Jakarta, Suarakristen.com
Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), kita akan mengenang dan memberikan apresiasi kepada mereka yang dianggap sebagai tokoh dalam dunia pendidikan. Salah seorang yang patut diberi penghargaan sebagai “Tokoh Pendidik” adalah Pdt. Dr. Matheus Mangentang, M.Th. yang dikenal sebagai sosok yang telah mencetak ribuan pemuda-pemudi dari berbagai desa tertinggal dan pedalaman menjadi seorang sarjana.
Melalui Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar (SETIA) yang didirikannya pada 11 Mei 1988, Matheus Mangentang mencari anak-anak muda dari desa tertinggal dan pedalaman untuk dididik menjadi hamba Tuhan (pendeta) dan guru (pendidik), yang selanjutnya, setelah lulus ditugaskan untuk melayani di wilayah terpencil, khususnya di bidang pembinaan kerohanian dan pendidikan.
Dengan misi pelayanan ke pedesaan dan suku-suku terpencil di mana “Kabar Baik” belum tersebar, SETIA berkomitmen sejak awal untuk mendukung program pemerintah dan berkontribusi bagi pemberdayaan manusia melalui pembinaan rohani dan pendidikan.
Pada mulanya, perkuliahan SETIA dimulai dari Tanjung Priok, Jakarta Utara. Diawali dengan program Diploma sebanyak 48 orang dan disusul program strata satu sebanyak 12 orang. Saat ini STT SETIA telah berpindah beberapa kali akibat berbagai pergumulan dan masalah yakni: Tanjung Priok, Sunter, Gedong Panjang, Kampung Pulo, Cibubur (BUPERTA), Grogol (eks Kantor Walikota Jakarta Barat), Motega Lodge (Kalideres), dan terakhir di Tangerang Kota, Banten.
Pada tahun 2008, di Kampung Pulo, SETIA mengalami masalah berat yakni mengalami penganiayaan dan intimidasi dari masyarakat, sehingga mengakibatkan SETIA terusir keluar dari kampusnya. Akibat peristiwa itu, SETIA berada di beberapa tempat pengungsian seperti; Buperta Cibubur, Transito-Kalimalang dan eks Kantor Walikota Jakarta Barat selama kurang dari 2 tahun.
Peristiwa ini menjadi berita nasional hingga internasional hingga membuat pemerintah pusat dan daerah (DKI Jakarta) turun tangan.
Dari situ lokasi SETIA masih perpindah lagi ke Jl. Daan Mogot 15 dan Motega Lodge Kalideres dan kemudian berpindah ke lokasi yang sekarang. Seiring berjalannya waktu, SETIA terus menjangkau wilayah yang belum terjangkau dan beberapa alumni merintis sekolah-sekolah teologi untuk menjawab kekurangan hamba Tuhan di daerah pelosok-pelosok tanah air.
Kenyang dengan pengalaman pahit tersebut tidak membuat Mangentang putus asa. Pasalnya, isteri, anak, dan keluarga dekatnya meminta dia untuk berhenti alias menutup STT SETIA. Tetapi lewat keteguhan misi pelayanannya, hingga saat ini STT SETIA telah memiliki lebih dari 18 sekolah teologia dan ratusan sekolah umum di Indonesia. Melalui STT SETIA, telah ribuan anak-anak desa, yang tadinya tidak punya harapan untuk melanjutkan studi, bisa sekolah tinggi hingga menjadi sarjana.
Hingga kini, selain menjadi pendeta jemaat, telah banyak lulusan STT SETIA yang berkarir sebagai guru, penyuluh agama, pegawai negeri bahkan kepala pemerintahan daerah.
“Mereka menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pemerintah daerah karena pelayanan mereka membangun sekolah, mengajari masyarakat daerah yang tak tersentuh pemerintah membaca, menulis, berhitung hingga melanjutkan ke tingkatan sekolah yang lebih tinggi,” ujar Mangentang kepadamediaaras.com saat ditemui di sebuah restaurant dekat rumah sederhananya di jalan Kwitang, Jakarta Pusat, Rabu (2/5/2018).
Tentang sosok Mangentang, Direktur Pendidikan STT SETIA, Ernawati Simbolon mengisahkan sikap sederhana dan gigih dalam pelayanan, khususnya guna menjangkau mereka yang tak terlayanai agar memiliki kualitas hidup dan masa depan yang lebih baik.
