Misionaris Agama Kristen Protestan Pembentuk Peradaban Abad XIX

0
4859

 

Misionaris Agama Kristen Protestan Pembentuk Peradaban Abad XIX

 

 

Oleh:  Hotben Lingga

 

misionaris

 

 

Majalah Christianity Today edisi Januari/Febuari 2014 mempublikasikan penemuan-penemuan akademis Robert Woodberry dalam sebuah artikel berjudul,”The World the Missionaries Made” (Dunia yang Para Misionaris Bentuk). Sosiolog dari Fakultas Ilmu Politik Universitas Nasional Singapura itu telah menciptakan sebuah sensasi dalam dunia akademis dengan menerbitkan hasil penelitiannya selama 14 tahun tentang tentang pengaruh misionaris pada kesehatan bangsa-bangsa. Artikel Woodberry yang pertama berjudul “The Missionary Roots of Liberal Democracy” sangat mengagetkan para sarjana liberal.

Dalam American Political Science Review, Woodberry mempertahankan tesisnya: “Karya-karya para misionaris Agama Kristen Protestan ternyata menjadi faktor tunggal terbesar dalam menjamin kesehatan bangsa-bangsa.” Kesimpulan Woodberry adalah bahwa para misionaris Agama Kristen Protestan meletakkan dasar-dasar untuk demokrasi di sekeliling dunia. Karya-karya para misionaris sangat berdampak besar bagi peningkatan standar-standar kehidupan, dalam hal kemelekan/literasi, kebebasan politis, hak-hak wanita, harapan hidup, produktivitas dan kemakmuran. Dunia diubahkan oleh Gerakan Misionaris abad 19. Karya misionaris Agama Kristen Protestan merupakan faktor paling penting yang membuat demokratis tidaknya suatu bangsa dan majunya peradaban dunia. Para misionaris merupakan kekuatan terbesar untuk demokrasi modern. Para misionaris menjadi katalis bagi berkembangnya demokrasi.

Berton-ton data dikumpulkan Woodberry dari seluruh Eropa, Amerika Utara, Asia dan Afrika tentang “jumlah sekolah, guru, perusahaan percetakan, rumah sakit, dokter-dokter dan atlas-atlas/peta-peta tempat para misionaris berkarya.”

Atas dasar pengkajian yang mendalam selama lebih dari satu dasawarsa, Woodberry menyimpulkan: “Daerah-daerah dimana misionaris-misionaris Agama Kristen Protestan hadir secara signifikan di waktu lampau, rata-rata secara ekonomis lebih maju saat ini, termasuk kesehatan yang lebih baik, kematian bayi yang lebih rendah, korupsi yang lebih rendah, literasi (melek huruf) yang lebih besar, tingkat pendidikan yang lebih tinggi (khususnya untuk wanita), dan jumlah anggota yang lebih tegap dalam asosiasi-asosiasi non-pemerintah.

Woodberry membuat sebuah model statistik untuk menguji hubungan antara karya misionaris dengan kesehatan bangsa-bangsa dan perkembangan demokrasi. Woodberry menggunakan kaca-mata analisa statistik. Ketika dia melihat hasilnya: “Saya sangat terkejut! Ini seperti ledakan bom Atom! Dampak misi pada demokrasi global sangat besar! Mengagumkan sekali! Saya tahu ini suatu penemuan yang sangat penting sekali.” Penemuan ini kata Woodberry bagaikan sebuah Bom Atom yang jatuh mengenai dirinya! Woodbery memperlihatkan adanya hubungan antara Protestantisme, misi dan demokrasi, di Afrika khususnya. Woodberry menemukan mata-rantai, hubungan statistik yang penting antara demokrasi dan Protestantisme. Ada kaitan antara Protestantisme dengan demokrasi. Akan tetapi, bagi misiolog, hasil-hasil temuan yang mengejutkan ini sebenarnya hampir bukan berita. Konferensi Misi Dunia yang Pertama di Edinburgh, pada tahun 1910 telah mempresentasikan banyak bukti tentang hal ini.

