Oleh: Pdt. Weinata Sairin, M. Th.
1. Dulu negeri ini mengenal SKB MENAG MENDAGRI No 01/BER/mdn-mag/1969 Tanggal 13 September 1969 yg ditandatangani KH Moch Dahlan sebagai Menag dan Amir Machmud sebagai Mendagri.
2. SKB 1969 ini terdiri atas 6 Fasal sehingga dalam pelaksanaan dilapangan sering menimbulkan multi tafsir. Pembangunan gedung gereja banyak terkendala akibat SKB itu karena gedung gereja dipahami oleh sebagian orang sebagai ‘penopang kegiatan kristenisasi’ dan bukan sebagai tempat ibadah/ pembinaan spiritual.
3. Dalam rangka terbitnya SKB itu DGI dan MAWI (kini PGI KWI) telah memberikan catatan kritis kepada pemerintah melalui dokumen MEMORANDUM
DGI-MAWI 10 Oktober 1969 yg ditandatangani oleh Ds. WJ Rumambi – Sekr Departemen Gereja dan Masyarakat DGI dan Pastor FX Danuwinata, SJ – Kantor Wali Gereja Indonesia. Inti pokok Memorandum itu adalah bhw SKB tsb tidak menjamin kemerdekaan beragama sebab itu perlu ditinjau kembali.
4. Berpuluh tahun Gereja-gereja dan umat Kristen terkendala
dlm membangun gedung gereja. Gereja-gereja dan PGI berkali-kali mendesak Pemerintah untuk mengubah SKB itu apalagi secara hukum SKB itu tidak termasuk dalam hierarki tata perundangan di Indonesia.
5. Pada tahun 2005 Pemerintah merespons keinginan Gereja/PGI. Tanggal 19 Sept 2005 Sekum PGI R Daulay, bersama Wasekum Weinata Sairin dan Martin Hutabarat Pokja Hukum PGI menemui Dr. Sudarsono Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Depdagri (kini beliau adalah Sekjen DPD RI) menyampaikan pemikiran tntang pentingnya penggantian SKB dgn peraturan yg lebih memberi ruang bagi kebebasan beragama.
Dr Sudarsono menanggapi dengn positif pemikiran PGI.
6. Kemudian Pemerintah mengintroduksi draf peraturan baru yg disebut “Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mnteri Dalam Negeri Tentang Pembinaan Kerukunan Umat Beragama, PembentukanForum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat di daerah” ( Draf 3 Oktober 2005)
7.Atas usul PGI draf itu dibahas bersama oleh 5 lmbaga yi MUI PGI KWI PHDI dn WALUBI. Waktu.itu Khonghucu belum “diakui” Pemerintah.
8. Oleh krarena PGI melihat SKB itu dr aspek hukum maka PGI menugaskan M Hutabarat dn Dr Lodewyk Gultom (kini alm) utk ikut dalam pembahasans teknis menyempurnakan naskah PBM itu bersama dgn 4 lembaga agama yg lain (8) orang dan Wasekum PGI ikut mendampingi bergantian dengan Sekum PGI.
9. Selama 11 kali dilakukan pembahasan thd naskah itu yg akhirnya naskah final ditandatangani oleh Menag M. Basyuni dan Mendagri H Moch Ma’ruf.
Banyak perubahan thd draf itu sebagai usul dr lembaga2 keagamaan.
Hingga saat terakhir PGI masih menyatakan berbagai keberatan thd naskah tsb krn belum menampung semua aspirasi umat.
10. Dengan demikian yang perlu dilakukan umat sekarang ini sesudah dokumen itu disahkan 21 Maret 2006 adalah mengevaluasi dan memberikan usul perubahan terhadap peraturan itu. PGI telah menyusun dan menyampaikan usul perubahan terhadap naskah PBM 2006 itu kpd Pemerintah.
11. Dokumen Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 2006/No 8 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Peneliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama
Dan Pendirian Rumah Ibadat perlu direvisi srhingga mampu membantu memfasilitasi setiap umat beragama
utk membangun rumah ibadah mereka. PBM tsb tidak usah DICABUT.
Jika PBM 2006 DICABUT akan terjadi kekosongan hukum yang bisa berdampak kontra produktif bagi NKRI yang majemuk.
12. Dalam kondisi kekosongan hukum seperti itu bisa saja terjadi adanya pihak-pihak yang mendesakkan keinginan agar RUU PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA yg kini belum dibahas DPR dan isinya masih banyak yg kontroversial SEGERA DISAHKAN. Kondisi seperti ini bisa sangat merugikan kehidupan bangsa kita yang majemuk. Mari kita Revisi PBM 2006 dan jangan DICABUT.
Jakarta, 14 Maret 2017
Weinata Sairin
Teolog, Sekum Sinode Gereja Kristen Pasundan 1978-1990, Wasekum PGI 1989-2000,2004-2009.