“Dia sosok yang menjadi panutan saya. Saya telah 20 tahun di SETIA, mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran bahkan keluarga demi untuk misi pelayanan. Saya pernah mengajar sendirian di sekolah yang kami dirikan di daerah terasing dari kelas 1 sampai kelas 6. Kami tak berpikir besok mau makan apa, tetapi puji Tuhan, kami tak pernah kelaparan dan kekurangan; kami tak kekurangan kebutuhan untuk misi pelayanan. Selalu ada tangan-tangan baik yang diutus Tuhan untuk menolong kami,” kata Erna mengisahkan.
Seperti dilansir dari Wikipedia, lewat pelayanan STT SETIA, terbentuklah Sinode Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) yang berdiri pada, Sabtu, 21 November 1998. GKSI berdiri sebagai hasil pekabaran Injil dan pelayanan mahasiswa dan lulusan STT SETIA yang dimotori oleh Matheus Mangentang dengan dibantu beberapa rekan sepelayanannya.
Berbagai masalah dan cobaan tampaknya tidak berhenti dihadapi Mangentang terkait STT SETIA. Saat ini dia tengah diperkara-hukumkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim) atas tudingan ijazah palsu program studi Guru Sekolah Dasar.
“Sebelumnya, untuk kasus yang berbeda di Pengadilan yang berbeda pula, orang yang melaporkan saya di PN Jaktim sudah memperkarakan namun saya dimenangkan hakim. Dia itu padahal alumni STT SETIA yang pernah saya ajak melayani di STT SETIA dan GKSI dan sudah lama menghilang,” ungkapnya.
Lagipula, sebenarnya kasus ini sudah diselesaikan bersama pihak Kemenristekdikti yang mengeluarkan surat Nomor: 893/C/KL/2017, hal tentang Penyelesaian Permasalahan Prodi PGSD pada STT SETIA tanggal 23 Maret 2017, yang pada keterangan nomor dijelaskan: “bahwa Kementerian memandang penjatuhan sanksi administratif sudah proporsional dan memadai, sehingga tidak diperlukan lagi penjatuhan sanksi lainnya.” Pada penjelasan tersebut termaktub secara substansial bahwa masalah ini tidak perlu diributkan lagi.
“Jika ada pihak-pihak yang masih ngotot memperkarakan, maka dapat diduga bahwa mereka memiliki motif perebutan aset SETIA. Jika akar pahit memenuhi hati seseorang, maka Iblis akan dengan mudah mempengaruhinya. Kalau Iblis sudah bertakhta di hati seseorang, maka ia akan menghalalkan segala cara,” ungkapnya.
Bagi Mangentang, semua persoalan, masalah yang dihadapi sepanjang umur STT SETIA, baik yang berasal dari eksternal maupun internal, sebagai ujian dari Tuhan.
“Ketika kita dalam persoalan, di situ Tuhan hadir menunjukkan kuasa dan kasihNya. Mungkin persoalan yang datang kepada saya bertujuan agar saya tidak melupakan Dia Sang Empunya pelayanan. Saya ini hanya hamba,” tutur Mangentang usai mengikuti sidang lanjutan perkara di PN Jaktim.
Atas dedikasi dan pelayanannya, para mahasiswa dan alumni STT SETIA selalu setia menemani dan membelanya saat diterpa masalah. Salah satunya terlihat saat ratusan mahasiswa dan alumni, yang datang dari berbagai daerah jauh (wilayah Timur Indonesia) silih berganti di PN Jaktim, guna memberikan dukungan moral dan kekuatan agar Mangentang kuat, tabah, dan selalu diberikan hikmat dalam menghadapi persoalan.
“Dia sosok bapak dan penolong bagi kami, yang telah memberikan kesempatan bagi kami pemuda desa yang miskin dan terpencil bisa mengenyam pendidikan hingga sarjana dan bisa berkarya di tempat dimana kami bekerja,” ungkap salah seorang alumni yang datang dari Kalimantan ke MA, meminta agar Mangentang dibebaskan dari jerat hukum dan persoalan hukum yang datang dari orang yang sama, yang menurut dia memiliki motif ekonomi. “Dia (penggugat) ingin minta bagian atas asset SETIA saat ini,” tambahnya.
Diketahui, para pemuda dari desa yang datang studi ke STT SETIA hanya dibebani biaya untuk makan sebulannya Rp, 250.000. Para mahasiswa yang studi di STT SETIA wajib tinggal di Asrama. Bagi mereka yang tidak taat aturan dan tidak mau diutus melayani ke pelosok (perjanjian) untuk waktu tertentu setelah lulus tidak akan diterima di sekolah ini. (ARP)