang Dibangun
Jakarta, Suarakristen.com
Greenpeace Indonesia, organisasi kampanye global yang mempromosikan pelestarian lingkungan hidup, bekerjasama dengan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH&SDA MUI) hari ini menyelenggarakan acara buka puasa dengan konsep Eco Iftar di Masjid Raya Pondok Indah, yang sekaligus menjadi tanda dimulainya kampanye #PantangPlastik.
“Pesan penting kami adalah pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dalam berbagai kegiatan masjid, seiring momen Ramadan dimana umat kerap berkumpul dalam skala besar. Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye #PantangPlastik yang memberdayakan masyarakat perkotaan sebagai pelaku sekaligus target utama perubahan sikap,” jelas Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi.
Atha menyebutkan beberapa kategori single-use plastic (SUP) yang paling sering digunakan di Indonesia dan di seluruh dunia, yaitu botol plastik, kantong plastik, sedotan plastik dan wadah makanan yang terbuat dari plastik.
Urgensi pengendalian pemanfaatan plastik menurut Atha sudah sangat tinggi. “Indonesia adalah negara ke-2 setelah Cina dan merupakan satu di antara lima negara Asia Tenggara penyumbang sampah plastik terbesar di lautan dunia,” tegasnya. Diperkirakan, konsumsi plastik setiap penduduk
Indonesia yang berjumlah sekitar 250 juta ini dapat mencapai 17 kg per tahunnya. Kekhawatiran ini teramplifikasi dengan fakta bahwa elemen plastik tidak dapat terurai dengan mudah oleh alam dan lautan bahkan dalam kurun waktu ratusan tahun.
Pemanfaatan momen Ramadan dengan membangkitkan kesadaran umat Muslim bahwa pelestarian lingkungan dan pemeliharaan alam sebagai bagian dari iman dan tanggungjawab sosial, merupakan langkah strategis yang diakui oleh Ketua Lembaga PLH&SDA MUI Dr. Hayu S. Prabowo. Ia mengatakan hal ini selaras dengan firman Allah SWT dengan mengutip Al Quran Surah Al-Qashah ayat 77, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Dr. Hayu mengacu pada laporan yang dikeluarkan oleh Greenpeace tahun 2006, Plastic Debris in the World’s Oceans, yang menyatakan bahwa setidaknya terdapat 267 spesies binatang yang terancam akibat terkena jeratan atau menelan sampah plastik dan merupakan salah satu penyebab kematian mamalia laut dan burung serta ikan setiap tahunnya.
. “Krisis lingkungan hidup dengan berbagai manifestasinya sejatinya adalah krisis moral, karena manusia memandang alam sebagai obyek bukan subyek dalam kehidupan semesta. Maka, penanggulangan terhadap masalah ini haruslah dengan pendekatan moral. Pada titik inilah agama harus tampil berperan”, imbuhnya.
Permasalahan sampah telah menjadi permasalahan nasional yang berdampak buruk bagi kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu, MUI telah menetapkan Fatwa Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Salah satu ketentuan hukumnya adalah “Setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabdzir (berbuat sia-sia) dan israf (berbuat berlebih-lebihan)”.
“Salah satu bentuk penerapan fatwa ini adalah melalui program Eco Masjid yang diinisiasi oleh MUI dan Dewan Masjid Indonesia (DMI). Kegiatan Eco Iftar bersama Greenpeace kali ini juga merupakan salah satu upaya ke arah sana”, tukas Dr. Hayu.
Kampanye #PantangPlastik ini antara lain diwujudkan dalam upaya pengurangan penggunaan plastik sekali pakai saat kegiatan berbuka puasa yang diadakan di masjid-masjid di Jakarta dan Bandung.
Kini, pemanfaatan gelas keramik, piring kaca, bungkus daun pisang, atau wadah rotan digunakalebih banyak di masjid-masjid yang dapat menghimpun ratusan hingga ribuan umat dalam sekali kegiatan massa ini. Diskusi kelompok atau kultum sebelum buka puasa, serta mimbar ceramah pun, diisi pesan-pesan ramah lingkungan untuk meningkatkan kesadaran yang lebih luas, selain itu kampanye ini menggugah inisiatif-inisiatif baru berwawasan hijau dalam lingkungan masjid di masa mendatang.
Tentang Greenpeace Indonesia
Greenpeace bermula dari sekelompok kecil orang yang memutuskan untuk bersama-sama memprotes pengujian nuklir di Amchitka, lepas pantai bagian barat Alaska. Setelah itu mereka melanjutkan perjuangan dengan membentuk Greenpeace dan kemudian melakukan kampanye dengan mengutamakan isu lingkungan. Salah satu prinsip dasar Greenpeace adalah “bearing witness” – atau menjadi saksi dan merekam perusakan lingkungan. Prinsip aksi langsung yang diiringi dengan konfrontasi damai, merupakan standar aksi dari tiap kampanye Greenpeace.
Greenpeace Asia Tenggara secara resmi didirikan pada tanggal 1 Maret 2000 dan telah banyak melakukan pekerjaan strategis. Termasuk menghentikan importasi limbah berbahaya, menentang pengiriman radioaktif, berkampanye melawan pembinasaan hutan, melobi pemerintah terkait isu-isu energi berkelanjutan dan menyoroti bahaya limbah pembakaran. Bersama kelompok-kelompok lokal lainnya, Greenpeace telah menggalang kampanye sukses di Filipina, Taiwan, India, dan Indonesia.
Greenpeace menjaga independensinya sebagai organisasi kampanye penyelamatan lingkungan dengan tidak menerima dana dari pemerintah, perusahaan atau pun partai politik. Tulang punggung pendanaan aktivitas Greenpeace berasal dari jutaan individu di seluruh dunia yang memberikan dukungannya terhadap organisasi ini.
Tentang Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia
Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLHSDA MUI) adalah suatu lembaga yang dibentuk berdasarkan Musyawarah Nasional VIII Majelis Ulama Indonesia tahun 2010. Lembaga ini terbentuk didasari oleh kepedulian MUI dalam meningkatkan kesadaran umat Muslim akan pentingnya perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang sesuai dengan ajaran Islam.
Visi LPLHSDA adalah mengembangkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam untuk mencapai kemaslahatan umat sesuai tujuan Syariah (maqashid as-syariah). Sementara Misi LPLHSDA adalah melalui dakwah bil lisan dan dakwah bil al mengenai ecoteologi Islam dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang tercermin dalam tindakan dan perilaku kehidupan sehari-hari dalam beribadah dan bermuamalah yang mengacu pada keseimbangan antara iman dan taqwa serta ilmu pengetahuan dan teknologi.