We are taught to understand, correctly, that courage is not the absence of fear, but the capasity for action despite our fears (John McCain)

0
1229

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

 

 

Dalam beberapa waktu terakhir ini umat manusia dihampir semua belahan bumi dicekam rasa takut. Rasa takut telah menjadi semacam “penyakit baru” dalam diri manusia dan yang tak mudah bahkan sulit disembuhkan. Rasa takut itu tentu punya dampak yang nyata dalam hidup manusia. Dan bukan hanya dampak psikologis. Orang menjadi tidak nyaman lagi bepergian, kuatir ada bom atau ada kerusuhan. Bahkan hidup dirasakan tidak lagi nyaman walau itu dirumah sendiri, yang dibeli dari hasil keringat sendiri. Orang menjadi tinggi sikap curiganya terhadap orang lain. “Orang lain” diamati namanya, negara asal dari mana, apa agamanya, apa profesinya. Ketakutan itu terjadi bukan hanya karena banyak teror bom, pembunuhan, kecelakaan yang direkayasa, dan lain sebagainya tetapi juga karena media sosial menampilkan cerita cerita yang kadang menyeramkan seputar hubungan antar manusia.

 

Ahli bahasa Indonesia Dr Yus Badudu mencatat ada beberapa arti ‘takut’.  Takut berarti “gentar”, “tidak berani”, “cemas, kuatir”. Pada kata “takut rugi” menurut Badudu diberi makna ” tidak mau sampai”.; artinya seseorang tidak mau sampai menderita kerugian karena harga pembelian yang terlalu mahal! Konotasi ‘takut’ tentu saja memiliki makna yang berbeda. Hal itu sangat jelas jika kata itu sudah dipakai dalam kalimat. Contoh : “Ia merasa takut sekali pada waktu memasuki ruang operasi apalagi ketika ia mendengar semua perintah dari dokter bedah kepada co ass yang mendampinginya tentang bagaimana operasi itu dilaksanakan”. “Orang yang *takut* kepada Tuhan tidak pernah berfikir tentang korupsi dan perbuatan melawan hukum lainnya”. Kata ‘takut’ pada 2 kalimat diatas memilik makna yang berbeda satu dengan yang lain.

 

Pada kalimat pertama kata ‘takut’ bermakna ‘tidak berani’ , ‘gentar’: dan untuk kasus ketakutan seperti ini seseorang mengeluarkan keringat cukup banyak terkadang disertai rasa mual dan pusing. Pada kalimat kedua kata ‘takut’ lebih diberarti “kesetiaan dalam menjalankan perintah Tuhan” ; selain juga sikap respek kepada Tuhan. ‘Takut kepada Tuhan’ tidak bisa diartikan ‘sikap yang menjauh dari Tuhan’ tetapi sikap menghormati/ memuliakan nama Tuhan; sikap yang memposisikan Tuhan sebagai satu-satunya Kuasa Vertikal yang otoritasnya berlangsung hingga ke bumi.

 

Kita sudah lama mengenal istilah.phobia. Kata ini berasal dari kata Yunani.”phobos” yang berarti lari, takut panik, takut karena adanya teror.

 

Istilah ini yang digunakan sejak zaman Hippocrates diberi makna rasa ketakutan yang amatcberlebihan terhadap suatu benda, situasi, kejadian yang dipandang sebagai emosi-emosi substitusi dan sering disebut neuroses yang ditekan.

 

Menurut literatur psikologi ada 3 phobia yang biasanya dihadapi oleh manusia yaitu Agora phobia (takut tempat ramai); Social phobia (takut bertemu orang), Specifik phobia (takut akan ketinggian, hewan, dsb).

 

Menurut John McCain kita diajari untuk memahami dengan tepat bahwa _keberanian itu bukanlah tidak adanya rasa takut_ tetapi *kemampuan untuk bertindak walaupun kita memiliki rasa takut*.

 

Kita semua hidup dalam kerumunan berbagai hal yang menakutkan, yang menenggelamkan kedirian kita pada hidup yang pengap dan megap-megap. Sebagai orang beragama kita yakin dan percaya bahwa Tuhan dengan caraNya akan *mengubahkan dan membarui hati manusia Indonesia* dari yang negatif, penuh dendam dan permusuhan,curiga dan berprasangka menuju ke ‘hati yang suci bersih, positif, saling respek dan penuh pengampunan’ demi hadirnya sebuah NKRI yang adil, damai, maju dan berkeadaban’ yang mampu berkontribusi bagi dunia modern.

 

Selamat berjuang. God bless.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here