Rakyat Siap Rokok Mahal, Menteri Keuangan Jangan Gagap 

0
1211

 

 

Jakarta, 17 Juli 2018 – Hari ini, Komnas Pengendalian Tembakau dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) mengadakan temu media untuk menampilkan hasil survei yang telah dilakukan PKJS-UI tentang dukungan publik terhadap kenaikan harga rokok. Dari hasil survei ini diketahui bahwa masyarakat Indonesia mendukung harga rokok dinaikkan agar anak-anak tidak lagi membeli rokok.

Sangat menggembirakan bahwa para perokok juga setuju agar harga rokok naik pada harga tertentu untuk membantu mereka berhenti merokok.

Sejak munculnya gerakan #RokokHarusMahal yang dicanangkan Komnas Pengendalian Tembakau untuk mendorong kenaikan harga rokok setinggi-tingginya demi perlindungan keluarga miskin dan anak-anak; dukungan masyarakat terhadap kenaikan harga rokok terus meningkat. Para tokoh perempuan dalam deklarasi seribu perempuan mendukung #RokokHarusMahal pada Hari Kartini, April lalu. Dukungan gerakan ini juga berlangsung secara daring pada petisi di change.org/rokokharusmahal yang kini telah mencapai hampir delapan ribu pendukung. Kenaikan harga rokok juga mendukung bantuan sosial pemerintah melalui Kartu Indonesia Sejahtera tidak digunakan untuk membeli rokok dan Pemerintah memiliki dana cukai lebih banyak untuk berbagai program publik.

Dukungan harga rokok mahal ternyata tidak hanya muncul dari masyarakat non-perokok, namun juga dari para perokok itu sendiri. Hal ini dibuktikan dalam hasil survei yang dilakukan PKJS-UI selama bulan Mei 2018 pada 1000 responden. Survei yang bertujuan untuk mengukur seberapa besar dukungan masyarakat terhadap kenaikan harga rokok dan mengetahui sikap perokok terhadap dampak kenaikan harga rokok memperlihatkan bahwa 88% responden mendukung kenaikan harga rokok agar anak-anak tidak membeli rokok. Jika dikelompokkan pada prilaku merokok; 80,45% perokok, 93,01% non-perokok, dan 92,63% yang sudah berhenti merokok setuju harga rokok dinaikan lagi.

Renny Nurhasanah, anggota tim peneliti PKJS-UI, mengungkap hasil studi sebagai berikut: “Sebanyak 66% dari 404 responden perokok akan berhenti membeli rokok apabila harga rokok naik menjadi Rp60.000 per bungkus dan sebanyak 74% dari 404 responden perokok mengatakan akan berhenti merokok apabila harga rokok naik menjadi Rp70.000 per bungkus.” Hal ini menunjukkan dukungan yang positif dari para perokok sendiri untuk menaikkan harga rokok secara signifikan dibanding harga rokok yang sekarang ada, yaitu rata-rata Rp17.000 per bungkus. Tingginya harga rokok di mana para perokok akan berhenti membeli menunjukkan bukti bahwa rokok adalah zat adiktif, sehingga mereka akan membeli juga harga rokok yang tinggi, sampai batas kondisi keuangannya tidak cukup leluasa.

Baca juga  Kepindahan ASN ke IKN Bukan Merupakan Paksaan, Melainkan sebuah Kewajiban

Dalam survei ini ditemukan bahwa prevalensi perokok aktif pada responden dengan penghasilan keluarga <Rp2,9 juta dan Rp3-6,9 juta berturut-turut 44,61% dan 41,88%, lebih tinggi dibandingkan responden dengan penghasilan keluarga >Rp7 juta yang memiliki prevalensi sebesar 30,91%. Hal ini membuktikan bahwa keluarga berpendapatan dan berpendidikan rendah cenderung merokok. Tidak mengherankan jika Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa rokok menyumbang kemiskinan. Temuan kajian PKJS UI sebelumnya juga membuktikan bahwa keluarga perokok meningkatkan prevalensi stunting (kerdil) dan tingkat inteligensia yang rendah pada anak mereka. Hal ini mengancam rencana pemerintah untuk menghasilkan Generasi Emas 2045.

“Jika para perokok dari kalangan keluarga miskin mampu membeli rokok sebungkus sekitar rata-rata Rp17.000 per hari atau Rp510.000 per bulan; namun mengaku tidak mampu membayar iuran JKN Rp50.000 per bulan atau Rp200.000 per keluarga, maka masyarakat kita tidak normal. Pemerintah seharusnya berani menaikan harga rokok yang berarti secara tidak langsung Pemerintah dapat menghimpun dana lebih banyak untuk pembangunan,” jelas Prof. Hasbullah Thabrany, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI.

