Garis Besar Panduan Pelaksanaan Kerja Bagi Pejabat Baru (Bagian 3): Penajaman Program Kerja 90 Hari

0
1247

Oleh: P. Adriyanto

 

 

 

Pada Bagian 1 saya ungkapkan  bahwa  calon pejabat harus menyiapkan *Rencana Kerja 90 Hari.* Tentu rencana kerja ini harus ditinjau kembali dan dipertajam, disesuaikan  dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal yang nyata.

 

Oleh sebab itu, pejabat yang baru tersebut  harus secepatnya melakukan *mapping/pemetaan* berbagai aspek yang meliputi:

* Aspek SDM

* Sumber daya non manusia

* Kondisi pasar termasuk aspek demografis

* Aspek. persaingan

* Perubahan-perubahan lingkungan bisnis.

 

# *Pemetaan terhadap SDM*

Berdasarkan hasil dialog  dengan informal leader dan pengamatan langsung, maka pejabat baru harus membuat daftar, siapa saja para karyawan yang menunjukkan sikap mental positif dan kinerja yang baik, mana yang tidak produktif dan menunjukkan sikap mental negatif (suka  absen, suka membantah perintah, lamban, dll) dan siapa saja yang merupakan *toxic employees.*

Toxic employees adalah karyawan/beberapa karyawan yang selalu berulah, melawan atasan (bersikap hostile) dan suka menghasut.

Pejabat baru harus berani mem-PHK para karyawan yang tidak produktif dan yang menunjukkan sikap mental negatif terlebih para toxic employees. Apabila mereka dibiarkan, maka akan semakin merugikan perusahaan dan unit organisasi terkait sulit dipulihkan.

Sayangnya ada kalanya rencana ini tidak disetujui oleh Direksi dan biasanya disebabkan karena pertimbangan besarnya pesangon dan uang jasa yang harus dibayarkan.  Dalam hal terjadi kasus seperti ini, pejabat baru harus berusaha meyakinkan Direksi bahwa  bila ingin menyehatkan unit organisasi yang sakit. Pejabat baru harus berani menyatakan bawa turnaround tidak dapat dilaksanakan dan lebih baik ia mengundurkan diri.

 

Selain itu, pejabat baru juga harus melakukan riset pasar tenaga kerja yang meliputi ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan dan tingkat gaji. Riset pasar tenaga kerja ini sebaiknya dilakukan sebelum mengajukan usul PHK kepada Direksi.

Baca juga  Kelas Menengah Ambyar, Mimpi Indonesia Emas pun Bubar

Ia juga harus mengidentifikasi kebutuhan pelatihan (training needs identification) guna pelaksanaan grooming program.

 

Pemetaan terhadap SDM ini menjadi sangat crucial bagi pejabat baru yang ditugasi di unit/sub unit organisasi yang baru mempersiapkan diri untuk beroperasi (start up). Pejabat ini harus jeli dalam menyeleksi para calon karyawannya.  Seorang eksekutif yang profesional tidak buru-buru menetapkan  apa tujuan yang hendak dicapainya, tapi terlebih dahulu harus menetapkan siapa saja yang tepat untuk membantunya ditinjau dari segi kompetensinya yang antara lain meliputi skill, knowledge, karakter, motivasi kerja dan nilai-nilai pribadinya.

Aspek-aspek kompetensi ini harus mendapat perhatian ekstra dari pejabat baru yang harus menggalinya dalam wawancara dan selama masa percobaan.  Tidak perlu menunggu sampai. masa percobaan berakhir (3 bulan).  Walau baru sehari sekalipun, bila karyawan dalam masa percobaan sudah menunjukkan kinerja yang rendah atau karakter jelek, maka ia harus segera diberhentikan.

Bagaimana dengan tes psikologi?

Saya tidak anti terhadap tes psikologi, tapi berdasarkan pengalaman saya selama puluhan tahun, ternyata saya tidak bisa mengandalkan tes psikologi ini.  Sekitar tahun 1994 saya membutuhkan 50 tenaga S1 Akuntansi untuk dididik menjadi internal auditor untuk. melakukan auditing di 110 cabang dan kantor pusat. Melalui test psikologi selama 3 bulan  tidak dapat merekrut seorangpun. Dengan demikian saya putuskan untuk langsung mewawancarai para pelamar. Pada tahun, 1995, saya juga membutuhkan  20 tenaga S1 Manajemen dan Akuntansi.  Berdasarkan pengalaman dalam perekrutan calon internal audit, saya juga melakukan penyeleksian melalui wawancara.

Sore sampai malam saya melakukan wawancara dan pagi sampai siang saya melakukan training.

Setelah mereka dapat saya tetapkan lulus dalam masa percobaan, secara bertahap mereka saya ikutkan dalam tes psikologi, di mana hasilnya hanya saya pergunakan sebagai pembanding saja.

Baca juga  Membangun PLTN Berbasis Nuklir Hijau dan Visi Masa Depan yang Ramah Lingkungan

 

Berikut ini dasar pemikiran saya mengapa saya tidak mengandalkan  tes psikologi:

° Tes psikologi klasik (Classical True Score Theory) seperti tes kepribadian, tes bakat (aptitude test), achievement test, tes Krepplin, Wartegg, Roschah, dll, battery tesnya dirancang oleh para akhli psikologi Barat, yang bukan mustahil tidak valid untuk diterapkan bagi orang Indonesia ditinjau dari kepribadian, karakter, perilaku, dll.

° Pada kenyataannya, terjadi fakta yang bertentangan dengan hasil tes psikologi.  Karyawan yang hasil tesnya baik, pada kenyataannya kepribadian, karakter, apritude dan performance sangat jelek. Hal ini saya buktikan ketika mengikut sertakan 70 karyawan internal audit dan finance staff yang Saya rekrut berdasarkan wawancara.

° Rata-rata  psikolog yang berpraktek. masih muda dalam pengalaman. Hasil evaluasinya sering mengandung statement yang bertentangan.

 

Bersambung.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here