Tangan Tuhan Tidak Kurang Panjang untuk Menyelamatkan

0
7401

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

 

Yesaya 59:1-5

(1) Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; (2) tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu. (3) Sebab tanganmu cemar oleh darah dan jarimu oleh kejahatan; mulutmu mengucapkan dusta, lidahmu menyebut-nyebut kecurangan. (4) Tidak ada yang mengajukan pengaduan dengan alasan benar, dan tidak ada yang menghakimi dengan alasan teguh; orang mengandalkan kesia-siaan dan mengucapkan dusta, orang mengandung bencana dan melahirkan kelaliman. (5) Mereka menetaskan telur ular beludak, dan menenun sarang laba-laba; siapa yang makan dari telurnya itu akan mati, dan apabila sebutir ditekan pecah, keluarlah seekor ular beludak.

 

Tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar. Tidak kurang, sama artinya dengan cukup. Tidak kurang panjang berarti cukup panjang, tidak kurang tajam berarti cukup tajam. Mengapa tidak disebutkan dengan ungkapan ‘sangat’ panjang atau ‘sangat’ tajam? Bukankah jangkauan tangan Tuhan untuk menyelamatkan memang sangat panjang, bagian bumi paling bawah pun bisa dijangkau-Nya? Dan bukankah pendengaran-Nya sangat dan teramat tajamnya, getaran paling kecil pun tertangkap oleh pendengaran-Nya? Tetapi mengapa tidak disebut dengan kata sangat panjang atau sangat tajam, (seperti misalnya setelah Ia selesai mencipta ia berkata, “Semua sungguh sangat baik”), melainkan tidak kurang (=cukup) panjang dan tidak kurang (=cukup) tajam? Karena kata ‘cukup’ dari Allah untuk manusia sudah sangat menjamin kehidupan manusia seperti dikatakan dalam 2 Korintus 12:9: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu.”

Kata ‘cukup’ mau mejelaskan kepada kita bahwa apa yang dilakukan Tuhan kepada umat-Nya sesungguhnya tidak kurang. Pertolongan yang diberikan, perhatian dan pemeliharaan yang dinyatakan tidak kurang. Standar perhitungan Tuhan untuk melakukan sesuatu kepada manusia adalah cukup, tidak ada yang minus. Manusialah yang selalu merasa minus. Perasaan minus kemudian mendorongnya untuk berkata, “Tuhan tidak adil”, “Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan”, “Tuhan tidak peka” dengan keluhan-keluhan kita, dsb. Mengapa kita selalu merasa minus, padahal apa yang dilakukan Tuhan adalah cukup bagi kita? Jawabnya adalah: karena dosa. Dosalah yang membuat kita selalu merasa kurang akan anugerah Tuhan. Kalau iman selalu mendorong kita untuk bersyukur atas apa yang dialaminya, maka sebaliknya dosa mendorong kita untuk tidak bersyukur. Akibatnya banyak suami istri yang bertengkar, saudara bersaudara saling melawan, hanya karena merasa tidak cukup.

Lebih fatal lagi, dosa bukan hanya menciptakan perasaan minus, tetapi juga menghambat anugerah Tuhan. Bagaimana dosa menghambat anugerah Tuhan? Ada dua cara umum yang dilakukannya.

Pertama, dosa menghambat anugerah dengan membangun egoisme dalam diri seseorang. Masih ingat cerita mengenai orang timpang dan orang buta? Begini ceritanya. Ada seorang buta yang berdiri kebingungan di pinggir jalan, ia kesulitan untuk menyeberang, sementara kendaraan amat ramai. Tidak lama kemudian ia merasa ada orang lain di sisinya, lalu ia minta tolong. Orang itu menjawab, “maaf, saya tidak dapat mengantarmu. Saya seorang yang timpang, saya juga menunggu pertolongan.” Orang buta itu segera menjawab, kita bisa saling membantu untuk menyeberangi jalan ini. “Bagaimana caranya?” tanya orang yang timpang. “Aku akan menggendongmu, dan dengan bantuan matamu kita menyeberang. Mereka pun melintas di jalan yang ramai itu. Setiba di seberang, orang yang timpang tiba-tiba berseru, “Kawan, terus lagi ke depan, ada sebuah dompet di sana.” Dengan gembira orang buta itu terus melangkah menuju benda yang dimaksud. Orang timpang itu mengambilnya, lalu membukanya. “Rejeki!, rejeki! teriak si timpang, “Saya menemukan uang yang banyak!, kini saya punya cukup uang untuk beberapa hari.” Orang yang buta berkata, “Tapi itu uang kita bersama, saya telah membawamu ke sini.” Tidak, ini uangku, saya yang melihatnya,” jawab orang yang timpang. Akhirnya mereka bertengkar. Seorang pemuda nakal lewat, melerai pertengkaran dan meminta dompet itu lalu membawanya kabur. Egoisme membuat kedua orang tadi kehilangan temuannya.

Yang kedua, dosa menghambat anugerah dengan cara membuat seseorang tidak mengenali jalan hikmat. Ada seorang pengembara yang melewati hutan dan menemukan seekor serigala tua yang sudah lumpuh. Pengembara itu ingin tahu bagaimana serigala itu bertahan hidup. Dari jauh ia mengamati. Rupanya ada seekor harimau yang selalu menikmati mangsa buruannya dekat serigala itu. Harimau itu makan sepuas-puasnya dan meninggalkan sisa bagi serigala. Demikianlah terjadi seterusnya sehingga serigala itu dapat bertahan hidup. Pengembara itu kagum dan berkata dalam hatinya, “Tuhan sungguh baik.” Ia pulang ke rumah dan sangat terkesan dengan kebaikan Tuhan lewat apa yang disaksikannya itu. Maka sejak saat itu ia tinggal di rumah dan berpikir, “Saya tidak perlu bekerja, Tuhan pasti akan mencukupi kebutuhanku.”

Berhari-hari lamanya ia tidak bekerja, ia menunggu perbuatan Tuhan tapi tidak kunjung datang. Sampai pada suatu hari kondisinya begitu lemah dan hampir mati. Tiba-tiba ia mendengar suara berbisik, “Hai orang malas, engkau belajar pada sesuatu yang salah. Aku telah menunjukkan kepadamu teladan yang baik dari seekor harimau. Belajarlah padanya, bukan pada serigala yang lumpuh.” Dosa sering membuat kita salah pilih jalan. Ada jalan dari dosa, tapi jalan itu adalah jalan kehancuran. Dosa juga sering membuat kita iri hati pada orang yang sukses. Pada hal orang sukses ada supaya kita dapat belajar bagaimana mereka menjadi sukses. Dosa iri hati kemudian membuat kita sakit hati dan kehilangan kesempatan untuk belajar. Anugerah Tuhan pun menjauh.

Masih banyak cara dosa untuk membuat kita jauh dari anugerah Tuhan. Oleh karena itu kita harus memberantasnya. Kita harus berani mengatakan, “Dosa no, iman yes!”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here