Memimpin Dalam Takut Akan Tuhan

0
2937

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

 

Nehemia 5:1-13

(1) Maka terdengarlah keluhan yang keras dari rakyat dan juga dari pihak para isteri terhadap sesama orang Yahudi. (2) Ada yang berteriak: “Anak laki-laki dan anak perempuan kami banyak dan kami harus mendapat gandum, supaya kami dapat makan dan hidup.” (3) Dan ada yang berteriak: “Ladang dan kebun anggur dan rumah kami gadaikan untuk mendapat gandum pada waktu kelaparan.” (4) Juga ada yang berteriak: “Kami harus meminjam uang untuk membayar pajak yang dikenakan raja atas ladang dan kebun anggur kami. (5) Sekarang, walaupun kami ini sedarah sedaging dengan saudara-saudara sebangsa kami dan anak-anak kami sama dengan anak-anak mereka, namun kami terpaksa membiarkan anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan kami menjadi budak dan sudah beberapa anak perempuan kami harus membiarkan diri dimiliki orang. Kami tidak dapat berbuat apa-apa, karena ladang dan kebun anggur kami sudah di tangan orang lain.” (6) Maka sangat marahlah aku, ketika kudengar keluhan mereka dan berita-berita itu. (7) Setelah berpikir masak-masak, aku menggugat para pemuka dan para penguasa. Kataku kepada mereka: “Masing-masing kamu telah makan riba dari saudara-saudaramu!” Lalu kuadakan terhadap mereka suatu sidang jemaah yang besar. (8) Berkatalah aku kepada mereka: “Kami selalu berusaha sedapat-dapatnya untuk menebus sesama orang Yahudi yang dijual kepada bangsa-bangsa lain. Tetapi kamu ini justru menjual saudara-saudaramu, supaya mereka dibeli lagi oleh kami!” Mereka berdiam diri karena tidak dapat membantah. (9) Kataku: “Tidaklah patut apa yang kamu lakukan itu! Bukankah kamu harus berlaku dengan takut akan Allah kita untuk menghindarkan diri dari cercaan bangsa-bangsa lain, musuh-musuh kita? (10) Juga aku dan saudara-saudaraku dan anak buahku telah membungakan uang dan gandum pada mereka. Biarlah kita hapuskan hutang mereka itu! (11) Biarlah kamu kembalikan kepada mereka hari ini juga ladang mereka, kebun anggur, kebun zaitun dan rumah mereka, pula hapuskanlah hutang mereka, yakni uang serta gandum, anggur dan minyak yang kamu tagih dari pada mereka!” (12) Berkatalah mereka: “Itu akan kami kembalikan! Dan kami tidak akan menuntut apa-apa dari mereka. Kami akan lakukan tepat seperti yang engkau perintahkan!” Lalu aku memanggil para imam dan menyuruh mereka bersumpah, bahwa mereka akan menepati janji mereka. (13) Juga kukebas lipatan bajuku sambil berkata: “Demikianlah setiap orang yang tidak menepati janji ini akan dikebas Allah dari rumahnya dan hasil jerih payahnya. Demikianlah ia dikebas dan menjadi hampa!” Dan seluruh jemaah berkata: “Amin,” lalu memuji-muji TUHAN. Maka rakyat berbuat sesuai dengan janji itu.

 

Nehemia adalah seorang pelayan dan sekaligus pemimpin Israel yang takut akan Allah. Dia ikut terbuang ke Babel pada masa pembuangan Israel, dan bekerja sebagai juru minuman bagi Raja Artahsasta. Di tempat pembuangan ia mendengar kabar dari Hanani bahwa kaum Yehuda dalam kesulitan dan tekanan. Ia sangat sedih. Hatinya makin pedih karena kota Yerusalem mengalami kerusakan berat, tembok dan pintu-pintunya telah dibongkar. Sebagai wujud kepeduliannya yang tinggi atas bangsanya, ia berdoa dan berpuasa. Ia juga berkabung dan mengakui dosa-dosa bangsanya di hadapan Tuhan.