 

Semula Woodberry berpikir bahwa para misionaris itu rasis (Memang ada beberapa orang (segelintir) misionaris yang rasis dan egois, baik dulu maupun sekarang). Ia semula juga berpandangan negatif terhadap gerakan misionaris modern yang membawa Injil ke Afrika dan Asia di abad ke-19. Dia berharap tempat-tempat yang para misionaris pengaruhi menjadi semakin buruk dan tempat-tempat dimana para misionaris tidak diijinkan masuk atau dibatasi, menjadi semakin baik. Akan tetapi dari berton-ton data yang diselidiki Woodberry, mayoritas misionaris tersebut terbukti telah berkarya dan memiliki dampak ekonomi dan politik yang sangat besar bagi bangsa-bangsa. Kenyataannya, “Kita menemukan hasil-hasil yang sungguh-sungguh berbeda semuanya”.

Andrea Palpant Dilley menulis bahwa Woodberry telah menemukan salah satu jawaban atas teka-teki besar sejarah modern: Mengapa beberapa negara berhasil mengembangkan demokrasi representatif yang stabil, -dimana penduduknya menikmati hak memilih, berbicara dan berkumpul secara bebas—sementara negara-negara tetangga lainnya menderita karena penguasa ototiter dan konflik internal. Kesehatan publik dan pertumbuhan ekonomi juga bisa berbeda secara dramatis dari satu negara dengan negara lainnya, bahkan di antara negara-negara yang sama-sama mendiami wilayah yang lebih kecil, dengan latar belakang budaya dan sumber daya alam yang sama.

Temuan Woodberry bukan saja telah mengguncang dunia misi, tetapi dunia akademis. Hasil temuan Woodberry memperlihatkan bahwa kajian dan riset tentang perkembangan demokrasi di dunia ketiga selama lebih dari 50 puluh tahun belakangan ini telah mengabaikan faktor yang sangat penting ini. Ini klaim yang sangat mengejutkan, karena selama beberapa dekade ada kecurigaan dan sinisme terhadap pekerjaan misi. Apalagi yang mempublikasikan karya Woodberry merupakan Jurnal politik kelas wahid yang selama ini mengkritisi misi dan para misionaris. Karya ini merupakan penegasan terhadap manfaat positif beberapa generasi misionaris dan gereja-gereja pendukungnya. Philip Jenkins, Profesor sejarah di Universitas Baylor menulis: “Karya Woodberry akan mempunyai implikasi besar pada studi global tentang Kekristenan”. Profesor Ilmu Ekonomi, Robin Grier dari Universitas Oklahoma, menulis:”Menurut saya, karya Woodberry merupakan karya terbaik tentang agama dan perkembangan ekonomi. Karya ini sangat canggih dan memiliki landasan yang kuat. Saya belum pernah melihat karya yang sebaik ini.”

 

Apa dan Bagaimana strategi misionaris Agama Kristen Protestan mentransformasi abad 19?

 

Para misionaris Agama Kristen Protestan ini adalah pembuat kebudayaan. Mereka mentransformasi kebudayaan. Para misionaris melakukan lebih jauh dari sekedar kritik kebudayaan, tetapi mereka menciptakan budaya baru. Tantangan kebudayaan bagi Gereja bukanlah mengkritik kebudayaan, bukan menyalin kebudayaan, tidak juga mengutuk kebudayaan, tetapi menciptakan kebudayaan baru yang lebih menarik dari apa yang ada saat ini bagi umat manusia.

