Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman (Ketum Sinode GSPDI):
Injil itu Sosial Holistik: Gereja Harus Semakin Terlibat dalam Pelayanan Keadilan Sosial
“Gereja-gereja di Indonesia harus meningkatkan partisipasi, perhatian dan keterlibatan dalam usaha-usaha keadilan sosial dan pelayanan kemanusiaan. Perlu ada kesadaran dan pencerahan teologis bahwa Injil dan iman Kristen bersifat sosial holistik dan liberatif. Kristus datang ke dunia bukan hanya untuk misi penyelamatan/keselamatan secara rohani tetapi juga untuk misi/agenda kemanusiaan. Kristus telah berkorban untuk menebus dosa-dosa kita dan berjuang untuk pembaharuan, restorasi, advokasi dan transformasi masyarakat dan dunia.
Yesus Kristus adalah seorang humanis sejati, revolusionis, pembebas. Ia datang untuk menyalakan api pencerahan dan transformasi di bumi ini. Ia mengajarkan umat manusia untuk mengasihi Allah dan sesama manusia secara total. Ia mengajarkan kasih, kepedulian sosial, tanggjung-jawab sosial, pertobatan pribadi dan sosial, kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Ia memproklamasikan nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental/esensial dan transformatif bagi semua umat manusia.”Demikian disampaikan Pdt. DR. Mulyadi Sulaeman, Ketua Umum Sinode Gereja Sidang Pantekosta Di Indonesia (GSPDI), kepada Tabloid Tritunggal, di sela-sela sebuah acara gereja di Jakarta, baru-baru ini.
“Yesus merupakan model keadilan sosial. Profil Yesus yang penuh kasih, peduli /membela kaum marjinal, menyembuhkan orang-rang yang sakit fisik dan sakit jiwa, memberi orang banyak makan, memberi inspirasi dan pengharapan bagi orang-orang yang letih lesu, berani menantang ketidakadilan, – telah mempengaruhi dan memberdayakan dunia untuk terlibat secara aktif dalam isu-isu keadilan sosial dan problem-problem kemanusiaan (Perhatikan apa yang Kristus tegaskan: Berilah mereka makan, sembuhkanlah orang yang sakit, celikkan mata orang buta, jadilah terang dan garam dunia, kasihilah Tuhan Allahmu dan sesamamu manusia dengan segenap hati, pikiran dan akal budimu, ampunilah dan kasihilah musuhmu, janganlah kuatir apa yang engkau makan atau pakai, dan banyak lagi).
Sosok, ajaran dan misi Yesus menekankan aspek keadilan sosial kehidupan manusia. Kristus sangat menekankan tanggung-jawab orang percaya untuk membela dan mengasihi kaum marjinal yang tidak beruntung hidupnya. Kristus datang untuk membawa keadilan dan pembebasan ke bumi ini.”tegas Pdt. Mulyadi
“Jadi, peduli kepada orang miskin, orang-orang yang terpinggirkan secara sosial budaya/politis/struktural, merupakan mandat Kristus, amanat Injil. Umat Kristen perlu lebih peduli pada isu-isu keadilan sosial dan problem kemasyarakatan dan problem kemanusiaan. Kita harus terlibat dalam pemberdayaan kaum marjinal dan orang miskin. Gereja perlu memobilisasi anggota Gereja untuk terlibat secara langsung dan peduli pada orang-orang miskin di dalam lingkungan masyarakat masing-masing. Kita harus berusaha lebih peduli pada orang-orang yang terlupakan, tertindas dan kaum marjinal.
Konsep keadilan sosial merupakan konsep Biblikal yang normatif. Keadilan sosial merupakan konsep tentang masyarakat dimana setiap manusia diperlakukan dengan adil/pantas, tanpa diskriminasi status finansial, ras, jenis kelamin, etnik, agama, dan lain-lain.
Allah kita adalah Allah yang adil, Dia menuntut kita untuk hidup adil. (Mikha 6:8). Kita percaya umat manusia diciptakan untuk menciptakan dan mengeksplorasi potensi sosial, ekonomi dan rohani. Tuhan menciptakan manusia untuk mewujudkan kreativitas, keadilan, tanggung-jawab, ketertiban dan amal kasih. Tuhan menciptakan manusia agar berkembang/bertumbuh terus dan semakin maju.Tuhan ingin Gereja-Nya menghilangkan penderitaan, mengejar keadilan, memfasilitasi perdamaian dan mengupayakan amal kasih. Tetapi yang paling penting adalah kita harus menyatakan dan memancarkan sifat-sifat Allah.Kita tidak saja dipanggil untuk mewujudkan keadilan sosial tetapi juga pengorbanan diri yang radikal untuk dunia ini. Kita percaya keadilan itu lebih dari sekedar melakukan apa yang benar.”ungkapnya dengan penuh antusias.
Lebih lanjut kata Pdt. Mulyadi “Kita semua adalah makhluk sosial.Kita mempunyai hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam masyarakat dan untuk mencari kesejahteraan dan kebajikan bersama.