Dalam kesempatan yang sama, Ruddy Gobel, Chief of Communications and Partnership, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan bahwa masalah rokok sangat dekat dengan persoalan kemiskinan. Ini disebabkan karena dominasi pengeluaran untuk rokok di kalangan masyarakat miskin sangat besar yang merupakan pengeluaran terbesar kedua setelah beras atau mencapai 11% dari total pengeluaran rumah tangga miskin. “Pengeluaran masyarakat miskin untuk rokok yang sedemikian besar, mengurangi kemampuan masyarakat miskin untuk pengeluaran makanan bergizi seperti telur, pengeluaran untuk pendidikan anak, dan juga pengeluaran untuk kesehatan. Situasi ini jika dibiarkan terus akan menyebabkan masyarakat miskin tersebut tetap akan berada dalam siklus kemiskinan dari generasi ke generasi. Kami setuju pemerintah menaikkan harga rokok setinggi mungkin sebagai salah satu langkah konkrit untuk mengurangi konsumsi rokok di kalangan masyarakat miskin sehingga pengeluarannya dapat dialihkan untuk konsumsi makanan bergizi, biaya pendidikan dan kesehatan yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada upaya pengentasan kemiskinan” ujarnya.

Baca juga  Minggu Kasih di Rumah Panti Jompo, Kapolres Metro Jakut Serahkan Kursi Roda

Sementara itu, di sisi lain, jumlah perokok pemula diketahui meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 8,8% pada 2016 (Sirkesnas, 2016). Padahal sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menargetkan penurunan prevalensi perokok anak usia di bawah 18 tahun sebesar 1% setiap tahunnya. Ini menunjukkan, rokok murah juga mendorong anak-anak yang mampu membeli rokok dan dapat teradiksi sehingga menjadi perokok yang tidak dapat berhenti seterusnya.

Melihat fakta-fakta di atas ditambah dukungan yang kuat dari masyarakat, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan RI, tidak perlu ragu untuk menaikkan harga rokok melalui kenaikan cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi. Penelitian ini dan juga gerakan masyarakat yang terancam stunting dan pemiskinan menjadi dukungan kuat bagi upaya Kemkeu untuk menaikan cukai yang sekaligus ikut menyelesaikan banyak masalah kemiskinan.

“Kami mendesak pemerintah menaikkan cukai rokok paling sedikit sebesar 20% per tahun depan agar tujuan utama UU Cukai, yaitu mengendalikan konsumsi rokok dan menurunkan prevalensi perokok 1% per tahun dapat tercapai. Pemerintah tidak perlu gagap atau takut berefek buruk pada petani dan pekerja rokok.

Penelitian Bank Dunia telah juga membuktikan bahwa angka kemiskinan di kalangan petani tembakau dan pekerja rokok jauh lebih tinggi dari angka kemiskinan umum. Masyarakat pasti mendukung pemerintah,” tutup Prof. Hasbullah pada temu media hari ini.

***

 

Tentang Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS – UI) :

Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJSUI) menjadi salah satu pusat kajian akademik terbaik di Asia, dengan fokus pada penelitian, konsultasi, dan pelatihan tentang perlindungan sosial secara luas, untuk berkontribusi pada kesejahteraan rakyat di Asia. PKJSUI secara aktif memperkuat jaminan kesehatan melalui penelitian, konsultasi, dan pelatihan dalam bidang pengumpulan iuran, sistem pembayaran, penelitian dampak, perbaikan manajemen, dan berbagai hal terkait. PKJSUI juga secara aktif terlibat dalam meningkatkan dan memperkuat jaminan sosial di Indonesia melalui penelitian, konsultasi, dan pelatihan tentang jaminan pensiun, jaminan hari tua, pengentasan kemiskinan, dan berbagai program kesejahteraan.

Baca juga  GP Ansor Gelar Bukber dan Pengajian di Restoran Kopi Kemara Jakarta Selatan

Info lebih lengkap: www.pkjs.pps.ui.ac.id.

Tentang Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT):

Komite Nasional Pengendalian Tembakau merupakan organisasi koalisi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah tembakau, didirikan pada 27 Juli 1998 di Jakarta, beranggotakan 21 organisasi dan perorangan, terdiri dari organisasi profesi, LSM, dan yayasan yang peduli akan bahaya tembakau bagi kehidupan, khususnya bagi generasi muda. Koalisi kemasyarakatan ini diawali oleh rasa kepedulian yang mendalam untuk meningkatkan mutu kesehatan bangsa Indonesia maka berbagai organisasi kemasyarakatan sepakat menyatukan langkah dalam upaya melindungi manusia Indonesia dari bahaya yang ditimbulkan rokok. Info lebih lengkap: www.komnaspt.or.id.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here