Para misionaris Agama Kristen Protestan merupakan pionir/penggagas/pelopor (sistim) pendidikan modern bagi masyarakat dan bangsa Asia dan Afrika. Merekalah yang pertama sekali membangun dan memajukan sekolah-sekolah, kolese-kolese dan universitas-universitas di banyak wilayah Asia dan Afrika. Sejarah menunjukkan bahwa para misionaris Agama Kristen Protestan yang terlebih dahulu menggunakan strategi pendidikan dalam pendekatan misi, bukan misionaris Agama Kristen Katolik Roma. Para misionaris Agama Kristen Protestan juga yang terlebih dahulu (pertama sekali) membangun sekolah-sekolah dan universitas-universitas khusus wanita. Ada puluhan ribu sekolah yang dibangun para misionaris Protestan. Di Korea Selatan saja, dalam kurun waktu 25 tahun sejak misi dimulai tahun 1884, para misionaris telah membangun paling sedikit 800 sekolah dari TK sampai perguruan tinggi. Universitas-universitas Protestan yang dibangun para misionaris itu telah menghasilkan jutaan sarjana bagi bangsa Korea. Demikian juga halnya di Cina, para misionaris Protestan merupakan pelopor dan pendiri (sistim) pendidikan modern. Ratusan sekolah dibangun para misionaris sejak mereka berkarya. 13 universitas yang pertama dibangun di Cina adalah universitas-universitas yang dibangun para misionaris Protestan. Puluhan ribu sarjana-sarjana pertama di Cina yang menjadi pemimpin-pemimpin di pemerintahan dan militer Cina modern mayoritas adalah lulusan universitas-universitas yang dibangun para misionaris Protestan. Contohnya Sun Yat Sen dan Chiang Kai Shek. Para misionaris memberdayakan setiap orang melalui pendidikan. Mereka melatih seluruh generasi baru pemimpin-pemimpin untuk bangsa-bangsa baru. Bahkan dalam negara Islam seperti Pakistan yang menentang iman Kristen, lembaga-lembaga seperti Forman College, yang didirikan oleh para misionaris Protestan, melatih banyak pemimpin-pemimpinnya

Baca juga  Indonesian American Lawyers Association (IALA) Sampaikan AMICUS CURIAE Kepada Mahkamah Konstitusi RI  

Kita akan menemukan juga, bahwa di Afrika, Timur Tengah, dan bagian bagian Asia, kebanyakan para tokoh nasionalis yang memimpin negara-negara mereka kepada kemerdekaan adalah lulusan dari sekolah-sekolah misi Protestan.

Woodberry memberikan contoh dari perjalanannya ke Lome, Ibukota Togo. Perpustakaan kampus universitas dari negeri yang berbahasa Perancis ini hanya mempunyai koleksi buku yang sedikit, lebih banyak koleksi buku pribadi Woodberry. Beberapa buku yang terbaru di perpustakaan itu bertangggal dari tahun 1977. Toko buku kampus itu menjual alat-alat tulis utama saja, bukan buku. Akan tetapi, di seberang perbatasan di toko buku Universitas Ghana, Woodberry melihat lantai sampai rak langit-langit penuh dengan banyak buku, termasuk buku-buku kontemporer, yang dicetak para sarjana Ghana.

Jawabannya adalah selama era kolonial, para misionaris Protestan di Ghana telah mendirikan sistim persekolahan yang terpadu dan perusahaan percetakan. Tetapi Perancis, kolonialis di Togo, sangat membatasi para misionaris. Pemerintah Perancis hanya mau mendidik sekelompok elit orang saja. Lebih 100 tahun kemudian, pendidikan masih terbatas di Togo. Di Ghana, pendidikannya sangat maju.

Dia menjelaskan perbedaan antara Kolonialisme Katolik dan Protestan. Selama era kolonial, misionaris-misionaris Inggris di Ghana mendirikan sistim sekolah dan perusahaan percetakan yang yang sangat banyak. Sedangkan Perancis, kolonialis di Togo, sangat membatasi para misionaris Protestan.

