Hidup Sesuai Kehendak Allah

0
2148

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

 

1 Tesalonika 2:1-12

(1) Kamu sendiri pun memang tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia. (2) Tetapi sungguhpun kami sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat. (3) Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya. (4) Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. (5) Karena kami tidak pernah bermulut manis — hal itu kamu ketahui — dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi — Allah adalah saksi – (6) juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus. (7) Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. (8) Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi. (9) Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu. (10) Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya. (11) Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, (12) dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.

 

Adalah fakta yang tak terbantahkan, bahwa anak-anak lebih dibentuk oleh “ulah” ketimbang ‘petuah”. Matius bercerita tentang Salome, putri Ratu Herodias, demikian: “Maka setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: “Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam” (Matius 14:8). Apakah yang diminta oleh sang putri? Yaitu: apa yang diinginkan oleh sang ibu!

 

Kita sering heran, mengeluh dan mengecam kelakuan “liar”generasi muda masa kini. Apakah kita juga bersikap begitu terhadap anak-anak kita? Tetapi lihatlah dulu, apakah yang telah kita tunjukkan bagi mereka? Apakah kita lebih disiplin, lebih taat dan lebih bermoral dibandingkan mereka? Kita berkata, mereka tidak mendengarkan nasihat kita lagi. Tapi, adakah kita sendiri melaksanakan apa yang kita nasihatkan kepada mereka?

 

Konsistensi adalah sesuatu yang mutlak dalam pendidikan. Paulus sangat menyadari akan hal ini. Karena itu memulai himbauannya dengan berkata, “Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya (ay. 10). Paulus tahu benar bahwa hanya apabila ia dapat membuktikan melalui perbuatannya apa yang ia ajarkan, kata-katanya akan bernilai. Selanjutnya ia berkata, “Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya (ay. 11-12).

 

Bayangkan bila permintaan untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah dikatakan oleh orang yang hidupnya jauh dari Allah, tak akan punya nilai dan tak akan didengarkan.

 

Kisah putri Herodias (Salome) adalah kisah “si anak perempuan yang hilang” yang dapat disejajarkan dengan perumpamaan “si anak yang hilang” dalam Lukas 15:11-32. kedua-duanya mengajukan tuntutannya, “Berikanlah kepadaku …….” Yang satu menuntut warisan dan yang lain menuntut kepala Yohanes. Bedanya ialah, si anak lelaki yang hilang pulang kembali ke rumahnya, karena ia punya bapak yang baik. Sedangkan si Salome tak pernah kembali (dan tak pernah berubah) karena ia punya ibu yang jahat.

 

Pada minggu ini kita mulai menjalani masa Adven, masa menyambut kedatangan Tuhan Yesus. Kita mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan, baik sebagai Hakim menjelang Hari Pengadilan maupun kedatangan-Nya melalui Natal. Dalam dua kedatangan itu kita mesti mempersiapkan diri bukan hanya secara verbal (kata-kata), ritus (ibadah) tapi yang juga, ini yang terpenting, melalui cara dan sikap hidup kita yang penuh keteladanan. Orang akan memandang kualitas kekristenan kita bukan dari kata-kata dan acara yang kita buat, tapi dari tingkah-laku kita sehari-hari.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here