“HOMO SAPIENS. HOMO VIATOR. MANUSIA BIJAKSANA. MANUSIA PE-ZIARAH. “

0
2486

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

Manusia adalah figur sentral dalam rangkaian proses penciptaan yang dilakukan oleh Allah. Itulah sebabnya manusia memiliki dimensi yang khas, unik dan spesifik yang tidak ditemui pada makhluk lainnya. Manusia disebut imago dei, the image of God; manusia juga disebut khalifah Allah. Penyebutan itu bukanlah semacam “sebutan kehormatan”, bukan juga aksesori atau kosmetika bagi kedirian manusia. Sebutan itu terpaut erat dengan hakikat kedirian manusia, dengan tugas panggilan manusia ditengah sejarah.

Memang penyebutan atau predikat yang diberikan kepada manusia itu amat berat dan acapkali penugasan itu tidak mampu dilaksanakan dengan baik dan sempurna. Manusia sosok yang lemah yang acap terpenjara oleh konteks kekiniannya. Manusia jatuh terjerembab bahkan bertekuk lutut dibawah kuasa, yang dalam bahasa agama disebut *dosa*.

Manusia tidak mampu berjalan pada jalan lurus yang Allah sediakan, ia lebih enjoy berjalan pada jalan yang luas, berhotmix, yang melewatinya bisa cepat tanpa hambatan via kartu tol elektronik. Manusia diera modern bukan saja bernafsu mengeksploitasi alam dengan seluruh isinya tanpa memperhitungkan masa depan umat manusia. Manusia juga ternyata bernafsu memangsa manusia sesamanya. Manusia menjadi “homo homini lupus”, manusia tidak menghargai hukum, manusia bertindak menurut nafsu arkhaisnya. Manusia yang memiliki Pancasila hampir sama saja dengan manusia penista umat Islam Rohyngia yang tidak memiliki Pancasila.

Sebagai bangsa yang beragama yang peradaban dan semangat kerukunannya sudah amat terkenal di mancanegara kita sedih dan prihatin menyaksikan perilaku sebagian warga bangsa kita yang tidak mampu mengekspresikan kediriannya sebagai makhluk mulia. Proses internalisasi ajaran agama kepada setiap penganut agama, harus menjadi perhatian yang lebih serius dari lembaga agama dan para pemimpin agama. Dengan cara itu ajaran agama menjadi nafas dan darahdaging setiap umat beragama sehingga keberagamaannya itu menjadi pengarah dalam setiap tindakannya.

Pepatah yang dikutip dibagian awal melihat manusia sebagai orang yang memiliki wisdom dan sebagai sosok yang berziarah, sosok “yang dalam proses menuju”, sosok yang belum arrive, yang belum tiba di terminal penghabisan. Adanya wisdom dan pemahaman diri sebagai sosok yang masih berada ditengah jalan menjadi penting agar manusia tetap memiliki peran penting bagi zamannya.

Selamat berjuang. God bless

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here