Injil Menerangi Adat Istiadat

0
7219

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

Matius 15:1-11
(1) Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata: (2) “Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.” (3) Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? (4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri. (7) Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: (8) Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. (9) Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” (10) Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka: (11) “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”

Beberapa orang Farisi dan ahli Taurat menggugat Yesus karena murid-murid-Nya telah melanggar adat istiadat yang berlaku di tengah-tengah mereka (ay. 2). Bagi kelompok ini, melanggar adat istiadat adalah perbuatan salah yang menghina Allah. Tapi Yesus justru menunjukkan kesalahan mereka yang paling fatal, melanggar hukum Allah demi adat istiadat (ay. 3-4).

Orang Farisi dan ahli Taurat menyalahkan murid-murid karena tidak membasuh tangan sebelum makan. Itu adalah najis dan pantas dihukum. Tapi Yesus mengkritik dengan tajam bahwa tindakan mereka justru lebih memalukan. Biaya masa tua yang seharus diperuntukan bagi orang tua, dijadikan persembahan. Mereka mengira dengan mengalihkan dana hak orang tua menjadi persembahan mereka dapat menyenangkan hati Allah. Ternyata mereka keliru, mereka justru telah melanggar hukum Tuhan karena Tuhan memerintahkan mereka untuk menghormati orang tua. Karena itulah Yesus dengan lantang menyebut mereka “orang-orang munafik”. Kata Yesus selanjutnya, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia” (ay. 8-9).
Dengan “membela” murid-murid-Nya, apakah Yesus memang tidak menghargai adat istiadat? Apakah Dia tidak mementingkan membasuh tangan sebelum makan? Tentu saja tidak demikian. Persoalannya bukanlah soal Yesus menghargai atau tidak menghargai adat istiadat. Tetapi Yesus mau menunjukan dua hal yang perlu disikapi secara berbeda. Adat seharusnya menjadi wadah pelaksanaan firman dan hukum Allah. Adat tidak dapat disederajatkan dengan Firman Allah. Adat bisa berubah dan hilang, tetapi firman Allah kekal selama-lamanya.

Adat selalu digunakan oleh masyarakat tertentu sebagai alat ‘tata-tertib sosial’. Setiap orang Kristen harus bersikap positif terhadap tata tertib sosial ini sekaligus juga kritis. Positif, sejauh adat itu mengandung nilai-nilai yang menunjang kehidupan bersama dan tidak bertentangan dengan Firman Allah, maka patut dilaksanakan. Dalam hal ini firman Allah menjadi patokan. Kritis, kalau dalam adat ditemukan unsur-unsur yang bertentangan dengan Firman Allah, maka harus ditinggalkan. Sikap kritis juga harus ditunjukkan dalam kehidupan kekerabatan. Kalau kehidupan kekerabatan hanya untuk mementingkan kelompok tertentu sehingga orang lain sulit diterima ini berarti tidak mencerminkan kehidupan dalam Tuhan. Kehidupan dalam Tuhan adalah kehidupan sebagai ‘keluarga Allah’ yang sering disebut jemaat. Dalam “keluarga Allah” atau “keluarga rohani” setiap pengikut Kristus terhimpun sebagai umat Allah yang bersekutu dalam kehidupan Tubuh Kristus. Keluarga rohani ini harus lebih utama dari keluarga biologis. Maksudnya, nilai-nilai “keluarga rohani” harus menjadi acuan kehidupan keluarga biologis. Prinsip utama dalam keluarga Allah (keluarga rohani) adalah kasih di mana satu sama lain harus saling mengisi dan melengkapi.

Jadi, kita diselamatkan bukan lagi oleh ketaatan pada kebiasaan adat melainkan oleh ketaatan dalam menjalankan petunjuk-petunjuk Kristus. Sifat-sifat kita di dunia sosial dan keluarga biologis harus menjiwai kehidupan Tubuh Kristus dan seharusnya diarahkan ke situ.

Kembali kepada pokok persoalan tadi, menghormati orang tua adalah perintah Tuhan dan harus dilaksanakan. Kita tidak boleh “akal-akalan” seperti orang-orang Farisi dan ahli Taurat. Melanggar hukum Tuhan, tidak mereka persoalan, namun ketika murid-murid melanggar adat mereka ributkan. Dalam hal ini Yesus bersikap kritis terhadap mereka dan berusaha meluruskan pemahaman mereka. Malah, kadang-kadang Yesus dengan tegas menolak kebiasaan (adat) Yahudi pada zaman-Nya. Tetapi tidak semuanya, karena dari kecil Yesus juga mengikuti beberapa kebiasaan Yahudi bahkan hidup dengan kebiasaan itu. Dia menolak beberapa unsur (kebiasaan) yang menurut penilaiannya bertentangan dengan Firman Allah. Kebiasaan itu dianggap sebagai cara ‘hidup lama’ yang harus ditinggalkan, apa lagi jika disoroti dari maksud kedatangan-Nya ke dunia untuk menebus manusia. Dari sudut ini juga kadang-kadang Yesus membaharui kembali makna dari beberapa kebiasaan itu agar manusia dapat hidup dengan benar di hadapan Allah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here