Penekanan Protestan pada pendidikan menjamin bahwa semua orang di daerah mereka diajarkan literasi dan diberdayakan melalui pendidikan merupakan sesuatu yang sangat revolusioner. Literasi merupakan penentu utama yang mengangkat orang keluar dari kemiskinan. Tanpa literasi universal Anda tidak akan bisa mempunyai demokrasi yang benar. Para misionaris fokus mengajar orang membaca. Untuk memberantas kemiskinan, maka literasi (melek huruf) merupakan merupakan hal utama agar bisa menolong orang keluar dari kemiskinan. Kalau tidak ada literasi, tidak akan ada gerakan demokratis.

Kebanyakan bahasa-bahasa dunia disusun pertama kali dalam tulisan oleh misionaris-misionaris. Buku pertama dalam kebanyakan bahasa dunia adalah Alkitab. Para misionaris menjadi kekuatan utama untuk memajukan dan mempromosikan literasi/melek huruf di seluruh dunia sepanjang abad IX dan XX, menjadi Guru bangsa-bangsa!

Para misionaris membangun banyak rumah-sakit, poliklinik, puskesmas, panti jompo, panti asuhan dan panti-panti rehabilitasi sosial. Mereka memajukan pelayanan dalam dunia kesehatan dan pelayanan sosial kemanusiaan. Di Cina saja, sejak masukknya Protestantisme sampai tahun 1934, para misionaris telah membangun 254 RS misi. RS-RS misi umumnya merupakan RS terbaik/acuan. Para misionaris Protestan yang mendirikan klinik-klinik modern dan RS-RS. Misionaris medis Protestan juga yang memberikan pelatihan-pelatihan pertama bagi perawat-perawat dan membuka sekolah-sekolah kedokteran di banyak negara.

Para misionaris Protestan membangun banyak perusahaan-perusahaan penerbitan. Mereka menerjemahkan Alkitab ke dalam semua bahasa yang mereka jangkau, menerjemahkan dan menerbitkan buku-buku Kristen, sains dan pengetahuan umum ke dalam bahasa lokal.

Walaupun Cina telah menemukan percetakan 800 tahun sebelum bangsa Eropa, di Cina teknologi itu kebanyakan hanya digunakan untuk para elit. Kemudian para misionaris Protestan masuk ke Cina pada abad 19 dan mulai mencetak beribu-ribu buku rohani dan pengetahuan umum, membuat buku-buku dapat dijangkau oleh masyarakat luas, dan mengajar wanita-wanita dan kaum marginal untuk membaca. Di Cina saja para misionaris Protestan mendistribusikan paling sedikit 300 juta Alkitab. Baru-baru ini Lembaga Alkitab Protestan Cina menyatakan telah mencetak 100 juta Alkitab. Di daerah-daerah dimana para misionaris Protestan aktif, akan semakin banyak buku yang dicetak dan lebih banyak sekolah yang dibangun per kapita.

Para misionaris Agama Kristen menerapkan misiologi yang holistik, misiologi Kerajaan Allah dan eklesiologi inkarnasi, yang bisa membuka pikiran, misi dan visi gereja. Yang tidak saja peduli pada aspek keselamatan saja, tetapi juga pada dimensi-dimensi kemanusiaan yang lebih luas.Mereka berani menantang ketidakadilan. Tidak ada orang yang lebih banyak menantang ketidakadilan dan kejahatan, bahkan dalam pemerintahan-pemerintahan mereka sendiri, negeri kampung halaman mereka, daripada para misionaris. Mereka memimpin gerakan-gerakan nasional yang memberdayakan penduduk-penduduk biasa dan menstimulasi unsur-unsur utama demokrasi yang lain. Misi diterjenahkan sebagai transformasi dan partisipasi.

Di Cina, para misionaris bekerja keras mengakhiri perdagangan ganja; di India mereka berjuang membatasi kesewenang-wenangan para tuan tanah; di Hindia Barat dan koloni-koloni lainnya, mereka memainkan peran utama dalam membangun gerakan menghapus perbudakan. Kembali ke tanah airnya, mereka berjuang lewat legislasi agar pemerintah mereka mengembalikan tanah ke penduduk asli dan juga melindungi suku-suku asli dari pemusnahan oleh pendatang kulit putih. Para misionaris Protestan yang tidak didanai oleh negara biasanya sangat kritis terhadap kolonialisme.