Jadi, Keadilan Sosial berarti kita menyatakan tujuan asli Tuhan untuk masyarakat manusia: sebuah dunia dimana kebutuhan dasar dipenuhi, masyarakat berkembang, dan damai (shalom) memerintah. Tuhan memanggil kita, Gereja, untuk berpartisipasi dalam pembaharuan masyarakat sehingga semua orang, khususnya orang-orang yang lemah dan yang tersisih, dapat menikmati anugerah-anugerah Tuhan yang baik.
Bangsa kita saat ini masih krisis multi-dimensi. Galau dan semakin kehilangan jati-diri. Masyarakat tidak tahu mau kemana arah bangsa ini. Tidak ada teladan kepemimpinan di bangsa dan masyarakat kita. Kemiskinan, korupsi, semakin mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan, semakin tingginya biaya hidup serta semakin merajalelanya intoleransi merupakan fenomena sosial yang sangat mengiris hati kita. Di lingkungan gerejapun kita juga galau, krisis. Gereja kurang bersatu, kurang bersuara profetis, kurang maksimal berkarya dan sedang mengalami krisis kepemimpinan. Bangsa kita bisa berkembang pesat apabila ada pengakuan terhadap derajat manusia.
Kemiskinan merupakan isu paling penting yang sedang Indonesia hadapi saat ini. Isu-isu lain adalah masalah pendidikan, pemeliharaan kesehatan masyarakat, perumahan rakyat, lapangan pekerjaan/pengangguran, HAM, lingkungan hidup, aborsi, perceraian,perdagangan manusia, urbanisasi, LGBT dan globalisasi.
“Sebagai agen Allah dalam dunia yang kompleks ini, Gereja harus menjadi agen perubahan. Gereja secara personal harus terlibat pada tingkat lokal dalam mengatasi problem sosial, khususnya kemiskinan. Gereja harus tahu cara terlibat dalam aksi sosial untuk mentransformasi ketidakadilan, masalah-masalah dan situasi etis. Pemimpin-pemimpin Gereja kita perlu fokus untuk membebaskan masyarakat dari rintangan-rintangan yang mencegah mereka hidup sampai taraf kemampuan penuh mereka sebagai pembawa citra Allah.”
Pertanyaannya, tanya Pdt. Mulyadi,”Bagaimanacaranya Gereja berjuang bersama untuk mewujudkan keadilan sosial?”
Pertama-tama, kita harus ditransformasi atau direkonsiliasi dengan Tuhan terlebih dahulu, kita baru bisa menjadi rekan sekerja Allah dalam mendamaikan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya.
Kita bisa menjadi agen perubahan kalau kita berfungsi sebagai garam dan terang dunia. Sebagai bait Allah dan pelayan Kristus, anggota-anggota gereja merupakan senjata-senjata kebenaran dalam Tangan-Nya, yang diperlengkapi, diutus dan aktif membangun Kerajaan Allah dan keindahanNya, kebaikan dan kebenaran di dunia. Yesus sedang membangun GerejaNya sebagai agen perubahan, pusat transformasi untuk memancarkan tujuan baik dan karakter Tuhan di dunia yang penuh dosa dan ketidakpercayaan ini.
Gereja mengubah masyarakat dengan mengabdi sebagai terang, garam dan ragi.
Kedua, Gereja lokal harus berfungsi sebagai agen pembangunan utama. Gereja lokal merupakan agen perubahan yang sangat penting.Tuhan ingin gereja lokal menjadi perwujudan kasih ilahi dalam relasi sosial yang hidup. Gereja lokal merupakan agen Tuhan untuk perubahan, untuk membangun masyarakat yang berkarakter ilahi. Melalui komunitas orang-orang yang sudah ditransformasi dan direkonsilialisi Tuhan, kebenaran dan keadilan sosial bisa dibangun. Gereja harus aktif dan kreatif menghadirkan kembali realitas baru dalam dunia yang sudah hancur.
Caranya dengan membangun jembatan antara gereja dengan realitas sosial dan dengan mengasihi orang lain. Gereja lokal harus mempunyai energi wiraswasta untuk memulai sesuatu yang akan mentransformasi orang lain.
Perubahan memerlukan aksi nyata.
Kalau kita ingin mengubah dunia ini maka kita harus mensponsori anak-anak dan pemuda, dalam akses pendidikan, pelayanan kesehatan dan bimbingan rohani. Kita harus mensponsori Gerakan untuk anak-anak. Kita ingin dunia ini menjadi lingkungan yang lebih baik untuk anak-anak. Keluarga merupakan institusi sosial pokok yang harus didukung dan diperkuat.
Kita memahami diri dan fungsi kita sebagai agen perubahan, sebagai warga negara yang hidup dalam sistim demokrasi partisipatoris yang menuntut kita tidak saja terlibat, tetapi sadar, bernalar dan merenenungkan perbuatan-perbuatan kita di dunia ini.
