Pdt. Weinata Sairin: Sebelum Menjadi Tanah Kita Menoreh Karya Bermakna

0
1198

“Memento homo, quia pulvis es, et in pulverem reverteris. Ingatlah hai manusia karena engkau adalah tanah, dan engkau akan kembali menjadi tanah”.

 

Manusia dengan kemegahan apapun yang ia miliki, dengan aset yang berlimpah, dengan kepandaian serta deretan gelar akademis yang selalu dicantumkan pada namanya, dengan segudang pengalaman, dengan keturunan dan darah biru yang mengaliri tubuhnya, ia tetap seorang manusia fana, yang di suatu saat akan menjadi sosok tiada mampu lagi bernafas, mati, wafat, meninggal dunia, kembali ke rahmattullah, pulang ke rumah Bapa di surga.

 

Manusia yang awalnya dicipta dari debu tanah, akan kembali kepada tanah, tatkala “nafas hidup” dihentikan oleh Kuasa Transenden, Kuasa Yang Diatas. Tak ada negosiasi tentang itu. Tak ada “bargaining politik” di seputar itu. Tak ada kamus ‘gratifikasi’ pada kasus itu. Tatkala Kuasa Sang Khalik dengan Hak Prerogatifnya diberlakukan maka hal itu terjadi, keputusan itu mengikat, tanpa harus melalui *ratifikasi* .

 

Ada banyak kisah-kisah besar dari khazanah masa lampau yang bercerita tentang manusia dengan berbagai “action” yang ia lakukan. Ada cerita tentang sosok John Hancokk. Selama terjadi perang kemerdekaan Amerika, tentara-tentara Inggris dikepung di kota Boston. Orang-orang Amerika sudah mengepung kota itu dan orang-orang Inggris hanya memiliki sedikit persediaan makanan.

 

Washington segera mengirim surat kepada Kongres dan menyarankan agar kota Boston dibombardir. Tatkala surat itu dibacakan kesunyianpun mencekam dan terasa mewarnai peserta persidangan. Semua orang tahu bahwa seluruh harta benda milik Hancokk yang adalah Ketua Kongres berada di kota Boston. Hancokk lalu berdiri dan berbicara di depan Konggres. “Benar semua harta bendaku berada di dalam kota Boston. Namun bila untuk mengusir tentara Inggris dan demi kemerdekaan negara maka kita tetap akan membumi-hanguskan kota Boston. Segera keluarkan perintah untuk itu” kata John Hancokk.

 

Cerita Hancokk sang Ketua Kongres ini adalah kisah yang membuktikan bahwa sebenarnya masih ada “sifat mulia” yang dimiliki sosok manusia fana. Pertimbangan dan keputusannya mengacu dan berbasis pada kepentingan umum, khalayak, kepentingan yang lebih luas dan tidak memikirkan kepentingan pribadi dan atau golongan. Proses pembinaan model apa yang diperoleh seorang Hancokk sehingga ia bisa berfikir cerdas dan bernas seperti itu, tanpa voting dan atau mendengar perdebatan para anggota Kongres ia telah lebih dulu mengeluarkan statemen yang amat bagus itu ? Apakah ia mendapatkan “pengaruh” keluarga, komunitas agama, sikap politik atau apa yang membawa ia tiba pada keputusan cerdas dalam hubungan dengan bombardir kota Boston.

 

Dalam dunia yang luas dan kadang gaduh seperti ini kita pastikan masih banyak orang-orang sejenis Hancokk ini yang tanpa liputan media melakukan berbagai kebajikan dalam kehidupan ini. Oleh karena mereka melakukan itu secara “lugu” sebagai sesuatu yang standar dalam kehidupan maka mereka tidak memaksudkan tindakan itu sebagai “pencitraan” dan atau proyek “carmuk” sehingga perlu diekspose media.

 

Seseorang yang melakukan kebajikan, melakukan tindakan mementingkan orang banyak dari pada diri/golongan sendiri bisa dilakukan oleh siapa saja. Tidak hanya oleh tokoh, pejabat tinggi, Ketua organisasi tapi bisa dilakukan oleh orang biasa tanpa memandang pangkat, jabatan, kompetensi dan lain sebagainya. Kata Pak Kyai yang penting adalah *nawaitu* nya, “niat baik” nya bahwa seseorang melakukan hal itu sebagai implementasi ajaran agama.

 

Di Negeri kita yang berdasarkan Pancasila orang-orang sejenis Hancokk pasti ada, mereka melakukannya dengan silent karena bukan untuk promosi mereka lakukan itu tapi pemenuhan kewajiban agama. Perbuatan seperti itu diakui daya sensasionalnya kecil dan media massa atau medsos tidak terlalu membutuhkan berita model itu. Media massa membutuhkan berita yang lebih surprising, amazing dan mengheboh-gaduhkan dunia. Itulah sebabnya berita tentang OTT, persekusi, anak bunuh ayah, pembacokan pejabat agama uzur pada saat ibadah, itulah yang menjadi trending topik di medsos.

 

NKRI adalah negeri yang rakyatnya taat beragama, negeri yang kerukunan antar umat beragamanya menjadi model di negeri lain, negeri yang memiliki kesepakatan dan etik dalam mewujudkan keberagamaan dalam masyarakat majemuk. Syiar agama tidak boleh mengganggu kerukunan dan kerukunan tidak boleh mengganggu syiar agama, itu message dari Pertemuan Sahid di Jakarta 8-10 Februari 2018 yang lalu. Warga bangsa ini adalah warga yang dewasa dalam beragama, hujat menghujat agama tidak pernah menjadi bagian dari karakter bangsa ini. Sikap intoleran, sikap ekkslusif dalam beragama, apa yg sering disebut “truth claim”, sikap yang tidak apresiatif terhadap agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah bagian dari sejarah masa lampau.

 

Pepatah yang dikutip diawal bagian ini menyadarkan kesiapaan kita sebagai manusia. Kita semua dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Sebelum kita kembali menjadi tanah mari kita mengukir karya terbaik, menabur kebajikan hingga maut menjemput.

 

Selamat berjuang. God bless.

 

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here