Para pelayan Tuhan ini menggunakan kuasa mereka untuk menentang ketidakadilan dan kejahatan bahkan berani menentang pemerintah dan negera kampong halaman mereka sendiri. Membuat kebudayaan dan kekuasaan yang digunakan untuk kebajikan sangat menentukan sejarah manusia. Kuasa merupakan karunia yang harus digunakan untuk kebajikan, khususnya untuk menolong umat manusia berkembang.

Baca juga  Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR) Meyakini Hakim MK Gunakan Hati Nurani dan Akal Sehat

Woodberry menantang stereotif tentang misionaris-misionaris yang dikaitkan dekat dengan kolonialisme. Robert Woodberry menantang persepsi yang memandang negatif/sinis misi abad 19, seperti “proselit”, “kolonialis”, pembantu atau kaki tangan imperialis Inggris dan bangsa-bangsa Eropa lainnya. Kenyataannya, Woodberry menunjukkan kebanyakan misionaris Protestan tetap sangat kritis dan mengambil jarak kepada pemerintah mereka (pihak kolonial). Sebagai contoh, dia menunjukkan prakarsa/kampanye yang bersemangat dari misionaris John McKenzie, yang berjuang agar Ratu Victoria melindungi daerah Botswana dari pendudukan orang berkulit putih. Negeri Botswana tidak akan ada saat ini kalau McKenzie tidak berkampanye untuk hal ini. Woodberry membantah bahwa para misionaris transformator ini sangat berhubungan dekat dengan kolonialisme.

Karya Woodberry merupakan konfirmasi bahwa para misionaris telah melakukan dengan tepat apa yang harus mereka lakukan. Mereka menciptakan kebudayaan—rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, universitas-universitas, perusahaan penerbitan. Dalam banyak kasus mereka melatih semua generasi pemimpin untuk bangsa-bangsa baru.. Bahkan sebuah negeri seperti Pakistan, yang sangat memusuhi iman Kristen, saat ini masih mengandalkan Forman College untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru mereka. Woodberry memiliki bukti historis bahwa para misionaris Agama Kristen Protestan telah mendidik berjuta-juta wanita dan orang-orang miskin, mempromosikan usaha percetakan yang besar, Sekarang statistik tersebut menyokongnya. Para misionaris Agama Kristen Protestan bukan saja bagian dari gambar, tetapi mereka adalah pusatnya peradaban. Para misionaris telah mendidik perempuan-perempuan dan orang miskin, telah mempromosikan percetakan massal, memimpin gerakan-gerakan nasionalis yang menghasilkan pemberdayaan penduduk dan membantu mensinergikan unsur-unsur lain bagi berkembangnya demokrasi.

Banyak isu (politik, sosial, ekonomi, etnik, ekologi, dan manusia) mempunyai hubungan dengan keadilan dan perdamaian. Mereka mengakui bahwa janji Kerajaan Allah merupakan Injil yang berkaitan untuk daerah misi mereka.

Jadi, misi bisa menghasilkan transformasi sosial. Kegiatan misionaris yang tepat bisa membaharui peran dan fungsi sosial Gereja, melalui pelayanan “inkarnasi” atau partisipasi dan misi Allah dan perwujudan Kerajaan Allah. Berkat Kerajaan Allah bisa menghasilkan transformasi sosial (khususnya transformasi rohani dan budaya).

 

Protestan Tertentu

Akan tetapi, Woodberry membuat klarifikasi dengan menyatakan bahwa “ada satu penekanan penting pada semua penemuan ini: dampak positif misionaris-misionaris pada demokrasi hanya berlaku pada para misionaris Protestan yang konservatif/fundamentalis/Injili yang bersemangat “mentobatkan” orang yang belum percaya”. Para pendeta Ptotestan yang liberal “yang didanai oleh negara, dan juga para misionaris Katolik sebelum tahun 1960an, tidak mempunyai dampak sebanding di wilayah-wilayah dimana mereka bekerja/berkarya”. Itulah bom atomnya.

