“Aspera ad virtutem est via. Jalan kearah kebajikan itu berat”
Sesuatu yang amat signifikan dari hidup seorang manusia, tidak pertama-tama terletak pada “durasinya”, pada lamanya, pada jumlah umurnya 50, 60, 70 atau bahkan lebih dari 100; tetapi pada “karya” yang ia lakukan disepanjang kehidupan itu.
Ada orang yang usianya panjang tetapi sebagian besar masa-masa hidupnya itu ditempuh dibelakang jeruji besi : ia korupsi, mencuri, ia menyuap oknum pengadilan dan berbagai tindak pidana lainnya. Rekan-rekannya menyatakan bahwa usianya memang sengaja diperpanjang agar ia sempat melakukan pertobatan sebelum maut merenggutnya. Namun ada juga orang yang usianya pendek, tapi hidupnya dipenuhi dengan berbagai hal yang produktif-konstruktif yang amat bermakna bagi banyak orang. Semua orang tahu bahwa usia setiap orang itu tidak pernah ada yang tahu. Tak pernah difikirkan mengapa si A dari suku dan agama XY itu usianya rata-rata lebih panjang dari si B dari suku dan agama EZ. Sang Transenden, Kuasa Yang Diatas itu yang memiliki hak prerogatif terhadap usia manusia adalah Kuasa yang kebijakannya non primordialistik, yang menetapkan batas usia seseorang *tidak menggunakan* rumus Sara.
Ada banyak kisah-kisah orang terkenal di zaman baheula yang melakukan kebajikan yang bisa menjadi sumber inspirasi bagi kita yang hidup dizaman kini. Erasmus pernah menggambarkan sosok Sir Thomas More Duta Besar Inggris dengan uraian berikur : “Ia tinggi derajatnya tapi tidak membuatnya bergembira atau membuatnya lupa kepada para sahabatnya yang adalah orang orang biasa. Ia selalu baik hati, selalu bermurah hati. Ia menolong orang lain dengan uangnya sendiri atau dengan pengaruhnya. Tatkala ia sudah tidak bisa memberi apa-apa lagi, ia memberikan nasihatnya. Ia adalah pelindung orang-orang miskin yang bernasib malang”.
Setiap orang amat sadar akan hakikat kefanaannya, hakikat kesementaraannya. Kesadaran itu amat nampak pada saat seseorang menghadapi sosok jenazah di ruang duka, atau dimanapun. Bahwa hidup manusia siapapun dia akan berakhir seperti itu, dan kemudian memasuki liang lahat, barulah seseorang disadarkan ulang tentang kefanaan yang membelit dirinya.
Kebajikan, amal saleh, menolong kaum miskin, kebaikan hati kepada banyak orang mestinya harus menjadi bagian dari kehidupan manusia tatkala ia menyusuri hari-hari kefanaannya. Berikut kisah kebaikan hati seorang Jenderal yang cukup menakjubkan. Adalah seorang perempuan yang sedang dalam perjalanan naik kereta api dari New York ke Philadelphia. Ternyata ia duduk di kereta itu bersama seorang laki-lagi dengan pakaian seragam yang cukup berat. Hanya mereka berdua yang ada di gerbong itu, sehingga laki-laki itu menyalakan rokok bahkan malu menghisapnya.
Perempuan itu terbatuk-batuk terkena asap rokok itu dan mulai menunjukkan sikap ketidaksenangannya terhadap perempuan itu. Tetapi laki-laki itu tetap tak peduli terhadap perempuan itu. “Anda mungkin orang asing! Apakah anda tak tahu bahwa di depan sana ada gerbong khusus untuk merokok? Merokok tidak di izinkan di gerbong ini.
Tanpa berkata sepatahpun laki-laki itu membuang rokoknya keluar jendela. Pada saat kondektur datang berkeliling untuk memeriksa tiket; perempuan amat terkejut ketika ia tahu bahwa penumpang di sebelahnya tadi itu adalah Jenderal Besar Grant, dan perempuan itu sudah ikut menikmati kereta sang Jenderal. Jenderal tetap tidak memalingkan kepalanya sehingga tidak mempermalukan perempuan itu. Ia menolehkan kepalanya dan tersenyum tatkala perempuan itu hilang dari pandangannya.
Hidup seorang manusia seharusnya diisi dengan rangkaian perbuatan baik, justru karena ia makin sadar akan kefanaannya. Menabur kebaikan, menginvestasi kebajikan adalah pilihan cerdas untuk untuk diwujudkan. Semua agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan nasihat yang jelas dan cerdas kepada umatnya masing-masing agar mereka tidak jemu-jemu berbuat baik.
Pepatah yang dikutip diawal bagian ini amat menarik. Disebutkan dalam pepatah itu bahwa “jalan kearah kebajikan itu berat”. Ya melakukan perbuatan baik itu memang *berat*, banyak orang lebih suka mengerjakan hal yang sebaliknya. Kuasa kegelapan, kuasa *diabolik* masih berperan besar dalam hidup manusia. Manusia harus melawan dan mengalahkan kuasa itu sehingga hidup manusia aman dan nyaman. Dengan memperbanyak doa, ibadah, sholat, zikir dan banyak aktivitas keagamaan lainnya maka kuasa kegelapan, kuasa syaiton itu bisa dilumpuhkan. Mari terus menjalani jalan kebajikan, walaupun berat. Tak ada pilihan lain!
Selamat berjuang. God bless
*Weinata Sairin*.