Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Ulangan 28:58-68
Berhala-berhala, ilah-ilah baru terus bermunculan menyaingi Allah. Manusia sering terpikat dengan pesona ilah-ilah itu. Ambil contoh, ketika zaman modern muncul, manusia seperti mendapat agama baru. H.S. Wood pernah berkata, “Taruhlah kepercayaanmu pada ilmu pengetahuan sepenuh-penuhnya, dan milikilah kepercayaan diri yang sebesar-besarnya.” Ungkapan ini lalu membuat orang begitu mendewakan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah segala-galanya. Modernisme telah menjadi “agama” baru.
Tapi lihatlah, era modern itu telah berlalu. Kini kita telah memasuki era pasca modern (post-modernism). H.S. Wood kemudian dengan lirih berkata, “dewa ilmiah” telah gulung tikar. Era yang dulu disanjung dan tampak gagah perkasa itu, akhirnya tampak “tua”dan tak berdaya lagi.
Mengapa ini bisa terjadi? Sebenarnya satu saja penyebab pokoknya, yaitu: “agama” baru ini didirikan atas dasar ilusi. Ilusi bahwa manusia tidak perlu mencari juruselamat, kecuali dirinya sendiri. Dan apakah manusia berhasil? Tidak! Bagaimana mungkin orang tenggelam mengangkat dirinya dari dalam air? Bagaimana mungkin juga ia dapat menyelamatkan orang lain? Di tengah situasi seperti ini, Tuhan datang mengetok nurani manusia. Ia mengguncang jiwa mereka dan menyadarkannya.
Bagaimana Tuhan bertindak menyadarkan umatnya, dapat kita lihat dalam pengalaman Israel. Dalam Ulangan 28:59-62 dikatakan: “Maka TUHAN akan menimpakan pukulan-pukulan yang ajaib kepadamu, dan kepada keturunanmu, yakni pukulan-pukulan yang keras lagi lama dan penyakit-penyakit yang jahat lagi lama. Ia akan mendatangkan pula segala wabah Mesir yang kautakuti itu kepadamu, sehingga semuanya itu melekat padamu. Juga berbagai-bagai penyakit dan pukulan, yang tidak tertulis dalam kitab Taurat ini, akan ditimbulkan TUHAN menimpa engkau, sampai engkau punah. Dari pada kamu hanya sedikit orang yang tertinggal, padahal kamu dahulu seperti bintang-bintang di langit banyaknya — karena engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.
Tindakan Tuhan membuat manusia modern menjadi gelisah. Ya, seperti kegelisahan Ayub ketika dia mengeluh, “Aku hidup dengan tenteram, tetapi Ia menggelisahkan aku, aku ditangkap-Nya pada tengkukku, lalu dibanting-Nya, dan aku ditegakkan-Nya menjadi sasaran-Nya” (Ayub 16:12). Tindakan Tuhan yang lebih keras lagi dinyatakan dalam Ulangan 28:64-66, “ TUHAN akan menyerakkan engkau ke antara segala bangsa dari ujung bumi ke ujung bumi; di sanalah engkau akan beribadah kepada allah lain yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu, yakni kepada kayu dan batu. Engkau tidak akan mendapat ketenteraman di antara bangsa-bangsa itu dan tidak akan ada tempat berjejak bagi telapak kakimu; TUHAN akan memberikan di sana kepadamu hati yang gelisah, mata yang penuh rindu dan jiwa yang merana. Hidupmu akan terkatung-katung, siang dan malam engkau akan terkejut dan kuatir akan hidupmu.”
Jika gelisah seperti ini terjadi dalam hidup kita; Jika Tuhan bertindak dan membuat kita tidak tenteram, marilah mengoreksi diri. Adakah saya telah mengabaikan dan menyepelekan Juruselamat. Apakah saya lebih percaya kepada berhala-berahala dan ilah-ilah palsu?
Apakah sekarang ini kita masih bersibuk-ria mengemas “persembahan” bagi ilah-ilah palsu? Lupakah kita bahwa yang disebut “persembahan” terbaik itu kita harus antar ke kaki Juruselamat yang adalah Tuhan semesta alam?