SALIB YESUS: PEMULIHAN BAGI JIWA YANG LESU

0
4249

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

Lukas 23:26-32

(26) Ketika mereka membawa Yesus, mereka menahan seorang yang bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan salib itu di atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus. (27) Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. (28) Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! (29) Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. (30) Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami! (31) Sebab jikalau orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?” (32) Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua penjahat untuk dihukum mati bersama-sama dengan Dia.

 

Setelah Pilatus mengabulkan tuntutan orang banyak, maka Yesus digiring keluar kota menuju bukit Tengkorak (Golgota) untuk disalibkan. Ia memikul salib-Nya sendiri dengan susah payah. Salib adalah lambang “kutuk” – yang semestinya menimpa manusia – tetapi Yesus rela menanggungnya. Di punggung Yesus salib mengingatkan kita akan dua hal penting di bawah ini.

 

Pertama, salib mengingatkan kita bahwa kita adalah orang berdosa yang pantas binasa karena dosanya. Semua kita, tanpa terkecuali, pantas binasa karena dosa-dosa kita. Jadi, kalau kita melihat salib maka kita harus segera sadar bahwa sebenarnya yang harus menanggungnya adalah kita. Kita yang berdosalah yang pantas menerimanya. Kedua, salib mengingatkan kita akan kasih Kristus. Hidup kita adalah kotor, cemar dan najis karena dosa. Dengan menanggung salib, Yesus mau berkata kepada kita, “Kamu memang kotor, najis dan cemar karena dosa-dosamu, tetapi aku mengasihimu!”

 

Yesus memikul salib dengan tegar dan tanpa mengeluh. Ia jatuh, tapi berusaha untuk bangun dan kembali memanggul salib yang berat itu. Ia kepayahan karena tubuh-Nya telah babak belur karena cemeti atau karena terjerembab oleh sepatu tentara Romawi. Tubuh-Nya terluka, tapi Ia tetap memandang siapapun dengan sinar mata yang bercahaya. Wajah-Nya lebam, tetapi keagungan dan ketulusan-Nya tetap bercahaya.

 

Yesus jatuh lagi. Kini Ia benar-benar tak berdaya. Tentara Romawi lalu memaksa seorang bernama Simon dari Kirene untuk memikul salib Yesus. Ia tak menyangka akan hal itu karena ia lagi dalam perjalanan dari luar kota. Ia merelakan punggungnya sambil memandang Yesus yang tertunduk kepayahan itu. Pribadi-Nya tetap bersahaja. Simon dari Kirene meneruskan memanggul salib sampai ke Golgota. Ia tak berpikir sedikitpun bahwa kesediaannya itu kelak menjadi anugerah terbesar dalam hidupnya. Salib Yesus telah menjadi lambang pemulihan bagi jiwa yang lesu. Lambang penyelamatan atas dunia yang gelap karena dosa.

 

Dengan tertatih-tatih Yesus terus maju. Dia melihat banyak perempuan yang menangis dan meratapi diri-Nya. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” Yesus sedang menyampaikan akibat yang akan dialami oleh penduduk Yerusalem karena mereka telah menolak dan menyalibkan diri-Nya. Dan, memang, 40 tahun kemudian setelah Yesus disalibkan, Yerusalem mengalami kehancuran. “Puteri-puteri Yerusalem” dilanda kesedihan yang amat dalam karena anak-anak mereka mati. Dari tengah-tengah kesedihan itu muncullah suara kekecewaan, mengapa kami melahirkan mereka. Lebih baik dulu kami menjadi mandul daripada mengalami hal pahit seperti ini!

 

Yesus tiba di Golgota dan disalibkan bersama-sama dengan dua orang lain, yaitu penjahat yang turut dihukum mati bersama Yesus. Karena kebaikan-Nyalah Yesus disalibkan. Benar. Tapi dari salib itu juga kita menerima kebaikan-Nya yang berlipat-lipat ganda. Kebaikan-Nya tidak terhenti pada kayu salib, melainkan tanda kemalangan itu dimaknai dengan kuasa-Nya untuk menjadi tanda kemenangan. Di dalam dan melalui salib Yesuslah kita memasuki jalan kebahagiaan yang sejati. Melalui salib Yesuslah kita dapat mengalami pemulihan-pemulihan dalam hidup pribadi, rumah tangga, jemaat dan masyarakat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here