Ada satu nuansa (“petir”). Ada satu nuansa penting pada semuanya. Pengaruh positif para misionaris pada demokrasi berlaku hanya pada “kaum Protestan konversionis (yang berusaha mengkristen orang).

Para misionaris Protestan yang konversionaris adalah para misionaris yang percaya bahwa untuk diselamatkan dari dosa dan penghakiman seseorang harus bertobat dari agama-agama duniawi kepada iman di dalam Yesus Kristus. Para misionaris konversionaris ini berbeda sekali dengan misionaris Katolik Roma dan para misionaris dari gereja-gereja negara.

“Generasi “para misionaris Protestan konversionaris” meletakkan dasar untuk demokrasi di sekeliling dunia”. Sebenarnya, misi-misi di abad 19 dan 20 menjadi salah satu faktor paling penting “kesehatan bangsa-bangsa” saat ini.

 

Kuasa Injil untuk Mentransformasi Bangsa-bangsa

Woodberry menguraikan:”Meskipun para misionaris sering melawan praktek-praktek yang tidak adil dan destruktif seperti kecanduan pada candu, perbudakan dan penyitaan tanah, dan meskipun para misionaris tidak bermaksud menjadi aktivis politik…mereka menjadi pembaharu koloni melalui jalan belakang. Semua hasil-hasil positif ini agak tak disengaja.” Kesimpulan Woodberry adalah bahwa transformasi sosial dan budaya terjadi bukan dengan memfokuskan pada transformasi sosial dan budaya, tetapi pada pertobatan pribadi-pribadi dari agama-agama primitif kepada iman di dalam Yesus Kristus dan mempelajari Alkitab.

 

Buah Iman

 

Ini berarti para misionaris, pendeta dan gereja-gereja kehilangan kuasa mentransformasi budaya kalau mereka membuat transformasi kultural sebagai fokus pelayanan mereka. Para Protestan konversionis telah mengubah dunia, bukan karena mereka fokus pada mengubah dunia, tetapi mereka fokus pada mengubah orang melalui iman di dalam Yesus Kristus dan menekankan pentingnya 10 Perintah Tuhan. Misionaris-misionaris itu yang telah melakukan paling banyak kebajikan adalah mereka yang berkonsentrasi pada menobatkan jiwa-jiwa kepada iman di dalam Kristus dan memuridkan mereka di dalam iman itu. Buah dari iman Protestan konservatif tersebut adalah melek huruf (literasi) yang lebih besar, kematian bayi yang lebih rendah, kesehatan yang lebih baik, mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, produktivitas dan kemakmuran yang lebih besar dan lebih banyak kebebasan di dalam masyarakat.

 

Implikasi yang penting

 

Hasil dari fokus para misionaris konversionaris atau pembaharu sosial ini terjadi “melalui pintu belakang” dan “agak tak diharapkan”

Implikasinya adalah bahwa cara mencapai transformasi sosial dan kultural yang terbesar adalah bukan fokus pada transformasi sosial dan kultural, tetapi pada “pertobatan (konversi) individu dari agama-agama palsu kepada iman di dalam Yesus Kristus untuk pengampunan dosa dan pengharapan hidup kekal. Para misionaris (pendeta dan gereja-gereja) akan kehilangan kuasa mentransformasi secara kultural kalau mereka membuat transformasi kultural menjadi fokus stimulatornya.

Pohonnya Dulu, Lalu Buahnya

Satu-satunya perbuatan kasih dan keadilan yang berarti bagi Tuhan adalah buah-buah pertobatan. Kalau pertobatan kepada Tuhan dan iman di dalam Yesus tidak mendahului pekerjaan-pekerjaan baik kita, maka pekerjaan-pekerjaan itu sendiri merupakan bagian pemberontakan manusia, bukan bagian ibadah kita.

