Baik agama-agama maupun kearifan lokal, tradisi kultural dan nilai-nilai yang hidup dalam sebuah masyarakat selalu mengarahkan umat manusia agar dalam hidupnya mereka selalu berbuat baik. Dengan melakukan perbuatan baik maka manusia sebenarnya mengejawantahkan hakikat kediriannya sebagai manusia yaitu _imago dei_ dan _khalifah Allah_. Predikat manusia yang bersumber dari kitab suci agama Kristen dan agama Islam sebagaimana disebut diatas memberi bukti nyata bahwa peran manusia sangat penting dan sentral dalam membangun sebuah dunia yang berkeadaban. Manusia itu adalah “gambar Allah” – imago dei, manusia adalah “khalifah Allah”- wakil Allah di bumi. Manusia bukan makhluk biasa, ia memiliki _privilege_ dari Allah. Bahwa kemudian dalam kenyataan praktis manusia gagal atau tak mampu mewujudkan peran itu, itu karena manusia tidak melaksanakan perintah Allah, tidak berjalan sesuai dengan rambu-rambu yang Allah tetapkan.
Manusia diciptakan Allah bukan sekadar untuk hadir tapi untuk melakukan _action_ untuk bergerak, bertindak melakukan perbuatan baik, menabur kebajikan. Dalam konteks bertindak itu Allah menganugerahkan manusia berbagai bakat dan talenta untuk dikembangkan dan di share dalam kehidupan ini.
Membagikan talenta diruang-ruang kehidupan itu tidak pernah dibatasi oleh usia, tetapi dibatasi oleh nafas hidup. Ada orang yang hingga saat terakhir di panggil Tuhan, ia tetap dalam posisi membagi talentanya. Bukan karena ia memaksakan diri menjadi “pemimpin seumur hidup” tetap karena ia berpegang pada pemikiran bahwa mendedikasikan seluruh hidupnya bagi kebaikan orang banyak adalah tugas panggilan imaniah. Dalam sebuah organisasi modern yang telah menetapkan batas umur bagi para pemimpinnya, pemikiran sebagian orang tentang *panggilan imaniah* itu mestinya tetap diberi ruang.
Berbuat baik bagi banyak orang acap membuat kita sendiri lupa berapa umur kita. Ada cerita unik tentang seorang tua yang bekerja keras dalam hidupnya. Norman Vincent Peale sedang menanti saat untuk bertemu dengan Herbert Hoover. Norman bertanya kepada sekretaris Hoover apa rahasianya sehingga Hoover bisa begini gesit dan trengginas bekerja.? Minum ramuan atau food suplemen apa dia. Sekretaris itu menjawab : ” Ya ia sedang bekerja keras, ia bekerja 7 atau 8 jam sehari!” “Tapi ia kan sudah berusia 85 tahun?” kata Norman menyela. “Iya benar, tapi ia sendiri tidak tahu berapa umurnya!”
Kata Sekretarisnya sambil tersenyum. Orang yang ‘gila kerja’ sering disebut “work aholik’. Orang seperti ini bisa demam atau sakit jika tidak bekerja, atau berdiam diri. Bukan berarti bekerja secara struktural disebuah kantor misalnya tapi bekerja apapun non struktural.
Pada zaman modern bagi sebagian orang, bekerja itu juga adalah sebuah ‘status’, sebuah kehormatan. Orang merasa terhina jika ia tidak bekerja, apalagi jika istrinya yang bekerja itu merupakan penderitaan tersendiri bagi sebagian orang. Sekarang di era digital sesuatu yang bisa dikerjakan jauh lebih banyak. Orang bisa mengerjakan apa saja dirumah asal ia faham seluk beluk berdagang secara on line dan atau bergerak dibidang jasa lewat on line.
Setiap orang yang punya tekad dan kemauan di zaman digital ini tidak akan menganggur. Ia bisa berkarya, bahkan produknya yang eklusif bisa cepat menembus mancanegara. Tak ada alasan lagi untuk menjadi penganggur di zaman seperti sekarang. Manusia adalah sosok pekerja keras yang andal dan bisa mencapai sukses sejauh ia tekun dan berkomitmen kuat.
Pepatah kita menegaskan Berbuat baik dan bergembiralah. Bergembira, enjoy dalam menghadapi kehidupan yang keras dan sulit adalah wajib hukumnya.
Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang, kata Salomo. Umat beragama dengan keyakinan iman yang kuat akan bisa terus enjoy dan bersukacita karena yakin akan tuntunan dan perlindungan Tuhan dalam menjalani kehidupan. Mari terus berbuat baik dan bergembira dalam menjalani kehidupan ini.
Selamat berjuang. God bless.
Weinata Sairin.