“Kata Petrus kepada Yesus : ‘Rabi betapa bahagianya kami berada ditempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia’ (Markus 9 :5).
Perubahan wajah Yesus (transfigurasi) menimbulkan respons yang amat kuat terhadap pribadi Yesus. Para murid merasa bangga, heran, surprise, “amazing” berhadapan dengan peristiwa transfigurasi di depan mata mereka. Yesus “berubah rupa, pakaianNya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu” Narasi Markus yang menggunakan gaya bahasa hyperbola seperti itu nyaris memberi nuansa mistis terhadap peristiwa itu. Bahkan dalam pandangan para murid Yesus tidak sendiri. Ada Musa dan Elia sedang bercakap dengan Yesus di gunung yang tinggi itu. Musa dan Elia adalah representan tokoh-tokoh Israel zaman baheula yang amat dihormati Israel. Kedua tokoh itu mewakili generasi masa lampau berdialog dengan Yesus diatas gunung. Dari tiga Injil yang melaporkan peristiwa transfigurasi itu hanya Injil Lukas yang memberikan informasi tentang “burning issues” yang menjadi topik pembicaraan mereka. (Mereka tidak bicara tentang politik identitas, isu sara dalam pilkada serentak, bencana longsor atau diskusi alot tentang PBM di Mubes Tokoh Agama). Menurut Lukas 9 : 31 mereka berbicara tentang “tujuan kepergianNya yang akan digenapiNya di Yerusalem”.
Agaknya Yesus memberikan penjelasan ulang secara lebih memdalam seputar tujuan kepergianNya ke Yerusalem agar Musa dan Elia lebih memahami tentang misi yang akan dilakukan Yesus dalam konteks penyelamatan umat manusia melalui jalan salib. Penjelasan tentang “tujuan kepergian” itu oleh pelakunya sendiri menjadi sesuatu yang amat penting agar perjalanan itu tidak dianggap sebagai “traveling” tetapi sebuah “mission sacre” dari Sang Bapa, sebuah imperatif teologis yang integral dengan strategi pembebasan umat manusia dari belenggu keberdosaan.
Dengan demikian jelas seluruh agenda perjalanan Yesus itu adalah perjalanan dalam konteks penugasan, bukan perjalanan privat, sebuah perjalanan dengan “surat kredensi” yang jelas. Bukan perjalanan mengisi waktu luang, bukan sekadar “mampir”, perjalanan “incognito” atau sejenis “blusukan” tetapi sebuah tindakan dan perjalanan pembebasan.
Hal yang amat menarik adalah bahwa mereka bertiga yaitu Yesus, Musa dan Elia berbicara tentang tujuan kepergianNya *yang akan digenapiNya di Yerusalem*. Ini adalah penggenapan terhadap apa yang sudah dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama yang berbicara tentang Messias (cf Ul. 18:15;18, Mal 4:5)
Bacaan yang dikutip diawal tulisan ini menampilkan pemikiran spontan dari Petrus yang menawarkan pembuatan 3 kemah di atas gunung untuk 3 tokoh penting itu. Menurut Markus ungkapan itu muncul karena mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan dan mereka sangat ketakutan. Mereka “ignore” terhadap program perjalanan Yesus, mereka menikmati kebahagiaan sesaat sebab itu mereka ingin tinggal di zona nyaman dengan membuat kemah. Mereka bertindak paradoks dengan “mengurung” Yesus dalam kemah digunung tinggi penuh kemuliaan pada hal Yesus ingin turun dari gunung itu kebawah ke Yerusalem untuk mereguk anggur penderitaan. Selalu ada paradoks antara pikiran para murid dengan langkah-langkah Yesus!
Peristiwa transfigurasi memiliki makna penting bagi penguatan spiritualitas umat. Petistiwa itu meneguhkan kemesiasan Yesus dan memberi confirmasi bagi umat bahwa Yesus adalah tokoh pembebas umat manusia, sosok penyelamat, Juru Selamat Dunia. Hal itu lebih diperkuat dengan *awan* yang datang menaungi serta suara “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia” ( Mrk 9:7). Awan adalah tanda kemuliaan Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam PL dan PB. Suara “Inilah Anakku…” adalah *rekomendasi* dari Kuasa Transenden bahwa Yesuslah anak Allah yang suaraNya patut di dengar.
Awan, suara dari Atas yang merekomendasi sosok Yesus seharusnya tidak boleh lagi membuat umat manusia skeptis, ragu terhadap Yesus. Semua indikator itu harus membawa manusia mengambil keputusan eksistensial untuk menerima dan percaya kepada Yesus. Umat Kristen harus berjuang dengan cara elegan membawa dan menyadarkan manusia untuk tiba pada keputusan eksistensial itu. Transfigurasi menginspirasi Gereja dan umat kristiani untuk menorehkan karya historis bagi Yesus Sang Juru Selamat.
Selamat Merayakan Hari Minggu. God bless.
*Weinata Sairin.*