Karena itu Yohanes Pembaptis berkata,”Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan” (Mat 3:8). Itu transformasi yang diharapkan Tuhan. Pertama Pertobatan, kemudian buah-buah atau hasil pertobatan. Makanya Tuhan Yesus berkata,”Jika suatu pohon baik maka baik pula buahnya” (Mat 12:33). Pertama pohon yang baru, maka lahirlah buah yang baik.

Baca juga  Spektakuler! Ini Daftar Lengkap Artis yang Meramaikan HSS Series 5 Jakarta di GBK

Ada dua jenis keinginan/pikiran: “keinginan daging” dan “keinginan Roh”. “Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.’ (Rom 8:7-8). Karena itu, perubahan tingkah laku tanpa pertobatan “pikiran” ini merupakan kedurhakaan manusia dan tidak menyenangkan Allah. “Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera”. (Rom 8:6) dan melahirkan “buah-buah Roh” (Gal 5:22)

Menciptakan ulang Jiwa Manusia

Buah itu—yang mentransformasi kehidupan—merupakan “buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah” (Fil 1:11). Itu terjadi melalui pertobatan kepada Yesus. Ini merupakan hasil mujizat ciptaan baru:”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan yang baik” (Ef 2:10). Transformasi terjadi melalui ciptaan baru secara pribadi.

Ciptaan baru jiwa manusia ini terjadi oleh Roh melalui iman di dalam Yesus—yaitu, melalui pertobatan. Dan salah satu hasil pertobatan itu adalah terbebas dari murka Allah. “Yesus menyelamatkan kita dari murka yang akan datang” (1 Tes 1:10). Paulus berkata kepada para petobat-petobat baru di Tesalonika,”Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kritus, Tuhan kita” (1 Tes 5:9). “Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah” (Rom 5:9)

Mengubah Dunia dengan Fokus pada Kristus.

Intinya adalah ini: Pertobatan kepada Yesus oleh Roh melalui iman mengerjakan dua hal—keselamatan dari murka Allah dan transformasi kehidupan. Ini pada akhirnya mengapa Robert Woodberry menyimpulkan dari apa yang ia temukan,”Para Misionaris Protestan konversionaris” telah mengubah dunia, bukan karena mereka pertama-tama fokus untuk mengubah dunia, tetapi fokus pada iman di dalam Yesus. Para misionaris Protestan fokus menobatkan bangsa-bangsa pada iman di dalam Yesus. Atas dasar pertobatan itulah, dari akar itu, masyarakat diajar menghasilkan buah-buah seperti yang Yesus Kristus perintahkan (Mat 28: 20) Mereka melakukan banyak kebajikan bagi masyarakat.

Para misionaris memanifestasikan kuasa pembaharuan Injil melalui penginjilan, pengobatan, pendidikan, literatur dan pelayanan-pelayanan sosial. Kemampuan gereja untuk mempengaruhi transformasi sosial menjadi semakin besar apabila menerapkan empat usaha teologis : Pertama, Misi untuk Transformasi Pribadi dan Sosial, berdasarkan teologi Kerajaan Allah. Kedua, Pemberdayaan Gereja dan jemaat. Ketiga, mempromosikan Misi Kerja sama (kerja-sama misi). Keempat, Misi holistik: Baik akar rumput maupun ekumenis.

Manfaat-manfaat bagi negara-negara yang menerima misionaris-misionaris Protestan sangat besar sekali dan bisa dikatakan tak terhitung nilainya.

