Melayani Dalam Kesungguhan Iman

0
3286

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

Matius 17:14-21

(14) Ketika Yesus dan murid-murid-Nya kembali kepada orang banyak itu, datanglah seorang mendapatkan Yesus dan menyembah, (15) katanya: “Tuhan, kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita. Ia sering jatuh ke dalam api dan juga sering ke dalam air. (16) Aku sudah membawanya kepada murid-murid-Mu, tetapi mereka tidak dapat menyembuhkannya.” (17) Maka kata Yesus: “Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!” (18) Dengan keras Yesus menegor dia, lalu keluarlah setan itu dari padanya dan anak itu pun sembuh seketika itu juga. (19) Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: “Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?” (20) Ia berkata kepada mereka: “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, — maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu. (21) [Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa.]”

 

Bila kepada kita sekarang ditanyakan: Apakah anda percaya kepada Allah? Semua kita pasti serentak menjawab: Tentu! Tapi mengertikah kita apa sebenarnya arti percaya itu?

 

Percaya sebenarnya bukan sekedar percaya kepada sesuatu, tetapi lebih dari itu, kita mempercayakan diri kita sepenuhnya kepada sesuatu. Percaya kepada sesuatu itu gampang. Tapi mempercayakan diri kepada sesuatu, sulit. Kadang terasa sangat sulit. Seperti seorang pemain sirkus yang mahir mengayu roda di atas seutas tali. Dia bertanya kepada penonton: Apakah kamu percaya saya dapat melewati tali ini? Dengan serempak penonton menjawab: Ya, percaya! Okey, kalau begitu siapa yang mau saya gendong untuk melewati tali ini? Satu persatu penonton diajak. Mereka menolak karena tidak berani. Kecuali seorang anak kecil yang tampil memberanikan diri. Ia duduk di atas pundak pemain sirkus. Merekapun melewati tali tersebut dan selamat sampai diseberang.

 

Ada perbedaan percaya dengan mempercayakan diri. Kita sering mengatakan percaya kepada Allah. Pertanyaannya adalah: Apakah kita mempercayakan diri kita kepada-Nya? Percaya bahwa Allah itu ada, tentu baik. Tapi tidak ada istimewanya, karena setan pun percaya kalau Allah itu ada. Yang terpenting dari kita adalah mempercayakan diri kita sepenuhnya kepada-Nya. Dia yang memimpin dan menguasai kita.

 

Nah, di sinilah kita akan melihat masalahnya. Acapkali kita perlakukan Allah bukan sebagai Pemimpin dan Penguasa atas diri kita. Dia sekedar kita jadikan “satpam” untuk keamanan kita. Dia kita jadikan “perabot” yang kalau perlu baru dikeluarkan. Dia kita jadikan “barang antik” yang menghias rumah kita. Dia kita jadikan “ban serep” yang baru digunakan kalau ban mobil kita kehabisan angin. Kalau begini sikap kita, maka kita belum mengimani Allah dengan sesungguh-sungguhnya.

 

Dalam bacaan kita dikisahkan mengenai seorang anak penderita penyakit ayan yang parah. Ketika murid-murid Yesus melihat anak itu, mereka iba dan berusaha menyembuhkannya. Tapi gagal. Di ayat 16 dikatakan bahwa mereka gagal menyembuhkannya. Atas kegagalan itu, murid-murid datang kepada Yesus dan memberanikan diri untuk bertanya kepada-Nya: “Mengapa kami gagal mengusir setan itu?” (ayat 19). Jawaban Yesus dalam ayat 20a amat sederhana: “Karena kamu kurang percaya!” Dengan kata lain, kamu kurang beriman!

 

Kita salut kepada murid-murid karena mereka telah beritikad baik. Orang-orang yang berkemauan baik seperti murid-murid ini dapat ditemukan di mana-mana. Dunia kita tidak kekurangan orang yang memiliki tujuan baik, yang mau bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Kita menemukan banyak orang yang ingin melawan “setan-setan” kejahatan. Tapi mengapa banyak dari mereka gagal? Jawabnya adalah: Karena mereka kurang percaya! Kurang beriman! Kata Yesus lagi: “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, — maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu” (ayat 20b).

 

Kenapa iman dapat menimbulkan kemampuan yang begitu besar? Karena dengan iman (yang sungguh-sungguh) kita terbuka untuk dikuasai oleh kuasa Allah yang melampaui kekuatan kita. Karena itu, dalam iman kita dimampukan untuk melakukan perkara-perkara besar di luar batas kemampuan kita. Iman inilah yang memampukan Petrus berjalan di atas air, tapi ketika imannya goyah ia pun tenggelam (Matius 14:28-30).

 

Kegiatan pelayanan gereja yang dijalankan oleh orang-orang yang penuh iman akan dapat melakukan hal-hal besar yang melampaui kemampuannya. Iman akan memberanikan dan meyakinkan mereka untuk membangun. Iman akan memberanikan dan meyakinkan mereka untuk keluar dari hal yang biasa-biasa saja. Bahkan iman akan memberanikan dan meyakinkan mereka untuk rela berkorban, karena mereka tahu Tuhan yang mereka imani memimpin dan menguasainya. Tuhan akan memampukan mereka.

 

Tanpa iman yang kuat kita akan diliputi oleh perasaan takut dan tidak mampu. Lalu kita hanya melakukan hal-hal yang biasa-biasa saja dan tidak berani untuk melakukan hal yang lebih besar lagi. Kita juga akhirnya tidak berani melawan “setan-setan” kejahatan yang ada di sekitar kita. Atau. Kita ingin melakukannya, tapi ketika kita melakukannya, kita gagal. Kenapa? Karena kita kurang percaya. Kurang iman! Oleh karena itu pandanglah Yesus sepenuh jiwa, akal dan hati kita. Biarkan Dia yang menguasai kita.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here