Kata “hati-hati” yang bernuansa peringatan banyak kita temui diberbagai tempat dalam konteks dan maksud yang amat beragam. Di gedung pertemuan atau hotel kita baca papan petunjuk “Hati-hati lantai licin”. Jika kita tidak hati-hati melangkahkan kaki pada lantai yang licin, akan sangat berbahaya. Apalagi bagi mereka yang berusia lanjut, jatuh terlentang karena lantai yang licin, bisa fatal akibatnya. Acap kita temui peringatan untuk berhati-hati pada tikungan jalan tajam. Ditulis didekat tikungan itu ” Hati-hati sering terjadi kecelakaan”. Berdasarkan pengalaman selama ini mungkin ditempat tersebut sering terjadi kecelakaan karena sopir ngebut justru pada tikungan tsb.
Papan peringatan untuk berhati-hati memang sangat baik untuk ditempatkan diberbagai lokasi yang sering dikunjungi publik sehingga dengan adanya papan itu kecelakaan bisa di minimalisasi. Namun persoalannya tidak terletak hanya pada ada atau tidaknya papan peringatan itu. Hal yang lebih penting adalah bagaimana publik membaca dan melaksanakan isi papan peringatan itu. Ada banyak kecelakaan terjadi justru karena ada saja orang yang tidak mau peduli terhadap papan peringatan itu. Papan peringatan didepan palang perlintasan Kereta Api seringkali tidak diindahkan, motor bahkan mobil menerobos dan menabrak pintu perlintasan Kereta Api. Akibatnya beberapa kali terjadi ada mobil yang tertabrak Kereta Api.
Ada juga peringatan yang ditempatkan didekat pantai yang menyatakan bahwa jarak 1 meter sesudah papan peringatan itu, laut sudah dalam dan tidak boleh berenang ditempat itu. Tetapi selalu saja ada yang mengabaikan peringatan itu sehingga banyak yang tenggelam di dekat papan peringatan itu.
Dalam dunia perbankan, dan bidang keuangan pada umumnya, istilah “hati-hati”, _prudent_ acap kali dipergunakan. Kebijakan yang ditetapkan dibidang keuangan dan atau perbankan selalu ditetapkan dengan amat hati-hati, penuh kalkulasi dan perhitungan cermat karena dampaknya yang luas terhadap bidang lain serta kehidupan masyarakat.
Itulah sebabnya mengapa misalnya rencana untuk melakukan _redenominasi_ , penetapan tentang pecahan uang yang baru belum diwujudkan karena kajian menyeluruh dan komprehensif dianggap belum selesai.
Sebenarnya kehati-hatian itu diperlukan disemua bidang kehidupan. Bukan hanya dibidang keuangan, perbankan atau dalam hal-hal praktis yang langsung berhubungan dengan kehidupan. Dalam bidang politik, hukum, keamanan, budaya, transportasi, perhubungan dan berbagai bidang lainnya, sangat diperlukan kehati-hatian. Dalam menulis dokumen apapun bentuk dan jenis dokumen itu, dalam mengucapkan kata-kata, istilah diperlukan kehati-hatian. Bisa fatal akibatnya jika terdapat kesalahan dalam penulisan dokumen. Seseorang terhambat dalam pengurusan pensiun hanya karena ada perbedaan nama pada akta kelahiran, SK Pengangkatan Pegawai dan KTP. Belum lagi kesalahan dalam mengetik teks peraturan perundangan, akibatnya amat besar bagi lingkungan yang amat luas.
Ada banyak memori yang tersimpan dalam relung-relung hati kita sebagai masyarakat majemuk, tatkala banyak kata, istilah, terminologi yang digunakan oleh para petinggi kita yang menimbulkan permasalahan dan melukai batin kita. Ujaran kebencian, penodaan agama, penghinaan terhadap tokoh suci agama acapkali sadar atau tak sadar muncul di ruang publik disuarakan oleh tokoh, pejabat publik, penyelenggara negara dan atau pengarang buku. Dalam zaman TI sekarang ini tidak bisa lagi dokumen-dokumen secara ketat dibubuhi kara-kata “Untuk Kepentingan Intern”. Sesuatu yang disebutkan “intern” sekarang ini dalam konteks dokumen, nyaris mubazir karena dokumen itu dengan kecanggihan smartphone sekarang ini dengan mudah beredar ke segala penjuru.
Hal yang harus kita lakukan sekarang ini dalam hubungan dengan dokumen tertulis, untuk digunakan terbatas atau di release kekhalayak adalah : menggunakan bahasa yang santun dan elegan; tidak mendiskreditkan/menghujat pribadi, lembaga, agama, aliran keagamaan dan siapapun juga; mengajak orang lain mewujudkan hal-hal yang positif bagi masyarakat, bangsa dan negara. Ada sebuah fakta yang bisa diceritakan betapa informasi intern pada saatnya menjadi terbuka dan menimbulkan luka batin bagi yang terkena. Seorang petinggi negeri lk 10 th yl dalam petemuan tertutup di sebuah kantor pemerintah menyampaikan sikap kritisnya terhadap kelompok masyarakat yang tidak mau menerima pengaturan tentang pembangunan rumah ibadah. Sang petingggi membandingkan kenyataan di negeri lain yang untuk membangun gedung saja perlu diatur dan mereka patuh dengan peraturan itu. Beberapa tahun kemudian sikap kritis sang petinggi itu dikutip lengkap dalam sebuah buku oleh pengarang buku itu untuk menjelaskan peta kehidupan beragama di negeri ini.
Dalam konteks zaman kita sekarang yang disebut “confidential” dan ” intern” menjadi amat relatif; kita mesti mampu mengelola dokumen dengan baik agar tidak menimbulkan kegaduhan yang tak perlu. Pepatah kita amat jelas mengingatkan kita agar kita hati-hati berbicara tentang sesuatu, kapan dan kepada siapa. Dengan mengingat dan mewujudkan pesan pepatah itu kita harap dunia menjadi lebih baik.
Selamat berjuang. God bless.
Weinata Sairin.