Bukti Yang Menuntut Keputusan

Sampai sejauh ini, puluhan studi telah menegaskan penemuan Woodberry. Riset 14 tahun Robert Woodberry telah memberikan bukti tak terbantahkan, bahkan kepada kaum skeptik/sinis, bahwa Kekristenan Protestan yang Injili secara dramatis telah mengubah dunia ini menjadi semakin baik. Bahwa Injil bisa mentransformasi orang dari dalam keluar, kemudian mentransformasi hubungan antarpribadi orang-orang percaya, yang pada gilirannya akan mentransformasi kebudayaan. Sesuai dengan asas iman yang ditegaskan para Reformator bahwa setiap orang percaya adalah “imamat rajani”, “anak-anak raja” yang harus mempelajari dan mengenal secara mendalam kebenaran-kebenaran dan janji-janji Allah melalui Firman Tuhan (Alkitab) secara pribadi, – maka para misionaris mengusahakan agar masyarakat bisa membaca dan menulis, agar mereka bisa membaca Injil dan menyampaikan kebenaran Injil. Keyakinan sederhana itu mengubah kebudayaan dan mempengaruhi sangat banyak bangsa dimana Injil ditanam. Riset Woodberry merupakan cahaya terang yang mengingatkan kita akan kuasa Injil.

“Dimana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan.” (2 Kor 3:17).

Karya Woodberry memaksa para sarjana untuk memikirkan ulang pandangan mereka tentang peran besar misionaris Agama Kristen Protestan bagi dunia ini, bagi perkembangan demokrasi dan kemajuan bangsa-bangsa. Para misionaris Protestan konversionaris ini telah berkontribusi besar dalam membangun masyarakat demokratis. Para misionaris Agama Kristen Protestan ini meninggalkan warisan yang sangat berharga dan lama: Pengaruh misi-misi pada demokrasi global sangat besar.

Karya Woodberry juga kembali membuka mata para sarjana-sarjana Protestan liberal, yang telah meremehkan kuasa Injil (kuasa kebenaran Allah) yang bisa membebaskan dan mentransformasi kehidupan orang dari perbudakan kegelapan dan kemiskinan, yang bisa mentransformasi seluruh masyarakat, yang bisa menghancurkan ikatan-ikatan dosa dan kematian dan membebaskan seluruh masyarakat dari penipuan dan kemiskinan. Memuridkan bangsa-bangsa akan menantang, memberi semangat baru dan memperlengkapi kembali umat Kristen dimanapun yang bekerja untuk menghadirkan Kerajaan Allah.

Gereja merupakan satu-satunya organisasi yang diberikan kuasa oleh Allah untuk menjawab tantangan-tantangan dan krisis kemanusiaan saat ini. Tantangan dan krisis itu dapat diatasi kalau kita mau. Robert Woodberry telah memperlihatkan kepada kita bahwa kita telah mengubah dunia ini sebelumnya. Bisakah kita (Protestantisme) melakukannya lagi?

Gereja harus dimobilisasi untuk peduli pada dunia ini. Gereja-gereja Protestan harus dimobilisasi ulang lagi agar bisa mentransformasi peradaban di millennium ketiga ini Kita harus memberdayakan jemaat/gereja untuk melakukan transformasi sosial untuk perdamaian dan keadilan. Kita harus menekankan perlunya mengkontekstualisasikan misi, yaitu mengaktualkan Kerajaan Allah melalui Koinonia, Diakonia dan Marturia, karena kita harus berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat.

Karya Woodberry jangan hanya menjadi pelajaran sejarah saja. Belajarlah pada para misionaris Agama Kristen Protestan abad 19 dan 20!

Dunia sangat berhutang banyak dan harus berterima-kasih kepada William Carey, David Livingstone dan Hudson Taylor, yang menjadi bintang rock gerakan misionaris modern (Protestan). Kepada para misionaris yang menjadi penentu arah untuk demokrasi dunia antara lain: Alice Seeley Harris, John Mackenzie, Trevor Huddleston, Ida Sophia Scudder, James Long, Guido Verbeck, Timothy Richard, Eliza Bridgman, Ludwig Nommensen. Dan kepada puluhan ribu misionaris Agama Kristen Protestan yang mempersembahkan hidup mereka untuk kemuliaan Allah, pemberitaan Injil dan melakukan karya-karya besar bagi kemajuan dan perkembangan peradaban manusia. Amin! (DBS)