Nehemia bertekad untuk membangun kembali kota Yerusalem dan membawa kembali umat yang menderita di tempat pembuangan. Inilah visi yang hendak diwujudkannya. Dengan hikmat ilahi ia berupaya mendapatkan izin bahkan surat perintah dari raja untuk pulang membangun Yerusalem. Raja berkenan, dan mengizinkannya. Nehemia menyambut itu sebagai jawaban Tuhan atas doanya. Sungguh, Tuhan penuh dengan kemurahan, ia dapat bertindak atas manusia dan raja. Ia adalah Allah yang berdaulat atas manusia.

Membangun kembali Yerusalem bukanlah pekerjaan mudah. Mereka menghadapi tantangan dari luar dan dari dalam. Dari luar, mereka diganggu dan diancam oleh suku-suku disekitarnya, yang tidak menginginkan orang Israel pulih dan berjaya kembali. Dari dalam, mereka menghadapi kesulitan ekonomi. Teriakan kemelaratan terus terdengar. Kelaparan muncul di mana-mana. Para petani tidak bisa menanam sendiri sehingga mereka harus membeli makanan. Untuk mendapatkan uang, mereka menggadaikan harta miliknya atau dengan terpaksan menggadaikan anak mereka sendiri (ay. 2-3). Muncullah masalah-masalah sosial berlilitkan masalah ekonomi. Sudah begitu, perilaku penguasa bukan menyejahterakan rakyat, malah menekan dan memeras. Mereka menggunakan kesempatan dalam kesempitan untuk mencari keuntungan. Jika tantangan dari dalam ini tidak diatasi, benar-benar akan menyulitkan pembangunan Yerusalem.

Nehemia, yang peduli kepada rakyat, segera mengambil tindakan. Kepada penguasa, khususnya dari kalangan Yahudi, ia mengecam mereka sebagai penguasa yang korup dan melanggar hukum. Ia membuat pertemuan besar dan mengkritik tindakan yang telah “menelan” sesama sendiri. Perilaku keji yang mereka lakukan telah melecehkan harkat dan martabat mereka sendiri. Nehemia mengajak mereka untuk kembali taat dan berserah kepada Tuhan. Sebagai penguasa, seharusnya mereka memperlihatkan teladan dan kepedulian kepada rakyat. Mendengar kecaman dan sekaligus arahan dari Nehemia, para penguasa Yahudi tersebut bertobat dan berjanji untuk memperhatikan dan menolong rakyatnya.

Sebagai pemimpin, Nehemia memperlihatkan beberapa sikap yang patut diteladani oleh pemimpin gereja maupun bangsa. Pertama, Nehemia selalu bergumul dalam doa. Kedua, dia sangat peduli kepada rakyat yang menderita. Ia membangun visi dan komitmen untuk menolong mereka, dan itu ia lakukan dengan penuh pengorbanan. Ketiga, dia mendasarkan tindakannya dalam hikmat Tuhan, sehingga dia tidak takut menghadap raja. Ia juga berani mengritik perilaku jahat para penguasa di Yerusalem. Keempat, dia melayani dengan karya nyata karena dia mampu mendengar suara rakyat. Dia memahami orang-orang di sekitarnya dan bertindak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pemimpin yang benar adalah pemimpin yang takut akan Tuhan dan menjadi pelayan masyarakat. Sekalipun kita tidak menduduki “jabatan” ketua atau pengurus lainnya dalam negara dan organisasi, sifat-sifat kepemimpin Nehemia patut kita ejawantahkan dalam kehidupan kita. Sesungguhnya, kita semua adalah pemimpin, paling tidak pemimpin bagi diri kita sendiri. Sebelum kita dapat memimpin orang lain, kita terlebih dahulu harus dapat memimpin diri sendiri. Jika kita takut akan Tuhan, kita akan memperoleh jalan yang tepat untuk melakukan keduanya. Memimpin diri sendiri kita bisa dan jika dikenan, kita pun akan dapat memimpin orang lain. Prinsipnya, takut akan Tuhan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here