Ketiga, Kita harus semakin intens melakukan advokasi. Advokasi bisa mempunyai kekuatan untuk mengubah kehidupan. Kita perlu meningkatkan suara kita atas nama orang lemah, tersisih dan yang tidak mempunyai suara. Demokrasi partisipatoris merupakan unsur pokok dalam keadilan sosial.
Sebagai negara yang merdeka dan terbuka, umat Kristen bisa dan harus mempengaruhi kebijakan sosial melalui pemilu, membentuk kelompok-kelompok kepentingan, melayani dalam pemerintahan, dan berpartisipasi dalam demonstrasi-demonstrasi yang sesuai hukum. Kita harus menjadi warga negara yang sepenuhnya bangkit dan sadar terlibat dalam proses politik di semua tingkat.
Merupakan kesempatan dan tanggung-jawab kita untuk bersaksi dan membentuk kebijakan publik di Republik ini dan berkontribusi bagi kesejahteraan bangsa.
Kita harus mengidentifikasi akar penyebab yang membuat orang tetap miskin, kelaparan dan tak berdaya. Akar penyebab kemiskinan ada yang bersifat struktural (sistem pemerintahan yang korup/lemah; negara gagal).
Ketidakadilan sosial tidak dapat diatasi kalau tidak ada pembaharuan sistem yang luas, sehingga kita bisa menyingkirkan rintangan-rintangan ini.
Karena Gereja tidak bisa menyediakan bantuan kemanusiaan kepada ratusan juta orang yang kelaparan atau miskin, kita harus mengadvokasi pembaharuan sistim yang lebih peduli pada kaum miskin.
Kita harus mengingatkan pemimpin-pemimpin akan tanggung-jawab mereka pada masyarakat dan menawarkan solusi alternatif.
Kita tidak saja berdoa untuk penguasa kita tetapi kita harus bisa mempengaruhi pemerintah kita agar mereka mengenal kehendakNya untuk kehidupan publik. Karena itu kita menyerukan kepada pemerintah agar mengusahakan keadilan sosial dan melindungi kebebasan dan hak-hak individual, kelompok, dan institusi-institusi, sehingga masing-masing bisa bebas melakukan tugas-tugas yang Tuhan berikan.
Kita bisa mengadakan perubahan kebijakan publik yang secara signifikan akan memperbaiki kehidupan berjuta-juta orang.
Keempat, Praksis iman kita harus menjadi instrumen keadilan sosial dan katalis bagi transformasi sosial. Tingkah laku pribadi dan pilihan gaya hidup kita harus berkaitan erat dengan isu-isu krisis sosial seperti globalisasi, kekerasan, terorisme dan lingkungan. Praksis iman kita harus selalu berdimensi sosial dan selalu berinteraksi untuk mengubah dunia ini agar menjadi semakin baik.
Injil dan Kekristenan bersifat sosial, liberatif dan transformatif; Gereja diutus untuk menyampaikan syalom Allah, memperjuangkan keadilan sosial dan memajukan peradaban manusia. Dunia harus merasakan garam dan terang kita, nilai-nilai, prioritas dan kepedulian kita. Kita harus berpikir secara etis dan kritis.
Kasih dan pendidikan yang transformatif merupakan sumber dan solusi bagi keadilan sosial.
Kita berkomitmen pada kasih dan keadilan. Kita perlu semakin intensif menggumuli isu-isu tentang keadilan sosial, isu tentang anak-anak dan keluarga, keadilan lingkungan, kemiskinan, krisis pangan internasional, perumahan yang terjangkau, pemeliharaan kesehatan dan konflik sosial.
Kita harus berdoa dan bekerja-sama untuk persatuan dan pembaharuan Gereja, penyembuhan dan rekonsiliasi dunia.
Kelima, Kita harus memajukan tanggung-jawab sosial/sipil. Kita harus mendemonstrasikan kepemimpinan gereja dalam masyarakat untuk mempromosikan keadilan sosial. Gereja harus memahami pengaruh kemiskinan, kekerasan, perang, seksisme dan diskriminasi pada keluarga, masyarakat dan dunia dan memberi solusi-solusi biblikal yang transformatif.
Gereja-gereja sampai saat ini merupakan kekuatan terbesar dalam usaha-usaha kemanusiaan. Kekristenan merupakan penyelenggara pendidikan, kesehatan dan amal kemanusiaan terbesar/terkuat di dunia ini. Kita harus bekerja lebih keras lagi untuk membangun lebih banyak lagi sekolah-sekolah, universitas, RS, lembaga-lembaga amal kemanusiaan Kristen di bangsa kita. Karena institusi-institusi pendidikan, kesehatan dan amal adalah agen-agen transformasi sosial.
Panggilan untuk mengusahakan keadilan sosial hanya bisa dipenuhi dengan mengubah natur struktural kemiskinan dan menyediakan bantuan untuk kaum miskin/marjinal. Itulah salah satu tantangan dan tugas -tanggung-jawab sosial kita yang terutama/terbesar saat ini.”tegas Ketum GSPDI ini, mengakhiri pembicaraan singkat dengan Tabloid Tritunggal. (Hotben Lingga)