Pax melior est quam iustissimum bellum: Perdamaian itu tetap lebih baik dari pada perang yang paling adil

0
1467

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

 

Istilah “perang” bagi banyak orang adalah sesuatu yang menyedihkan, mengenaskan, menyengsarakan. Perang menyimpan memori sendu dan kenangan pahit bagi banyak orang. Perang menimbulkan kenangan traumatik bagi setiap orang yang ikut dalam perang dan bagi masyarakat umum. Kisah tentang perang dipelajari sejak seseorang memasuki jenjang pendidikan dasar hingga ia berada pada pendidikan tinggi dengan berbagai bobot. Pada masa kecil kita mendapat kisah tentang perang dari para orang tua kita. Mereka bercerita bagaimana para pejuang bangsa kita dengan gagah berani melawan penjajah walau kondisi persenjataan yang amat minim. Sementara itu rakyat jelata juga terkena dampak dari perang kemerdekaan yaitu sulitnya bahan makanan untuk dikonsumsi rakyat.

 

Di Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar) pada mata pelajaran Sejarah Indonesia kita mempelajari kerajaan besar di nusantara dan perang yang terjadi antar kerajaan oleh berbagai sebab pada zaman itu. Kita masih ingat cerita tentang. Perang Diponegoro, Perang Aceh dan bebagai perang lainnya yang merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Perang walaupun tidak kita sukai, tetapi terjadi disepanjang sejarah peradaban umat manusia. Manusia yang acapkali amat menonjolkan pementingan diri hampir setiap saat terlibat dalam perang. Hobbes yang menyatakan bahwa manusia menjadi serigala bagi sesamanya diwujudkan dengan amat jelas dalam perang. Tatkala percakapan, musyawarah mengalami jalan buntu maka terjadilah perang. Benarlah yang dikatakan seorang ahli perang Carl von Clausewitz bahwa perang adalah tindak lanjut atau bentuk lain dari diplomasi. Menurut Clausewitz perang adalah duel antara beberapa pihak dalam skala ekstensif; oleh karena itu perang ditujukan untuk membuat lawan mengikuti apa kemauan kita. Lindemann menyatakan setidaknya ada 4 alasan mengapa perang terjadi. Satu, karena prestige, dua karena antipati, tiga karena universal dignity, empat karena particular dignity.

 

Perang di zaman baheula tentu amat berbeda dengan yang terjadi di zaman modern. Sebab dan alasan terjadinya perang, dan terutama sistem persenjataannya yang makin canggih dan modern; hal-hal itu yang menjadi pembeda dengan perang di zaman dulu. Oleh karena harus selalu diupayakan penyelesaian berbagai konflik itu melalui jalan diplomasi, mediasi, lobby, negosiasi, dsb., sehingga perang bisa dihindarkan. Perang berdampak amat buruk bagi kehidupan umat manusia. Umat manusia melalui agamanya masing-masing harus terus menerus diingatkan ulang agar mau mengembangkan budaya damai dalam kehidupan mereka di semua level.

 

Lembaga-lembaga baik nasional maupun internasional, Civil Soviety dan semua pihak yang berkehendak baik harus mengembangkan jejaring dan kerjasama sinergis untuk mewujudkan perdamaian sejati dalam kehidupan umat manusia. Semua agama dengan.amat jelas mengajarkan manusia untuk hidup mengamalkan kasih sayang, rukun dan damai dalam kehidupan mereka. Manusia harus seutuhnya dan sepenuhnya kembali kepada agama, kembali kepada ruh agama, tidak berhenti pada kulitnya, pada sampulnya.

 

Pepatah kita mengingatkan bahwa perdamaian itu tetap lebih baik dari pada perang yang adil. Mari menabur perdamaian di ruang-ruang sejarah.

 

Selamat berjuang. God bless.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here